by : Diana Ross
I wanna call the stars
Down from the sky
I wanna live a day
That never dies
I wanna change the world
Only for you
All the impossible
I wanna do
I wanna hold you close
Under the rain
I wanna kiss your smile
And feel the pain
I know what's beautiful
Looking at you
In a world of lies
You are the truth
And baby
Everytime you touch me
I become a hero
I'll make you safe
No matter where you are
And bring you
Everything you ask for
Nothing is above me
I'm shining like a candle in the dark
When you tell me that you love me
I wanna make you see
Just what I was
Show you the loneliness
And what it does
You walked into my life
To stop my tears
Everything's easy now
I have you here
And baby
Everytime you touch me
I become a hero
I'll make you safe
No matter where you are
And bring you
Everything you ask for
Nothing is above me
I'm shining like a candle in the dark
When you tell me that you love me
In a world without you
I would always hunger
All I need is your love to make me stronger
And baby
Everytime you touch me
I become a hero
I'll make you safe
No matter where you are
And bring you
Everything you ask for
Nothing is above me
I'm shining like a candle in the dark
When you tell me that you love me
You love me
When you tell me that you love me
Rabu, 26 Mei 2010
Dan Ternyata
Kerispatih
Ku lukiskan lagi sebuah ingatan
yg mungkin tlah terlupakan jauh dulu
kau sapa hangat hariku
mengungkap kebahagiaan yg terpendam
sejenak penuh arti
mungkin kita tak harus jadi satu
tapi cukup bagiku kehadiranmu
reff:
dan ternyata
kau sanggup mengurung rasaku
tuk bertemu lagi denganmu
dan ternyata
perpisahan dulu mungkin itu luka
tapi ku tetap menjaga
mungkin kita tak harus jadi satu
tapi cukup bagiku kehadiranmu
reff:
dan ternyata
kau sanggup mengurung rasaku
tuk bertemu lagi denganmu
dan ternyata
perpisahan dulu mungkin itu luka
tapi ku tetap menjaga
namun ku tetap mengenang dirimu
di hatiku
dan ternyata indah
Ku lukiskan lagi sebuah ingatan
yg mungkin tlah terlupakan jauh dulu
kau sapa hangat hariku
mengungkap kebahagiaan yg terpendam
sejenak penuh arti
mungkin kita tak harus jadi satu
tapi cukup bagiku kehadiranmu
reff:
dan ternyata
kau sanggup mengurung rasaku
tuk bertemu lagi denganmu
dan ternyata
perpisahan dulu mungkin itu luka
tapi ku tetap menjaga
mungkin kita tak harus jadi satu
tapi cukup bagiku kehadiranmu
reff:
dan ternyata
kau sanggup mengurung rasaku
tuk bertemu lagi denganmu
dan ternyata
perpisahan dulu mungkin itu luka
tapi ku tetap menjaga
namun ku tetap mengenang dirimu
di hatiku
dan ternyata indah
Justin Bieber ft Ludacris – Baby Lyrics
[Justin Bieber]
Oh woooah, oh woooooah, oh wooooah, oh.
You know you love me, I know you care,
you shout whenever and I’ll be there.
You are my love, you are my heart
and we will never ever ever be apart.
Are we an item? girl quit playing,
we’re just friends, what are you saying.
Said there’s another, look right in my eyes,
my first love broke my heart for the first time.
And I was like…
[Chorus]
Baby, baby, baby oooooh,
like baby, baby, baby noooooooo,
like baby, baby, baby, ooooh.
Thought you’d always be mine, mine (repeat)
[Justin Beiber]
Oh, for you I would have done whatever,
and I just can’t believe we aint together
and I wanna play it cool the thought of losing you
I buy you anything, I buy you any ring,
and now please say baby fix me and you shake me til’ you wake me from this bad dream.
I’m going down down down down
and I just can’t believe my first love won’t be around.
And I’m like…
[Chorus]
[Ludacris]
Luda, When I was 13 I had my first love,
there was nobody that compared to my baby
and nobody came between us, no-one could ever come above
She had me going crazy, oh I was star-struck,
she woke me up daily, don’t need no Starbucks.
lyrics courtesy of killerhiphop.com
She made my heart pound, I skip a beat when I see her in the street and
at school on the playground but I really wanna see her on the weekend.
She knows she got me dazing coz she was so amazing
and now my heart is breaking but I just keep on saying….
[Chorus]
Now I’m gone,
Yeah, yeah, yeah, yeah, yeah, yeah,
yeah, yeah, yeah, yeah, yeah, yeah,
yeah, yeah, yeah, yeah, yeah, yeah,
now I’m all gone.
Gone, gone, gone, gone, I’m gone.
[End]
Oh woooah, oh woooooah, oh wooooah, oh.
You know you love me, I know you care,
you shout whenever and I’ll be there.
You are my love, you are my heart
and we will never ever ever be apart.
Are we an item? girl quit playing,
we’re just friends, what are you saying.
Said there’s another, look right in my eyes,
my first love broke my heart for the first time.
And I was like…
[Chorus]
Baby, baby, baby oooooh,
like baby, baby, baby noooooooo,
like baby, baby, baby, ooooh.
Thought you’d always be mine, mine (repeat)
[Justin Beiber]
Oh, for you I would have done whatever,
and I just can’t believe we aint together
and I wanna play it cool the thought of losing you
I buy you anything, I buy you any ring,
and now please say baby fix me and you shake me til’ you wake me from this bad dream.
I’m going down down down down
and I just can’t believe my first love won’t be around.
And I’m like…
[Chorus]
[Ludacris]
Luda, When I was 13 I had my first love,
there was nobody that compared to my baby
and nobody came between us, no-one could ever come above
She had me going crazy, oh I was star-struck,
she woke me up daily, don’t need no Starbucks.
lyrics courtesy of killerhiphop.com
She made my heart pound, I skip a beat when I see her in the street and
at school on the playground but I really wanna see her on the weekend.
She knows she got me dazing coz she was so amazing
and now my heart is breaking but I just keep on saying….
[Chorus]
Now I’m gone,
Yeah, yeah, yeah, yeah, yeah, yeah,
yeah, yeah, yeah, yeah, yeah, yeah,
yeah, yeah, yeah, yeah, yeah, yeah,
now I’m all gone.
Gone, gone, gone, gone, I’m gone.
[End]
Cinta Itu Tuna Netra????
Cinta itu buta, apa iya cinta itu buta? kalau cinta itu buta mustinya saya bisa aja jatuh cinta sama bebek, karena kan buta jadi gak bisa liat apakah itu Nicolas Saputra atau bebek kalo dua duanya ngomong cinta dengan bahasa wek wek wek :) “bukan gitu kali De maksudnya, yah maksudnya tuh kalo lo suka sama seseorang mau dia pemarah, mau dia tukang godaan perempuan di kantornya, mau dia jarang shalat juga tetep aja cinta” salah kaprah :) iya, cinta menjadi buta karena kadang mengesampingkan logika padahal ALLAH memberi saya akal untuk mempertimbangkan apakah laki laki ini baik atau tidak, jadi dengan mencintai tanpa logika sama dengan tidak mensyukuri akal yang ALLAH titipkan, firasat yang ALLAH berikan :) ini salah satu kesalah cinta.
“cinta bisa menjadi anugerah dan bisa jadi musibah”.
Cinta menjadi kenikmatan bila karena ALLAH dan dijalan-NYA (Al-Hubb Fillah wa Lillah). Cinta islami tidaklah mengenal batas ruang dan waktu serta melampaui batas fisik materi, buah yang tak mengenal musim dan tak mengenal status sosial, Cinta yang model ini tak jadi masalah jatuh kepada siapa dan seberapa besar asalkan karena ALLAH.
Cinta karena ALLAH itu tandanya gimana sih ? ketika saya mencintai seseorang kemudian sang jejaka dan saya terus menerus menambah cinta kepada ALLAH dari yang tadinya shalat sekedar shalat wajib menjadi plus plus shalat shalat sunah lainnya, ditambah dengan puasa, ditambah lagi dengan getol tahajud agar ALLAH semakin mencintai saya dan dia, maka inilah indikator cinta karena ALLAH, dan yang paling jitu faktor pengujinya adalah ketika sang kekasih diambil oleh ALLAH, JANGAN marah sama ALLAH terus jadi gak rajin shalat dan puasa lagi :)
Ingat loh bahwa ALLAH maha membolak balikan hati, bisa jadi sekarang cinta besok benci dan sebaliknya, jangan heran dengan rasa yang berubah ini, karena hati kita milik ALLAH… dibalik, diambil, diberi, semua untuk kebaikan kita.
Inilah rumus cinta suci segitiga [dengan sudut atas ALLAH, dan sudut kaki sama sisi adalah saya dan kekasih saya [emang punya De? nah itu masalahnya, gak ada yang mau saya sama :) ] iya, cinta segi tiga dalam Islam adalah cinta proporsional (equilibrium love) dengan santara cinta kepada ALLAH yang tidak menelantarkan cinta kepada manusia, dan cinta kepada manusia yang tidak melalaikan bahkan senantiasa dalam cinta kepada ALLAH yang telah memberi cinta
Dan dua hal yang harus saya dipahami adalah bahwa cinta saya sebagai manusia ini hanya cinta yang berdiri diatas garis pengharapan, hanya dibatas garis pengharapan, karena hasil akhir adalah milik ALLAH, apakah ia akan menjadi jodoh saya atau bukan, saya hanya mampu berdiri diatas garis pengharapan, tidak lebih dari itu…
Yang kedua harus saya pahami adalah jodoh itu adalah hasil pencapaian saya dalam bertakwa kepada ALLAH, “lelaki baik untuk perempuan yang baik, pendusta akan berjodoh dengan pendusta, pemarah akan dijodohkan dengan pemarah dan seterusnya” sungguh ALLAH tidak pernah salah dalam memasangkan hamba hambaNYA, jadi buat yang sudah menikah jangan ngeluh ketika mendapatkan istri yang pemarah, ngaca deh, pasti karena sang lelaki pasti juga pemarah :) kan ALLAH tidak pernah salah memasangkan kan? intinya jika ingin mendapatkan yang baik, maka perbaiki diri terus, hingga baik menurut ALLAH dan pantas dipasangkan dengan lelaki berkalung surban :)
Jadi mungkin benar bahwa cinta itu buta tapi yang pasti cinta itu TIDAK TULI, karena ALLAH memberikan telinga kepada manusia untuk mendengar isyarat ALLAH, gunakan firasat, akal dan semua yang panca indera untuk melihat apakah dia laki laki yang baik, apakah dia perempuan yang solehah, apakah ini pasangan yang akan memberikan saya ticket ke surga sebelum surganya ALLAH dan surga yang sesungguhnya dari surganya ALLAH…
Jangan sampai hawa napsu mengendalikan rasa ini, dengan ngotot pokoknya maunya yang ini bukan yang itu, kalo ngotot mungkin akan diqobulkan oleh ALLAH, saya dapat si dia tanpa memperdulikan isyarat ALLAH dan kalau sudah begini jangan marah kalo pas nikah gak bahagia, kan ALLAH sudah kasih isyarat :)
inspirated by * kaa Rindu *
“cinta bisa menjadi anugerah dan bisa jadi musibah”.
Cinta menjadi kenikmatan bila karena ALLAH dan dijalan-NYA (Al-Hubb Fillah wa Lillah). Cinta islami tidaklah mengenal batas ruang dan waktu serta melampaui batas fisik materi, buah yang tak mengenal musim dan tak mengenal status sosial, Cinta yang model ini tak jadi masalah jatuh kepada siapa dan seberapa besar asalkan karena ALLAH.
Cinta karena ALLAH itu tandanya gimana sih ? ketika saya mencintai seseorang kemudian sang jejaka dan saya terus menerus menambah cinta kepada ALLAH dari yang tadinya shalat sekedar shalat wajib menjadi plus plus shalat shalat sunah lainnya, ditambah dengan puasa, ditambah lagi dengan getol tahajud agar ALLAH semakin mencintai saya dan dia, maka inilah indikator cinta karena ALLAH, dan yang paling jitu faktor pengujinya adalah ketika sang kekasih diambil oleh ALLAH, JANGAN marah sama ALLAH terus jadi gak rajin shalat dan puasa lagi :)
Ingat loh bahwa ALLAH maha membolak balikan hati, bisa jadi sekarang cinta besok benci dan sebaliknya, jangan heran dengan rasa yang berubah ini, karena hati kita milik ALLAH… dibalik, diambil, diberi, semua untuk kebaikan kita.
Inilah rumus cinta suci segitiga [dengan sudut atas ALLAH, dan sudut kaki sama sisi adalah saya dan kekasih saya [emang punya De? nah itu masalahnya, gak ada yang mau saya sama :) ] iya, cinta segi tiga dalam Islam adalah cinta proporsional (equilibrium love) dengan santara cinta kepada ALLAH yang tidak menelantarkan cinta kepada manusia, dan cinta kepada manusia yang tidak melalaikan bahkan senantiasa dalam cinta kepada ALLAH yang telah memberi cinta
Dan dua hal yang harus saya dipahami adalah bahwa cinta saya sebagai manusia ini hanya cinta yang berdiri diatas garis pengharapan, hanya dibatas garis pengharapan, karena hasil akhir adalah milik ALLAH, apakah ia akan menjadi jodoh saya atau bukan, saya hanya mampu berdiri diatas garis pengharapan, tidak lebih dari itu…
Yang kedua harus saya pahami adalah jodoh itu adalah hasil pencapaian saya dalam bertakwa kepada ALLAH, “lelaki baik untuk perempuan yang baik, pendusta akan berjodoh dengan pendusta, pemarah akan dijodohkan dengan pemarah dan seterusnya” sungguh ALLAH tidak pernah salah dalam memasangkan hamba hambaNYA, jadi buat yang sudah menikah jangan ngeluh ketika mendapatkan istri yang pemarah, ngaca deh, pasti karena sang lelaki pasti juga pemarah :) kan ALLAH tidak pernah salah memasangkan kan? intinya jika ingin mendapatkan yang baik, maka perbaiki diri terus, hingga baik menurut ALLAH dan pantas dipasangkan dengan lelaki berkalung surban :)
Jadi mungkin benar bahwa cinta itu buta tapi yang pasti cinta itu TIDAK TULI, karena ALLAH memberikan telinga kepada manusia untuk mendengar isyarat ALLAH, gunakan firasat, akal dan semua yang panca indera untuk melihat apakah dia laki laki yang baik, apakah dia perempuan yang solehah, apakah ini pasangan yang akan memberikan saya ticket ke surga sebelum surganya ALLAH dan surga yang sesungguhnya dari surganya ALLAH…
Jangan sampai hawa napsu mengendalikan rasa ini, dengan ngotot pokoknya maunya yang ini bukan yang itu, kalo ngotot mungkin akan diqobulkan oleh ALLAH, saya dapat si dia tanpa memperdulikan isyarat ALLAH dan kalau sudah begini jangan marah kalo pas nikah gak bahagia, kan ALLAH sudah kasih isyarat :)
inspirated by * kaa Rindu *
Kata Terakhir
PUTRI …
Awan berwarna hitam bergelung menutupi sinar matahari yang menyinari kota kembang ini. Bandung kelabu, seperti hatiku yang juga kelabu. Tetesan air yang mulai jatuh kian deras membentuk tirai keperakan.
“Huh … hujan lagi. Kenapa hujan turun sekarang sih, kenapa ngga nanti aja.” desahku kesal.
Ibu menghampiriku, “Ada apa sih, sayang ?”
“Tuhan tidak adil, Ma. Sudah tahu aku tidak suka hujan, Dia malah menurunkan hujan dengan begitu derasnya.”
“Kamu tidak boleh begitu, sayang. Mungkin bagi kamu ini tidak adil, tapi bagaimana bagi para petani atau siapa saja yang sedang mengharapkan turunnya hujan, hujan ini merupakan berkah bagi mereka.” Mama membelai rambutku yang panjang.
Aku menangis, “Hujan mengingatkan aku pada Papa. Hujan yang telah merenggut Papa dari kita semua. Hujan telah membuat seorang istri menjadi seorang janda dan seorang anak menjadi seorang anak yatim. Aku akan teringat kenyataan pahit itu setiap kali aku memandangi derasnya hujan, Ma.” Ucapku emosi.
Mama memelukku, “Putri Utami … kamu tidak boleh terus-terusan begini. Kamu harus mengikhlaskan Papa pergi, Nak. Dia pasti tidak tenang bila mengetahui putrinya masih meratapi kepergiannya, apakah itu yang kamu mau ?”
“Jelas aku tidak mau hal itu menimpa Papa. Maafkan aku, Ma ! Aku akan mencoba untuk ikhlas dan tabah. Apapun akan aku lakukan untuk membuat Papa tenang disana, dan aku juga akan membuat Papa bangga dan tidak menyesal mempunyai putri seperti aku.”
“Tidak ada orang tua yang akan menyesal mempunyai putri seperti kamu, mereka malahan akan bangga jika memiliki putri seperti kamu. Seperti kami, kami bangga dan bersyukur, kami telah melahirkan dan mengasihi seorang anak yang begitu membanggakan seperti kamu.”
“Makasih, Ma !”
“Ya … Sebaiknya kamu cepat berangkat sekolah, nanti terlambat.”
“Aku berangkat dulu ya, Ma !”
“Hati-hati di jalan, ya ! ”
Rumahku cukup dekat dengan sekolahku, untuk sampai di sekolah, hanya memerlukan waktu 15 menit dengan mengendarai mobil. Aku melangkahkan kakiku melewati gerbang SMA PGRI, tempat dimana aku sekolah. Sekolah ini yang telah memberikan aku penghargaan sebagai murid teladan, sekolah ini telah memberikan aku banyak teman. Karna itulah, aku sangat mencitai sekolahku ini.
Di kantin,
Gadis itu memegang tangan pacarnya sambil menangis, “Pokoknya … hik … aku ngga mau putus dari kamu hik … Apa pun yang terjadi hik … aku akan tetap menjadi pacar kamu hik …” Isaknya tertahan.
Laki-laki itu menepiskan tangan halus gadis itu, “Terserah lo deh, bagi gue kita udah putus. Ngerti ? Lo boleh ngaku-ngaku jadi cewe gue, tapi kalau ditanya, gue akan jawab kalo lo itu bukan siapa-siapa gue.” Bentak laki-laki itu.
“Tapi aku masih sayang sama kamu.”
“Gue ngga peduli ama perasaan lo, yang jelas gue udah ngga cinta lagi sama lo. Gue rasa 2 minggu itu adalah waktu yang cukup untuk lo ada di deket gue. Jadi mulai sekarang, jangan deket-deket sama gue lagi.”
Laki-laki itu lalu pergi meninggalkan gadis itu sendiri, menangis … laki-laki itu menoleh sebentar saat mendengar gadis itu menjeritkan namanya. Lalu kembali berjalan menjauhi kantin. Laki-laki itu terus berjalan menuju gudang belakang. saat dia sampai disana, sudah ada beberapa orang yang tidak lain adalah teman-teman laki-laki itu.
Rifky bertolak pinggang, “Gimana, gue udah 2 minggu macarin dia, sesuai dengan kesepakatan.”
Arya menyerahkan uang taruhan pada Rifky. “Iya … lo menang. Nih uangnya, pas 5.000.000.”
“Thank you, ntar malem kita clubbing, gue yang bayarin.”
“ Oke bos. Lo emang jago naklukin cewe.” Ucap Agung bersemangat
Rifky memegang kerahnya, “Gue gitu … mana ada cewe yang bisa nolak gue.” Ucap Rifky sombong
Rangga menghampiri, “Lo yakin ngga ada yang bias nolak lo ? Gimana kalo taruhan lagi.”
“Oke, gue mau taruhan lagi tergantung berapa taruhannya dan siapa targetnya.”
“Taruhannya bukan uang.”dia berhenti sejenak, “Gue akan ngelakuin apa saja kalo lo bisa naklukin cewe yang satu ini. gimana taruhan gue, menarik kan ? lo bisa ngelakuin apa saja ke gue sesuka hati lo. Apapun … Tapi … Kalo lo kalah lo yang akan ngikutin semua keinginan gue. Setuju …”
“Kayaknya lo yakin banget kalo gue ngga akan bisa naklukin cewe ini. siapa sih cewe ini ?”
“Putri Utami …”
“Putri Utami, anak cupu yang pake kacamata tebel dan kutu buku itu ?”
“Gimana lo berani ngga ? Cukup 2 bulan aja.”
“Oke, gue ambil taruhannya.”
Aku tidak mengerti, apa yang sedang diinginkan oleh laki-laki flamboyan itu dariku. Kenapa dari kemarin dia terus mendekatiku. Tiba-tiba saja dia menjadi rajin dan selalu membaca buku di perpustakaan kota, dan anehnya lagi jadwalnya membaca sama dengan jadwal jagaku. Bagaimana dia bisa tahu bahwa aku bekerja sambilan sebagai penjaga buku di perpustakaan kota. Dia juga pulang tepat setelah jam kerjaku habis. Aku mulai risih saat dia mengikutiku pulang.
“Mau apa kamu, ? Kenapa sejak kemarin kamu terus mengikutiku ?”
“Siapa yang ngikutin kamu, ini semua cuma kebetulan doang kok.”
“Orang yang alergi buku kayak kamu tiba-tiba rajin membaca buku. Rumah kamu ada di Dago, tapi kamu malah muter lewat Isola. Biasanya kamu bawa mobil, tapi sekarang kamu mau jalan kaki. Apa itu semua hanya kebetulan saja ?”
Laki-laki itu sedang berpikir, dia sangat kagum pada gadis itu. Betapa jeli matanya, betapa cepat otaknya berpikir, dan betapa cepat dia mengambil kesimpulan seperti itu. “Ternyata kamu memperhatikan aku dengan baik, aku jadi tersanjung.”
“Kamu tidak usah basa-basi lagi. To the point aja, apa yang kamu mau dariku ?”
“Aku cuma mau jadi temen kamu aja kok.”
“Kamu bohong … Kita bahkan tidak saling kenal.”
“Rifky … Namaku Rifky.”
“Itu tetap tidak bisa dijadikan alasan untuk mengikutiku.”
“Oke, aku suka sama kamu. Kamu mau jadi ceweku ngga ?”
“Terima kasih deh. Aku lebih tertarik menyelami dunia maya daripada bertengkar dengan mantan-mantan kamu atau gadis-gadis lain.”
Sebelum dia sempat menjawab ucapanku, aku memberhentikan sebuah Taxi dan naik kedalamnya. “Dadah …”
Sudah hampir satu bulan Rifky melakukan pendekatan pada Putri, tapi Putri tetap pada pendiriannya. Dia belum tergoyahkan sedikitpun. Rifky hampir putus asa. Mungkin yang di Atas merasa kasihan terhadap Rifky, sehingga dia bisa menemukan celah untuk mencairkan kebekuan hati Putri. Saat dia sedang pulang dari perpus, dia dijegat oleh para preman yang selalu meminta uang pada orang-orang yang melewati tempat itu.
“Cewe … main yuk sama abang ! Daripada disini sendirian, mending ikut abang.”
“Apaan sih … tolong jangan ganggu saya.”
“Alah … sok jual mahal lagi. Masih untung ada yang mau. Ngaca dong muka jelek kayak gitu aja belagu.”
“Ah … sana pergi … jangan dekat-dekat dengan saya. Atau saya akan teriak.”
“Silahkan jika kamu mau berteriak. Disini mana ada yang denger, kalaupun ada pasti mereka takut sama abang.”
“Brengsek … dasar kurang ajar. Gue udah peringatin baik-baik. Tapi lo ngga mau nyingkir dari gue. Jangan salahin gue kalau lo semua pada bonyok sama gue.”
Aku bingung, kenapa gaya bicaranya jadi berubah, jadi lebih kasar dan pemberani. Belum hilang kekagetanku akan gaya bicaranya, aku sudah kaget lagi akan gerakannya saat melawan para preman itu. Kalau dari gerakannya, pasti dia sudah sampai sabuk hitam. Tapi itu sangat mustahil mengingat mukanya yang polos dan terlihat lemah itu. Aku terus melihat, satu persatu preman itu ambruk. Sampai akhirnya salah satu dari mereka mengeluarkan pistol dari balik jaketnya.
“Putri awas, di belakang kamu … “ Entah kenapa aku reflek melompat ke arahnya untuk melindunginya dari peluru itu. Dan akibatnya tubuhkulah yang tertembus peluru itu. Seluruh tubuhku merasakan panasnya peluru yang memasuki tubuhku. Aku sempat melihat para preman itu melarikan diri, lalu Putri menghampiriku.
“Ky … kamu ngga apa-apa kan ?”
Aku hanya tersenyum, sudah tahu perutku bersimbah darah, dia masih mengatakan kabarku baik. Aku melihat sebutir air matanya jatuh mengenai perutku yang tertembus timah panas itu.
“Kamu tahan ya, aku akan panggil ambulance dulu.”
Kepalaku mulai pening, aku melihat kepergiannya sampai semuanya menghitam dan dia tidak tahu apa-apa lagi.
Perlahan kubuka mataku, suasana putih membalut penglihatanku, bau obat-obatan sangat menusuk hidungku. Rumah sakit … kenapa harus dirumah sakit sih. Kepalaku masih terasa berdenyut-denyut, pusing sekali rasanya. Kuedarkan mataku menyapu bagian dalam ruang rawat ini. Mataku tertahan oleh sesosok gadis yang sedang tertidur nyenyak di samping tempat tidurku. Aku membelainya lembut, tapi dia hanya bergumam lalu kembali terlelap. Aku melihat bulatan hitam di sekitar matanya. Sudah berapa lama aku tak sadarkan diri ? Sudah berapa lama dia menjagaku disini ?
Gadis itu membuka matanya, dan dia terkejut melihat aku yang telah sadar. Dia langsung berlari ke arah luar dan berteriak, entah untuk memanggil dokter atau membuat seluruh pasien terbangun.
Tak lama berselang, dokter itu masuk dan memeriksaku. “Apa yang kamu rasakan sekarang ?” Aku termenung sejenak untuk mencerna kata-kata sang dokter. Apa yang dimaksud rasanya ? Rasa ditembak atau rasa bosan terbaring di rumah sakit ini ? “Hanya sedikit pusing dan agak mual.” Jelasku memegang kepala.
“Jelas kamu mual, sudah tiga hari ini kamu tidak sadarkan diri.”
“Apa … tiga hari … Sudah selama itu ?”
“Ya, peluru itu hampir mengenai hati kamu. Jadi kami pun sangat hati-hati mengeluarkan peluru itu agar tidak menyebabkan kerusakan baru.”
“Apakah akan ada efek lainnya setelah dia sembuh, Dok ?”
“Saya tidak tahu, tapi kalau dipantau dari perkembangan fisiknya. Sepertinya dia tidak akan mengalami efek apa-apa pasca kecelakaan ini. Mungkin hanya nyeri sedikit dan bekas jahitan operasinya.”
“Syukurlah … “
“Apakah kalian sudah selesai berbincang-bincangnya ? Kalau sudah, boleh aku minta makanan ? Perutku sedang menggelar konser besar-besaran saat ini.”
“Oh … baiklah.” Dokter itu menuju intercom yang ada di kamar ini. “Suster, tolong bawakan makanan khusus pasien pasca operasi ke ruang 515. Segera !”
“Makanan pasien pasca operasi … makanan jenis apa itu, Dok ?”
“Yah, sejenis makanan lunak.”
“Oh tidak … ternyata aku memang membenci rumah sakit.”
“Hanya itu yang dapat kami berikan saat ini, jika kamu ingin usus kamu rusak atau sobek, kamu dapat membeli makanan lain.”
“Oke, aku akan memakan apapun yang kalian sediakan saat ini. Tapi setelah baikan, aku tidak mau menyentuh makanan apapun dari rumah sakit ini.”
Suster itu masuk dengan membawa nampan, “Makanan ini mau disimpan dimana, dok ?”
“Berikan saja pada gadis itu.” Pandangannya melirik jahil pada kami, “Kamu tidak perlu suster untuk menyuapi kamu, kan ? Kan ada gadis kamu disini,” dia melirik kearah Putri. “Kamu maukan nyuapin dia makan ?”
“Dengan senang hati.”
Entah lapar atau karena Putri yang menyuapiku, aku makan dengan begitu lahapnya. “Aku berterima kasih karena kamu sudah menyelamatkan aku. Kalau kamu tidak ada disana, entah apa yang akan terjadi padaku.” Desahnya lega.
“Tentu saja kamu tidak akan kenapa-kenapa.”
“Ya, mereka curang. Mereka menggunakan senjata api, kalau mereka tidak menggunakan pistol, pasti aku yang akan jadi pemenangnya.” Ucapnya bangga.
“Oh ya … aku tidak tahu kamu jago karate ? Sudah sabuk apa ?”
“Sabuk hitam tingkat tiga, aku memang tidak pernah mempublikasikannya karena tidak ada gunanya.”
“Aku juga sabuk hitam, tapi sudah tingkat lima.”
Kami terdiam sesaat, “Kenapa kamu mau membahayakan nyawa kamu hanya untuk menyelamatkanku ?”
“Memang aku tidak boleh nolong kamu ?”
“Bukannya begitu, kebanyakan orang lain hanya melihat saja tidak pernah mau membantu.”
“Setiap manusia diwajibkan untuk saling tolong menolong.”
“Terima kasih. Apa yang harus aku lakukan untuk mengungkapkan perasaan terima kasihku ini ?”
“Ehm ……………… boleh minta apa saja ?”
“Iya, selama itu tidak bertentangan dengan kebenaran, aku akan melakukan sebisaku.”
“Kalau begitu, aku ingin kamu jadi pacarku !”
“Hah ……… “
2 tahun kemudian ….
Handphoneku berbunyi tepat saat aku baru keluar dari kamar mandi. Tertera nama Rifky di layar handphoneku itu. “Ada apa, Ky ?”
“Nanti jadi kan, yang ?” Tanyanya lembut
“Nanti … memang ada apa dengan nanti ?”
“Tuh kan, kamu lupa lagi. Nanti malam kan kita mau jalan.”
“Ya udah … kamu jemput aku aja.”
“Bye honey.”
“Bye …”
Tak terasa sudah dua tahun aku jadi pacarnya Rifky. Aku tidak pernah merasa benar-benar bahagia disisinya. Aku tahu, dulu dia mendekatiku hanya karna sedang taruhan, aku mengetahuinya saat Rifky menyuruh beberapa orang laki-laki mengenakan pakaian badut dan berkeliling sekolah. Mereka adalah orang-orang yang kalah taruhan. Walaupun aku tahu bahwa aku hanya dijadikan barang taruhan, tapi tetap saja aku menerimanya sebagai pacarku. Walau sudah dua tahun kami pacaran dan berulang kali dia mengucapkan kata cinta, aku tetap ragu padanya. Apa kata cinta yang dia ucapkan sama dengan cinta yang bergejolak di hatiku.
Mama masuk ke kamarku, dia pasti mengetahui bahwa hati putrinya sedang galau. “Ada apa dengan kamu, Nak ? Wajahmu terlihat gelisah dan banyak masalah ?”
Tak ada gunanya aku berbohong dengan Mama, “Aku sedang bimbang dengan perasaanku, Ma.”
“Kamu bimbang tentang Rifky lagi. Kamu sangat mencitainya tapi kamu tidak tahu apa Rifky mencintaimu juga ?”
Aku memandang Mama, begitu hebatnya dia. “Aka hanya gadis biasa yang tidak memiliki talenta gadis-gadis yang biasa dipacarinya. Dulu dia memacariku hanya karna taruhan, Ma. Tapi setelah dua tahun berlalu, dia tetap berada di sisiku dan terus membisikan kata-kata cinta. Aku bingung apa arti dari kata-katanya itu. Apakah ungkapan hatinya, atau hanya kata-kata kiasan yang keluar dari bibirnya.” Aku mulai terisak.
Mama memelukku, “Bagi Mama, kamu orang yang paling Mama dan Papa cintai. Dan Mama yakin, Rifky juga sangat mencintai kamu. Mungkin dia dulu memang bersalah, tapi kamu harus bangga. Karna kamu telah membuat Rifky sadar dan jatuh cinta sama kamu.”
“Bagaimana aku tahu bahwa dia mencintaiku ?”
“Kalau dia tidak mencintaimu, dia tak akan mengorbankan nyawanya hanya untuk kamu. Dia tidak akan susah-susah membujuk kamu untuk menjadi kekasihnya, padahal dengan wajah tampannya itu dia bisa memikat banyak wanita. Dia akan mutusin kamu setelah dua bulan, bila dia memang hanya berniat taruhan. Tapi nyatanya dia masih menjadi pacar kamu walaupun sudah dua tahun berlalu. Dia tidak akan berani kesini menghadap Mama jika memang dia cuma ingin mempermainkan kamu saja. Kamu harus percaya sama cinta kamu itu.” Mama memelukkku lagi.
Aku hanya terdiam mendengarkan kata-kata Mama.
“Mama mau belanja dulu, sebaiknya kamu pikir baik-baik ucapan Mama itu !”
Aku memikirkan kata-kata Mama lagi, semua itu memang ada benarnya. Perasaanku mulai membaik, dan otakku pun mulai cerah. Aku mencintainya, maka dia pun harus mencintaiku. Itu sudah kuputuskan. Aku akan berjuang untuk mendapatkan cintaku.
Aku mengambil handphoneku, lalu menghubungi Rifky.
Terdengar alunan musik favoritku, bagaimana mungkin aku berpikiran bahwa Rifky tidak mencintaiku. Dia sangat memperhatikan aku, terdengar suara yang sangat kukenal, “Ada apa, yang ? Kok tumben nelpon aku ?”
“Ehm … honey …” aku terdiam sejenak, begitupun suara disebrang yang ikut terhening. “Nanti malam, kita jadi jalan ?” Tanyaku ragu-ragu.
Rifky terdiam, “Coba bilang lagi !”
Aku tahu apa yang dia maksud. Selama 2 tahun kami jadian, aku memang tidak pernah mengatakan kata-kata cinta apa adanya. “Honey … Nanti malam kita jadi jalan ?”
“Jadi … nanti jam 7 aku jemput di rumah.“
“Ngga usah, aku tunggu di restoran aja ya ! Soalnya sorenya aku ada perlu disekitar situ.”
“Ya udah, sampai ketemu lagi ya ! I Love You, My Princess !” Dia mengucapkan dengan berat hati
Aku mendengar suaranya aneh, tidak seperti biasanya. Dia mengucapkan ‘sampai ketemu lagi’ seakan-akan dia mau pergi jauh.meninggalkanku. Ah tidak mungkin, pasti aku salah. Pokoknya nanti malam aku harus mengucapkan cintaku yang selama ini kupendam. Ji a yo !
Pukul 19.00 aku sudah tiba di restoran tempat kami janji bertemu. Saat aku memasuki restoran itu, seorang Waitress menghampiriku dan mengantarkanku ke tempat yang katanya sudah di pesan oleh Rifky. Aku bingung bagaimana pelayan itu tahu aku ini pasangan Rifky. Saat aku tanya, dia hanya menjawab ‘Mas Rifky berpesan, bila ada seorang gadis berbaju sutra biru laut datang, dia disuruh menempati ruangan yang telah Rifky pesan’. Aku menjadi lebih bingung, baju ini baru aku beli tadi sore, aku sengaja membeli untuk acara ini. jadi, bagaimana dia tahu tentang baju ini ?
Sesaat aku terpana dengan ruangan yang dipesan Rifky, suasana putih membalut ruangan itu. ruangan itu dipenuhi oleh mawar dan melati putih yang menebarkan keharuman keseluruh ruangan. Ah … betapa romantisnya kekasihku ini. Aku udah tidak sabar ingin bertemu dengannya.
Sudah pukul 20.00 tapi Rifky belum datang. Aku melihat ke sekelilingku. Karna kamubegitu romantis, aku tidak akan menghukum saat kamu datang nanti.
“Terima kasih kalau begitu, aku sudah takut dimarahi olehmu.”
Aku menghampirinya dan memeluknya, ada perasaan lain saat aku memeluknya. Dia begitu tenang dan dia juga memberikan aku ketenangan itu, tapi pelukan itu tidak mengeluarkan kehatan seperti biasanya. Aku merasakan tubuh yang begitu dingin. “Honey … kamu sakit ya ? Kalau kamu sakit, kita batain aja makan malamnya.”
Dia membelaiku dengan tanggannya yang terasa semakin dingin itu, “Aku ngga apa-apa kok. Ada sesuatu yang harus aku katakana sama kamu”
“Kita ngomongnya besok aja ya !”
“Aku ngga punya besok, aku hanya punya saat ini.”
“Apa maksud kamu ?”
“Aku sangat mencintai kamu. Jiwa dan ragaku sangat mencintai kamu. Apapun yang terjadi padaku, hidup ataupun mati, aku akan tetap mencintai kamu. Kamu adalah satu-satunya cinta dalam hidupku yang pernah aku miliki. Aku tidak akan melupakan itu.”
Aku tertegun, ucapannya begitu aneh. “Aku juga mencintai kamu. Kamu adalah orang yang pertama aku cintai dan mungkin akan jadi orang terakhir yang aku cintai.”
“Jangan … jangan jadikan aku orang terakhir, jadikan aku orang pertama tapi jangan jadikan aku orang terakhir yang kau berikan cinta sucimu ini. aku harus pergi sekarang. Jaga dirimu baik-baik !”
“Kamu mau pergi kemana ? Aku ikut kamu ya ?”
“Aku mau pergi jauh dan aku tidak akan membawa kamu.”
“Kenapa kamu ngga mau ngajak aku ? Kamu marah sama aku ya ?”
“Aku tidak marah sama kamu, hanya saja belum waktunya kamu ikut denganku.”
“Aku tak peduli, pokoknya aku mau ikut sama kamu.”
Rifky tidak menjawab, dia malah pergi menjauhiku. Aku bingung dan terus memandangnya menjauhiku, dia melayang, dia terbang menjauhiku. “Kamu mau kemana ? Jangan tinggalkan aku sendirian ! Ajak aku bersama kamu ! Aku mencintai kamu. Rifky ………………… Rifky …………………”
Seorang pelayan membangunkanku, “Mba … mba … mba … bangun, mba.” Dia menggerakan badanku perlahan.
Saat kubuka mata, aku tenang ternyata hanya mimpi. “Ada apa ?” Tanyaku pada pelayan itu.
Pelayan itu melihatku dengan sedih, “Ini ada titipan dari Mas Rifky, saya disuruh memberikannya pada mba bila sesuatu menimpa dirinya dan dia tidak bisa memberikannya sendiri pada mba.”
Aku pucat, kembali mengingat mimpiku. “Apa yang terjadi dengan Rifky? Jawab ! Kenapa kamu diam saja ?”
Pelayan itu menatapku iba, “Dia mengalami kecelakaan saat menuju kesini. Pihak rumah sakit baru saja memberitahu, anda disuruh kesana secepatnya.”
Tanpa menunggu lebih lama lagi, aku berlari meninggalkan restoran itu. Aku tidak tahu sudah berapa jauh aku berlari, yang aku tahu aku harus terus berlari. Aku terus berlari menembus tirai keperakan air hujan. Jangan … jangan Kau ambil dia dariku lagi. Saat aku menembus tirai keperakan ini 10 tahun yang lalu, Kau telah merenggut Papaku. Jangan Kau rebut kekasihku saat aku menembus tirai keperakan ini lagi. Saat aku tiba di Rumah Sakit, aku langsung menuju kamar inapnya. Aku memasuki ruangan itu dengan perasaan berdebar-debar. Selimut putih telah menutupi seluruh badan pasien ruangan itu. Aku menangis … entah untuk yang keberapa kalinya aku menangis.
“Ya Tuhan … mengapa Kau ambil cintaku lagi ? Kenapa … Kenapa harus aku yang mengalami semua ini ? Apa salahku pada-Mu. Jawab aku ya Tuhanku !”
Dokter yang menangani Rifky itu adalah dokter Frans, dokter yang pernah merawatnya dulu. “Sabarlah, Nak ! Mungkin Tuhan berkehendak lain pada jalan hidupmu.”
“Kehendak apa lagi ? Dia selalu membuatku menderita.”
“Percayalah Allah tidak akan memberi cobaan melebihi kemampuan hamba-hambanya.”
“Tapi ini semua sudah di atas kemampuanku. Tidak cukupkah Dia memberi penderitaan saat mengambil Papaku ? Kenapa saat ini Dia juga mengambil Kekasihku. Begitu bencikah Dia padaku ?”
“Tabahkanlah hatimu, Nak ! Sungguh, Allah pasti mengasihi hambanya yang berjiwa lapang dan berhati ikhlas. Ikhlaskanlah dia pergi, agar dia tenang di alam sana !”
Aku terus memandang gundukan tanah merah di hadapanku. Perlahan aku menyentuh batu nisan itu, disana tertera nama Rifky Ramanda. Air mataku enggan keluar. Kering rasanya mata ini, selalu menghantarkan orang-orang yang aku cintai, ke tempat peristirahatan panjangnya. Aku masih memegang surat dari Rifky. Aku selalu menyimpannya tanpa berani membukanya. Aku selalu berharap ini semua hanya mimpi terburuk yang pernah aku alami. Tapi … yang terjadi ini adalah sebuah kenyataan yang harus aku terima dengan lapang dada. Aku memandang secarik kertas di tanganku, surat ini surat terakhir dari Rifky.
MY POETRI
Aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku
dan
Aku yakin kau pun sangat mencintaiku
Jangan tangisi kepergianku
Anggap saja aku sedang berlibur
Yang suatu saat akan kembali
Tapi …
Bukan aku yang akan kembali padamu
Kau yang akan kembali kepadaku
Selamat tinggal
Cinta …
Kita pasti akan bertemu kembali
I LOVE YOU
Air mataku jatuh membasahi surat itu.
“Aku juga sangat mencintaimu … Selamat tinggal sayang … Semoga kau tenang di alam sana !“ aku melangkahkan kakiku menjauhi pemakaman. Aku menarik napas panjang-panjang dan menghembuskannya perlahan. “Walaupun kau telah tiada, kau akan selalu hidup dalam diriku. Walaupun aku menemukan cinta baru, cintamu akan tetap bersemi dalam relung hatiku. Karena aku selalu mencintai kamu.”
**~ TAMAT~**
Diperbarui lebih dari satu tahun yang lalu · Komentari · Suka
sebuah puisi
Bagikan
26 Februari 2009 jam 14:29
Pepen Orang Baik … Sungguh ?????
Aku orang baik … sungguh …
Walau aku hanya pengemudi taksi
Walau itu tak bertahan lama
Mengapa ???
Karena aku orang baik
Mobil berganti ruang
Aku … satpam sebuah bank
Itupun tak lama
Terjadi perampokan …
Terluka …
Dipenjara karena dituduh terlibat …
Aku jalani dengan kelapangan hati
Mengapa ???
Karena aku orang baik
Preman berhati baja, Joni krempeng …
Dia membujuk menuju kegelapan
Dia membujuk menjauhi cahaya
Dia membujuk menanggalkan hati nurani
Menculik anak gadis Pak Kyai
Seorang gadis berjilbab … Ayu Arianda …
Ini salah …
Joni salah …
Aku salah …
Uang melayang …
Joni terjengkang …
Aku terkekang … di penjara …
Ya … penjara lagi …
Hati emas gadis itu menyinari gelapnya hatiku
Namanya seayu wajahnya … Ayu Arianda …
Aku salah …
Aku sadar …
Kini …
Aku orang baik … sungguh …
Aku orang baik ?????
Awan berwarna hitam bergelung menutupi sinar matahari yang menyinari kota kembang ini. Bandung kelabu, seperti hatiku yang juga kelabu. Tetesan air yang mulai jatuh kian deras membentuk tirai keperakan.
“Huh … hujan lagi. Kenapa hujan turun sekarang sih, kenapa ngga nanti aja.” desahku kesal.
Ibu menghampiriku, “Ada apa sih, sayang ?”
“Tuhan tidak adil, Ma. Sudah tahu aku tidak suka hujan, Dia malah menurunkan hujan dengan begitu derasnya.”
“Kamu tidak boleh begitu, sayang. Mungkin bagi kamu ini tidak adil, tapi bagaimana bagi para petani atau siapa saja yang sedang mengharapkan turunnya hujan, hujan ini merupakan berkah bagi mereka.” Mama membelai rambutku yang panjang.
Aku menangis, “Hujan mengingatkan aku pada Papa. Hujan yang telah merenggut Papa dari kita semua. Hujan telah membuat seorang istri menjadi seorang janda dan seorang anak menjadi seorang anak yatim. Aku akan teringat kenyataan pahit itu setiap kali aku memandangi derasnya hujan, Ma.” Ucapku emosi.
Mama memelukku, “Putri Utami … kamu tidak boleh terus-terusan begini. Kamu harus mengikhlaskan Papa pergi, Nak. Dia pasti tidak tenang bila mengetahui putrinya masih meratapi kepergiannya, apakah itu yang kamu mau ?”
“Jelas aku tidak mau hal itu menimpa Papa. Maafkan aku, Ma ! Aku akan mencoba untuk ikhlas dan tabah. Apapun akan aku lakukan untuk membuat Papa tenang disana, dan aku juga akan membuat Papa bangga dan tidak menyesal mempunyai putri seperti aku.”
“Tidak ada orang tua yang akan menyesal mempunyai putri seperti kamu, mereka malahan akan bangga jika memiliki putri seperti kamu. Seperti kami, kami bangga dan bersyukur, kami telah melahirkan dan mengasihi seorang anak yang begitu membanggakan seperti kamu.”
“Makasih, Ma !”
“Ya … Sebaiknya kamu cepat berangkat sekolah, nanti terlambat.”
“Aku berangkat dulu ya, Ma !”
“Hati-hati di jalan, ya ! ”
Rumahku cukup dekat dengan sekolahku, untuk sampai di sekolah, hanya memerlukan waktu 15 menit dengan mengendarai mobil. Aku melangkahkan kakiku melewati gerbang SMA PGRI, tempat dimana aku sekolah. Sekolah ini yang telah memberikan aku penghargaan sebagai murid teladan, sekolah ini telah memberikan aku banyak teman. Karna itulah, aku sangat mencitai sekolahku ini.
Di kantin,
Gadis itu memegang tangan pacarnya sambil menangis, “Pokoknya … hik … aku ngga mau putus dari kamu hik … Apa pun yang terjadi hik … aku akan tetap menjadi pacar kamu hik …” Isaknya tertahan.
Laki-laki itu menepiskan tangan halus gadis itu, “Terserah lo deh, bagi gue kita udah putus. Ngerti ? Lo boleh ngaku-ngaku jadi cewe gue, tapi kalau ditanya, gue akan jawab kalo lo itu bukan siapa-siapa gue.” Bentak laki-laki itu.
“Tapi aku masih sayang sama kamu.”
“Gue ngga peduli ama perasaan lo, yang jelas gue udah ngga cinta lagi sama lo. Gue rasa 2 minggu itu adalah waktu yang cukup untuk lo ada di deket gue. Jadi mulai sekarang, jangan deket-deket sama gue lagi.”
Laki-laki itu lalu pergi meninggalkan gadis itu sendiri, menangis … laki-laki itu menoleh sebentar saat mendengar gadis itu menjeritkan namanya. Lalu kembali berjalan menjauhi kantin. Laki-laki itu terus berjalan menuju gudang belakang. saat dia sampai disana, sudah ada beberapa orang yang tidak lain adalah teman-teman laki-laki itu.
Rifky bertolak pinggang, “Gimana, gue udah 2 minggu macarin dia, sesuai dengan kesepakatan.”
Arya menyerahkan uang taruhan pada Rifky. “Iya … lo menang. Nih uangnya, pas 5.000.000.”
“Thank you, ntar malem kita clubbing, gue yang bayarin.”
“ Oke bos. Lo emang jago naklukin cewe.” Ucap Agung bersemangat
Rifky memegang kerahnya, “Gue gitu … mana ada cewe yang bisa nolak gue.” Ucap Rifky sombong
Rangga menghampiri, “Lo yakin ngga ada yang bias nolak lo ? Gimana kalo taruhan lagi.”
“Oke, gue mau taruhan lagi tergantung berapa taruhannya dan siapa targetnya.”
“Taruhannya bukan uang.”dia berhenti sejenak, “Gue akan ngelakuin apa saja kalo lo bisa naklukin cewe yang satu ini. gimana taruhan gue, menarik kan ? lo bisa ngelakuin apa saja ke gue sesuka hati lo. Apapun … Tapi … Kalo lo kalah lo yang akan ngikutin semua keinginan gue. Setuju …”
“Kayaknya lo yakin banget kalo gue ngga akan bisa naklukin cewe ini. siapa sih cewe ini ?”
“Putri Utami …”
“Putri Utami, anak cupu yang pake kacamata tebel dan kutu buku itu ?”
“Gimana lo berani ngga ? Cukup 2 bulan aja.”
“Oke, gue ambil taruhannya.”
Aku tidak mengerti, apa yang sedang diinginkan oleh laki-laki flamboyan itu dariku. Kenapa dari kemarin dia terus mendekatiku. Tiba-tiba saja dia menjadi rajin dan selalu membaca buku di perpustakaan kota, dan anehnya lagi jadwalnya membaca sama dengan jadwal jagaku. Bagaimana dia bisa tahu bahwa aku bekerja sambilan sebagai penjaga buku di perpustakaan kota. Dia juga pulang tepat setelah jam kerjaku habis. Aku mulai risih saat dia mengikutiku pulang.
“Mau apa kamu, ? Kenapa sejak kemarin kamu terus mengikutiku ?”
“Siapa yang ngikutin kamu, ini semua cuma kebetulan doang kok.”
“Orang yang alergi buku kayak kamu tiba-tiba rajin membaca buku. Rumah kamu ada di Dago, tapi kamu malah muter lewat Isola. Biasanya kamu bawa mobil, tapi sekarang kamu mau jalan kaki. Apa itu semua hanya kebetulan saja ?”
Laki-laki itu sedang berpikir, dia sangat kagum pada gadis itu. Betapa jeli matanya, betapa cepat otaknya berpikir, dan betapa cepat dia mengambil kesimpulan seperti itu. “Ternyata kamu memperhatikan aku dengan baik, aku jadi tersanjung.”
“Kamu tidak usah basa-basi lagi. To the point aja, apa yang kamu mau dariku ?”
“Aku cuma mau jadi temen kamu aja kok.”
“Kamu bohong … Kita bahkan tidak saling kenal.”
“Rifky … Namaku Rifky.”
“Itu tetap tidak bisa dijadikan alasan untuk mengikutiku.”
“Oke, aku suka sama kamu. Kamu mau jadi ceweku ngga ?”
“Terima kasih deh. Aku lebih tertarik menyelami dunia maya daripada bertengkar dengan mantan-mantan kamu atau gadis-gadis lain.”
Sebelum dia sempat menjawab ucapanku, aku memberhentikan sebuah Taxi dan naik kedalamnya. “Dadah …”
Sudah hampir satu bulan Rifky melakukan pendekatan pada Putri, tapi Putri tetap pada pendiriannya. Dia belum tergoyahkan sedikitpun. Rifky hampir putus asa. Mungkin yang di Atas merasa kasihan terhadap Rifky, sehingga dia bisa menemukan celah untuk mencairkan kebekuan hati Putri. Saat dia sedang pulang dari perpus, dia dijegat oleh para preman yang selalu meminta uang pada orang-orang yang melewati tempat itu.
“Cewe … main yuk sama abang ! Daripada disini sendirian, mending ikut abang.”
“Apaan sih … tolong jangan ganggu saya.”
“Alah … sok jual mahal lagi. Masih untung ada yang mau. Ngaca dong muka jelek kayak gitu aja belagu.”
“Ah … sana pergi … jangan dekat-dekat dengan saya. Atau saya akan teriak.”
“Silahkan jika kamu mau berteriak. Disini mana ada yang denger, kalaupun ada pasti mereka takut sama abang.”
“Brengsek … dasar kurang ajar. Gue udah peringatin baik-baik. Tapi lo ngga mau nyingkir dari gue. Jangan salahin gue kalau lo semua pada bonyok sama gue.”
Aku bingung, kenapa gaya bicaranya jadi berubah, jadi lebih kasar dan pemberani. Belum hilang kekagetanku akan gaya bicaranya, aku sudah kaget lagi akan gerakannya saat melawan para preman itu. Kalau dari gerakannya, pasti dia sudah sampai sabuk hitam. Tapi itu sangat mustahil mengingat mukanya yang polos dan terlihat lemah itu. Aku terus melihat, satu persatu preman itu ambruk. Sampai akhirnya salah satu dari mereka mengeluarkan pistol dari balik jaketnya.
“Putri awas, di belakang kamu … “ Entah kenapa aku reflek melompat ke arahnya untuk melindunginya dari peluru itu. Dan akibatnya tubuhkulah yang tertembus peluru itu. Seluruh tubuhku merasakan panasnya peluru yang memasuki tubuhku. Aku sempat melihat para preman itu melarikan diri, lalu Putri menghampiriku.
“Ky … kamu ngga apa-apa kan ?”
Aku hanya tersenyum, sudah tahu perutku bersimbah darah, dia masih mengatakan kabarku baik. Aku melihat sebutir air matanya jatuh mengenai perutku yang tertembus timah panas itu.
“Kamu tahan ya, aku akan panggil ambulance dulu.”
Kepalaku mulai pening, aku melihat kepergiannya sampai semuanya menghitam dan dia tidak tahu apa-apa lagi.
Perlahan kubuka mataku, suasana putih membalut penglihatanku, bau obat-obatan sangat menusuk hidungku. Rumah sakit … kenapa harus dirumah sakit sih. Kepalaku masih terasa berdenyut-denyut, pusing sekali rasanya. Kuedarkan mataku menyapu bagian dalam ruang rawat ini. Mataku tertahan oleh sesosok gadis yang sedang tertidur nyenyak di samping tempat tidurku. Aku membelainya lembut, tapi dia hanya bergumam lalu kembali terlelap. Aku melihat bulatan hitam di sekitar matanya. Sudah berapa lama aku tak sadarkan diri ? Sudah berapa lama dia menjagaku disini ?
Gadis itu membuka matanya, dan dia terkejut melihat aku yang telah sadar. Dia langsung berlari ke arah luar dan berteriak, entah untuk memanggil dokter atau membuat seluruh pasien terbangun.
Tak lama berselang, dokter itu masuk dan memeriksaku. “Apa yang kamu rasakan sekarang ?” Aku termenung sejenak untuk mencerna kata-kata sang dokter. Apa yang dimaksud rasanya ? Rasa ditembak atau rasa bosan terbaring di rumah sakit ini ? “Hanya sedikit pusing dan agak mual.” Jelasku memegang kepala.
“Jelas kamu mual, sudah tiga hari ini kamu tidak sadarkan diri.”
“Apa … tiga hari … Sudah selama itu ?”
“Ya, peluru itu hampir mengenai hati kamu. Jadi kami pun sangat hati-hati mengeluarkan peluru itu agar tidak menyebabkan kerusakan baru.”
“Apakah akan ada efek lainnya setelah dia sembuh, Dok ?”
“Saya tidak tahu, tapi kalau dipantau dari perkembangan fisiknya. Sepertinya dia tidak akan mengalami efek apa-apa pasca kecelakaan ini. Mungkin hanya nyeri sedikit dan bekas jahitan operasinya.”
“Syukurlah … “
“Apakah kalian sudah selesai berbincang-bincangnya ? Kalau sudah, boleh aku minta makanan ? Perutku sedang menggelar konser besar-besaran saat ini.”
“Oh … baiklah.” Dokter itu menuju intercom yang ada di kamar ini. “Suster, tolong bawakan makanan khusus pasien pasca operasi ke ruang 515. Segera !”
“Makanan pasien pasca operasi … makanan jenis apa itu, Dok ?”
“Yah, sejenis makanan lunak.”
“Oh tidak … ternyata aku memang membenci rumah sakit.”
“Hanya itu yang dapat kami berikan saat ini, jika kamu ingin usus kamu rusak atau sobek, kamu dapat membeli makanan lain.”
“Oke, aku akan memakan apapun yang kalian sediakan saat ini. Tapi setelah baikan, aku tidak mau menyentuh makanan apapun dari rumah sakit ini.”
Suster itu masuk dengan membawa nampan, “Makanan ini mau disimpan dimana, dok ?”
“Berikan saja pada gadis itu.” Pandangannya melirik jahil pada kami, “Kamu tidak perlu suster untuk menyuapi kamu, kan ? Kan ada gadis kamu disini,” dia melirik kearah Putri. “Kamu maukan nyuapin dia makan ?”
“Dengan senang hati.”
Entah lapar atau karena Putri yang menyuapiku, aku makan dengan begitu lahapnya. “Aku berterima kasih karena kamu sudah menyelamatkan aku. Kalau kamu tidak ada disana, entah apa yang akan terjadi padaku.” Desahnya lega.
“Tentu saja kamu tidak akan kenapa-kenapa.”
“Ya, mereka curang. Mereka menggunakan senjata api, kalau mereka tidak menggunakan pistol, pasti aku yang akan jadi pemenangnya.” Ucapnya bangga.
“Oh ya … aku tidak tahu kamu jago karate ? Sudah sabuk apa ?”
“Sabuk hitam tingkat tiga, aku memang tidak pernah mempublikasikannya karena tidak ada gunanya.”
“Aku juga sabuk hitam, tapi sudah tingkat lima.”
Kami terdiam sesaat, “Kenapa kamu mau membahayakan nyawa kamu hanya untuk menyelamatkanku ?”
“Memang aku tidak boleh nolong kamu ?”
“Bukannya begitu, kebanyakan orang lain hanya melihat saja tidak pernah mau membantu.”
“Setiap manusia diwajibkan untuk saling tolong menolong.”
“Terima kasih. Apa yang harus aku lakukan untuk mengungkapkan perasaan terima kasihku ini ?”
“Ehm ……………… boleh minta apa saja ?”
“Iya, selama itu tidak bertentangan dengan kebenaran, aku akan melakukan sebisaku.”
“Kalau begitu, aku ingin kamu jadi pacarku !”
“Hah ……… “
2 tahun kemudian ….
Handphoneku berbunyi tepat saat aku baru keluar dari kamar mandi. Tertera nama Rifky di layar handphoneku itu. “Ada apa, Ky ?”
“Nanti jadi kan, yang ?” Tanyanya lembut
“Nanti … memang ada apa dengan nanti ?”
“Tuh kan, kamu lupa lagi. Nanti malam kan kita mau jalan.”
“Ya udah … kamu jemput aku aja.”
“Bye honey.”
“Bye …”
Tak terasa sudah dua tahun aku jadi pacarnya Rifky. Aku tidak pernah merasa benar-benar bahagia disisinya. Aku tahu, dulu dia mendekatiku hanya karna sedang taruhan, aku mengetahuinya saat Rifky menyuruh beberapa orang laki-laki mengenakan pakaian badut dan berkeliling sekolah. Mereka adalah orang-orang yang kalah taruhan. Walaupun aku tahu bahwa aku hanya dijadikan barang taruhan, tapi tetap saja aku menerimanya sebagai pacarku. Walau sudah dua tahun kami pacaran dan berulang kali dia mengucapkan kata cinta, aku tetap ragu padanya. Apa kata cinta yang dia ucapkan sama dengan cinta yang bergejolak di hatiku.
Mama masuk ke kamarku, dia pasti mengetahui bahwa hati putrinya sedang galau. “Ada apa dengan kamu, Nak ? Wajahmu terlihat gelisah dan banyak masalah ?”
Tak ada gunanya aku berbohong dengan Mama, “Aku sedang bimbang dengan perasaanku, Ma.”
“Kamu bimbang tentang Rifky lagi. Kamu sangat mencitainya tapi kamu tidak tahu apa Rifky mencintaimu juga ?”
Aku memandang Mama, begitu hebatnya dia. “Aka hanya gadis biasa yang tidak memiliki talenta gadis-gadis yang biasa dipacarinya. Dulu dia memacariku hanya karna taruhan, Ma. Tapi setelah dua tahun berlalu, dia tetap berada di sisiku dan terus membisikan kata-kata cinta. Aku bingung apa arti dari kata-katanya itu. Apakah ungkapan hatinya, atau hanya kata-kata kiasan yang keluar dari bibirnya.” Aku mulai terisak.
Mama memelukku, “Bagi Mama, kamu orang yang paling Mama dan Papa cintai. Dan Mama yakin, Rifky juga sangat mencintai kamu. Mungkin dia dulu memang bersalah, tapi kamu harus bangga. Karna kamu telah membuat Rifky sadar dan jatuh cinta sama kamu.”
“Bagaimana aku tahu bahwa dia mencintaiku ?”
“Kalau dia tidak mencintaimu, dia tak akan mengorbankan nyawanya hanya untuk kamu. Dia tidak akan susah-susah membujuk kamu untuk menjadi kekasihnya, padahal dengan wajah tampannya itu dia bisa memikat banyak wanita. Dia akan mutusin kamu setelah dua bulan, bila dia memang hanya berniat taruhan. Tapi nyatanya dia masih menjadi pacar kamu walaupun sudah dua tahun berlalu. Dia tidak akan berani kesini menghadap Mama jika memang dia cuma ingin mempermainkan kamu saja. Kamu harus percaya sama cinta kamu itu.” Mama memelukkku lagi.
Aku hanya terdiam mendengarkan kata-kata Mama.
“Mama mau belanja dulu, sebaiknya kamu pikir baik-baik ucapan Mama itu !”
Aku memikirkan kata-kata Mama lagi, semua itu memang ada benarnya. Perasaanku mulai membaik, dan otakku pun mulai cerah. Aku mencintainya, maka dia pun harus mencintaiku. Itu sudah kuputuskan. Aku akan berjuang untuk mendapatkan cintaku.
Aku mengambil handphoneku, lalu menghubungi Rifky.
Terdengar alunan musik favoritku, bagaimana mungkin aku berpikiran bahwa Rifky tidak mencintaiku. Dia sangat memperhatikan aku, terdengar suara yang sangat kukenal, “Ada apa, yang ? Kok tumben nelpon aku ?”
“Ehm … honey …” aku terdiam sejenak, begitupun suara disebrang yang ikut terhening. “Nanti malam, kita jadi jalan ?” Tanyaku ragu-ragu.
Rifky terdiam, “Coba bilang lagi !”
Aku tahu apa yang dia maksud. Selama 2 tahun kami jadian, aku memang tidak pernah mengatakan kata-kata cinta apa adanya. “Honey … Nanti malam kita jadi jalan ?”
“Jadi … nanti jam 7 aku jemput di rumah.“
“Ngga usah, aku tunggu di restoran aja ya ! Soalnya sorenya aku ada perlu disekitar situ.”
“Ya udah, sampai ketemu lagi ya ! I Love You, My Princess !” Dia mengucapkan dengan berat hati
Aku mendengar suaranya aneh, tidak seperti biasanya. Dia mengucapkan ‘sampai ketemu lagi’ seakan-akan dia mau pergi jauh.meninggalkanku. Ah tidak mungkin, pasti aku salah. Pokoknya nanti malam aku harus mengucapkan cintaku yang selama ini kupendam. Ji a yo !
Pukul 19.00 aku sudah tiba di restoran tempat kami janji bertemu. Saat aku memasuki restoran itu, seorang Waitress menghampiriku dan mengantarkanku ke tempat yang katanya sudah di pesan oleh Rifky. Aku bingung bagaimana pelayan itu tahu aku ini pasangan Rifky. Saat aku tanya, dia hanya menjawab ‘Mas Rifky berpesan, bila ada seorang gadis berbaju sutra biru laut datang, dia disuruh menempati ruangan yang telah Rifky pesan’. Aku menjadi lebih bingung, baju ini baru aku beli tadi sore, aku sengaja membeli untuk acara ini. jadi, bagaimana dia tahu tentang baju ini ?
Sesaat aku terpana dengan ruangan yang dipesan Rifky, suasana putih membalut ruangan itu. ruangan itu dipenuhi oleh mawar dan melati putih yang menebarkan keharuman keseluruh ruangan. Ah … betapa romantisnya kekasihku ini. Aku udah tidak sabar ingin bertemu dengannya.
Sudah pukul 20.00 tapi Rifky belum datang. Aku melihat ke sekelilingku. Karna kamubegitu romantis, aku tidak akan menghukum saat kamu datang nanti.
“Terima kasih kalau begitu, aku sudah takut dimarahi olehmu.”
Aku menghampirinya dan memeluknya, ada perasaan lain saat aku memeluknya. Dia begitu tenang dan dia juga memberikan aku ketenangan itu, tapi pelukan itu tidak mengeluarkan kehatan seperti biasanya. Aku merasakan tubuh yang begitu dingin. “Honey … kamu sakit ya ? Kalau kamu sakit, kita batain aja makan malamnya.”
Dia membelaiku dengan tanggannya yang terasa semakin dingin itu, “Aku ngga apa-apa kok. Ada sesuatu yang harus aku katakana sama kamu”
“Kita ngomongnya besok aja ya !”
“Aku ngga punya besok, aku hanya punya saat ini.”
“Apa maksud kamu ?”
“Aku sangat mencintai kamu. Jiwa dan ragaku sangat mencintai kamu. Apapun yang terjadi padaku, hidup ataupun mati, aku akan tetap mencintai kamu. Kamu adalah satu-satunya cinta dalam hidupku yang pernah aku miliki. Aku tidak akan melupakan itu.”
Aku tertegun, ucapannya begitu aneh. “Aku juga mencintai kamu. Kamu adalah orang yang pertama aku cintai dan mungkin akan jadi orang terakhir yang aku cintai.”
“Jangan … jangan jadikan aku orang terakhir, jadikan aku orang pertama tapi jangan jadikan aku orang terakhir yang kau berikan cinta sucimu ini. aku harus pergi sekarang. Jaga dirimu baik-baik !”
“Kamu mau pergi kemana ? Aku ikut kamu ya ?”
“Aku mau pergi jauh dan aku tidak akan membawa kamu.”
“Kenapa kamu ngga mau ngajak aku ? Kamu marah sama aku ya ?”
“Aku tidak marah sama kamu, hanya saja belum waktunya kamu ikut denganku.”
“Aku tak peduli, pokoknya aku mau ikut sama kamu.”
Rifky tidak menjawab, dia malah pergi menjauhiku. Aku bingung dan terus memandangnya menjauhiku, dia melayang, dia terbang menjauhiku. “Kamu mau kemana ? Jangan tinggalkan aku sendirian ! Ajak aku bersama kamu ! Aku mencintai kamu. Rifky ………………… Rifky …………………”
Seorang pelayan membangunkanku, “Mba … mba … mba … bangun, mba.” Dia menggerakan badanku perlahan.
Saat kubuka mata, aku tenang ternyata hanya mimpi. “Ada apa ?” Tanyaku pada pelayan itu.
Pelayan itu melihatku dengan sedih, “Ini ada titipan dari Mas Rifky, saya disuruh memberikannya pada mba bila sesuatu menimpa dirinya dan dia tidak bisa memberikannya sendiri pada mba.”
Aku pucat, kembali mengingat mimpiku. “Apa yang terjadi dengan Rifky? Jawab ! Kenapa kamu diam saja ?”
Pelayan itu menatapku iba, “Dia mengalami kecelakaan saat menuju kesini. Pihak rumah sakit baru saja memberitahu, anda disuruh kesana secepatnya.”
Tanpa menunggu lebih lama lagi, aku berlari meninggalkan restoran itu. Aku tidak tahu sudah berapa jauh aku berlari, yang aku tahu aku harus terus berlari. Aku terus berlari menembus tirai keperakan air hujan. Jangan … jangan Kau ambil dia dariku lagi. Saat aku menembus tirai keperakan ini 10 tahun yang lalu, Kau telah merenggut Papaku. Jangan Kau rebut kekasihku saat aku menembus tirai keperakan ini lagi. Saat aku tiba di Rumah Sakit, aku langsung menuju kamar inapnya. Aku memasuki ruangan itu dengan perasaan berdebar-debar. Selimut putih telah menutupi seluruh badan pasien ruangan itu. Aku menangis … entah untuk yang keberapa kalinya aku menangis.
“Ya Tuhan … mengapa Kau ambil cintaku lagi ? Kenapa … Kenapa harus aku yang mengalami semua ini ? Apa salahku pada-Mu. Jawab aku ya Tuhanku !”
Dokter yang menangani Rifky itu adalah dokter Frans, dokter yang pernah merawatnya dulu. “Sabarlah, Nak ! Mungkin Tuhan berkehendak lain pada jalan hidupmu.”
“Kehendak apa lagi ? Dia selalu membuatku menderita.”
“Percayalah Allah tidak akan memberi cobaan melebihi kemampuan hamba-hambanya.”
“Tapi ini semua sudah di atas kemampuanku. Tidak cukupkah Dia memberi penderitaan saat mengambil Papaku ? Kenapa saat ini Dia juga mengambil Kekasihku. Begitu bencikah Dia padaku ?”
“Tabahkanlah hatimu, Nak ! Sungguh, Allah pasti mengasihi hambanya yang berjiwa lapang dan berhati ikhlas. Ikhlaskanlah dia pergi, agar dia tenang di alam sana !”
Aku terus memandang gundukan tanah merah di hadapanku. Perlahan aku menyentuh batu nisan itu, disana tertera nama Rifky Ramanda. Air mataku enggan keluar. Kering rasanya mata ini, selalu menghantarkan orang-orang yang aku cintai, ke tempat peristirahatan panjangnya. Aku masih memegang surat dari Rifky. Aku selalu menyimpannya tanpa berani membukanya. Aku selalu berharap ini semua hanya mimpi terburuk yang pernah aku alami. Tapi … yang terjadi ini adalah sebuah kenyataan yang harus aku terima dengan lapang dada. Aku memandang secarik kertas di tanganku, surat ini surat terakhir dari Rifky.
MY POETRI
Aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku
dan
Aku yakin kau pun sangat mencintaiku
Jangan tangisi kepergianku
Anggap saja aku sedang berlibur
Yang suatu saat akan kembali
Tapi …
Bukan aku yang akan kembali padamu
Kau yang akan kembali kepadaku
Selamat tinggal
Cinta …
Kita pasti akan bertemu kembali
I LOVE YOU
Air mataku jatuh membasahi surat itu.
“Aku juga sangat mencintaimu … Selamat tinggal sayang … Semoga kau tenang di alam sana !“ aku melangkahkan kakiku menjauhi pemakaman. Aku menarik napas panjang-panjang dan menghembuskannya perlahan. “Walaupun kau telah tiada, kau akan selalu hidup dalam diriku. Walaupun aku menemukan cinta baru, cintamu akan tetap bersemi dalam relung hatiku. Karena aku selalu mencintai kamu.”
**~ TAMAT~**
Diperbarui lebih dari satu tahun yang lalu · Komentari · Suka
sebuah puisi
Bagikan
26 Februari 2009 jam 14:29
Pepen Orang Baik … Sungguh ?????
Aku orang baik … sungguh …
Walau aku hanya pengemudi taksi
Walau itu tak bertahan lama
Mengapa ???
Karena aku orang baik
Mobil berganti ruang
Aku … satpam sebuah bank
Itupun tak lama
Terjadi perampokan …
Terluka …
Dipenjara karena dituduh terlibat …
Aku jalani dengan kelapangan hati
Mengapa ???
Karena aku orang baik
Preman berhati baja, Joni krempeng …
Dia membujuk menuju kegelapan
Dia membujuk menjauhi cahaya
Dia membujuk menanggalkan hati nurani
Menculik anak gadis Pak Kyai
Seorang gadis berjilbab … Ayu Arianda …
Ini salah …
Joni salah …
Aku salah …
Uang melayang …
Joni terjengkang …
Aku terkekang … di penjara …
Ya … penjara lagi …
Hati emas gadis itu menyinari gelapnya hatiku
Namanya seayu wajahnya … Ayu Arianda …
Aku salah …
Aku sadar …
Kini …
Aku orang baik … sungguh …
Aku orang baik ?????
Maharani
by : Inggrit Maylinda
Suasana pagi kota Palembang yang dingin, gerimis yang tak kunjung berhenti, menghantarkan Ravi menuju tempat peristirahatan terakhirnya. Dengan dipimpin seorang ulama kami membacakan doa yang mengiringi proses pemakamannya.
“Kenapa kamu meninggalkan Rani, Vi ? Kamu udah janji mau mendampingi Rani seumur hidup. Kenapa kamu mengingkarinya, Vi. Jawab Vi, kenapa kamu diam aja ?”
Ayah menepuk pundakku, “Ran, kamu harus tabah ya ! Ravi udah pergi untuk selamanya. Kita harus mengikhlaskannya agar dia tenang di alam sana.”
“Ini semua karna ayah, andai saja ayah tidak mengusir Ravi pergi, pasti Ravi saat ini masih hidup.”
“Ini semua adalah takdir, sayang. Kita harus menerimanya dengan lapang dada.” Hibur ayahku.
“Bagaimana Rani bisa tabah. Seandainya Ayah mengizinkan kami menikah pasti Rani ngga akan kabur, sehingga kejadian ini tentu tidak akan menimpa kami dan pasti saat ini Ravi masih hidup.”
Sebulan telah berlalu sejak kepergian Ravi, saat ini kondisiku jauh lebih baik dan aku juga sudah berdamai dengan keluargaku maupun keluarga Ravi Aku teringat kembali saat peristiwa naas itu terjadi.
“Rav, Rani hamil. Rani harus bagaimana, Rani gugurkan bayi ini atau tetap kita pertahankan ?”
“Kamu bicara apa, yang. Melakukan hubungan di luar nikah aja kita udah dosa, jangan kamu tambah dengan dosa karna membunuh bayi itu. Aku akan bertanggung jawab, aku akan menikahimu.” Jawabnya tegas.
Aku memeluknya, “Lalu bagaimana dengan sekolah kita ? Dan bagaimana dengan keluarga kita ?”Aku bertanya padanya dengan gusar.
Ravi membelai rambut panjangku, “Kamu bisa cuti dulu, sedangkan aku akan tetap sekolah agar aku bisa lulus dan dapat mencari pekerjaan untuk menafkahi kamu.Sebaiknya sekarang kita ke rumahmu dan aku akan melamarmu.”
Aku menatapnya dan kembali memeluknya. Lalu kami pergi ke rumahku untuk menemui ayahku. Ravi berbicara pada ayahku tentang kehamilanku dan niatnya untuk bertanggung jawab. Tapi niat itu langsung ditolak mentah-mentah oleh ayahku.
”Bagaimana kamu akan memberi makan putriku jika kamu sendiri masih sekolah, apa cinta yang kamu punya dapat mengenyangkan anakku dan mencukupi kebutuhannya ?” Jawab ayahku penuh emosi.
“Ayah jahat, Ravi kesini untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya pada Rani. Apa ayah mau bayi Rani lahir tanpa ayah. Apa kata orang nanti bila Rani melahirkan tanpa suami, yah.”
Ayah menamparku, “Jangan coba-coba menceramahiku, kamu yang harus berpikir, apa kata orang bila anak SMA seperti kamu sudah kami nikahkan.”
Bunda mendekati dan memelukku, “Ayah tolong jangan main tangan, dia kan anak kita.” Ucap Bunda sabar.
“Itulah akibatnya jika kamu terlalu memanjakan dia, dia jadi kurang ajar. Dia telah mencoreng kehormatan keluarga kita. Ayah mau jawab apa kalau ditanya, kenapa Ayah sudah menikahkan Rani padahal Rani belum lulus SMA, mau ditaruh dimana mukaku ini. Ravi, kalau kamu sayang sama Rani, pergi dan tinggalkan kehidupan kami jauh-jauh !”
“Ayah jahat, kalau ayah mengusir Ravi, Rani akan ikut Ravi pergi dari sini.”
“Jangan harap kamu bisa pergi dari sini, Bunda, bawa Rani masuk ke kamarnya dan kunci pintunya.”
“Ayah tidak bisa begitu. Ayah tidak bisa melarang Ran pergi, Ran sudah besar, Yah. Rani mohon biarkan Rani terus berada disamping Ravi !”
Ayah mengusir Ravi keluar dari rumahku. Aku menjerit sekencang-kencangnya tapi Ayah tidak menghiraukanku karena Bunda sudah memaksaku memasuki kamarku dan menguncinya dari luar lalu kunci itu diberikan kepada ayahku. Tapi Ayah salah, cinta bisa melakukan apa saja.
Aku menelphon HP Ravi, “Rav, bawa Rani keluar dari sini ! Aku dan bayiku ngga bisa hidup tanpa kamu, Rav.”
“Bagaimana bisa aku membawa kamu, sedangkan kamu dikurung di rumah ?”
“Rani akan keluar lewat jendela, tapi kamu harus jemput Ran sekarang juga ! Aku takut ketahuan Ayah.”
“Apa cara ini bisa dianggap benar. Inikan berarti aku membawa kabur anak gadis orang ?”
Aku mulai menangis lagi, “Tidak ada cara lain lagi, atau kamu tidak ingin hidup bersamaku ?”
“Bukan begitu, hanya saja aku merasa cara ini tidak pantas kita lakukan. Kita bisa terus memohon pada Ayahmu, pasti suatu saat hatinya akan melunak.”
“Rani sangat mengenal Ayah, sampai kapanpun ia tidak akan mengijinkan kita bersama. Kumohon bawa Rani pergi dari sini, atau Rani akan pergi sendiri dari rumah ini.”
“Oke aku jemput, kamu tunggu aja di jendela kamarmu !”
Ravi menjemput dengan motornya 15 menit setelah ku telephone, dia menungguku di dekat jendela kamarku. Rintik-rintik gerimis menghantarkan kepergianku dari rumah. Deru motor yang dipacu sangat cepat dalam siraman hujan membuat motor Ravi kehilangan keseimbangannya membuat motor menjadi oleng dan akhirnya menabrak beton pembatas jalan. Motor itu lalu terbalik dan melemparkan aku dan Ravi ke trotoar. Badanku sakit dan terasa remuk, aku lalu menghampiri Ravi, kulihat genangan darah membasahi wajahnya. Aku berusaha membangunkannya tapi ia tidak bergeming sedikitpun, aku terus mengguncangkan badannya sampai penglihatanku kabur dan aku tergeletak pingsan. Ravi telah pergi meninggalkan dunia bersama bayi yang sedang kukandung. Hujan yang turun dengan derasnya menghantarkan kepergian Ravi dan bayiku.
“Rani, kamu dengar ucapan Ayah barusan tidak ?”
“Maaf, Yah, tadi Ayah bicara apa ? Rani tidak dengar.”
“Bagaimana kamu bisa mendengar, kamu sedang melamun. Apasih yang sedang kamu lamunkan, kok serius sekali melamunnya. Bukan melamun yang jorok-jorok kan ?” Tanya Ayahnya ragu.
“Ya enggaklah, Yah. Rani sedang memikirkan Ravi.” Aku tertunduk lesu, tanpa sadar air mataku mulai mengalir dengan sendirinya.
Ayahnya menatap dengan iba dan memelukku, “Kamu kangen sama Ravi ya ?”
“Rani menyesal, Yah. Kalau saja Rani mendengarkan perkataan Ayah, pasti Ravi masih hidup sampai sekarang.”
Bunda lalu ikut memelukku dan Bundapun ikut menangis, “Kamu ngga boleh berpikiran begitu, ini adalah takdir dan kamu tidak bisa merubah takdir itu. Mungkin ada hikmah yang bisa kita ambil dari kejadian ini. Bunda mohon kamu jangan sedih terus, kalau kamu sedih Ayah dan Bunda juga akan ikut sedih.”
“Lagipula kalau kamu terus meratapi kepergian Ravi, dia ngga akan tenang ninggalin dunia ini. Kamu mau itu terjadi sama dia. Ayah yakin, kamu pasti bisa mengatasi masalah ini dan akan mendapat pengganti Ravi di hati kamu. Iyakan Bunda ? Kamikan melahirkan anak yang sangat hebat dan penuh ketabahan. Jadi tersenyumlah, minimal tersenyum untuk Ravi.”
“Makasih ya, Yah. Eh Yah, kita punya rumah di Bandung kan Yah?”
“Iya memang kenapa, kamu mau liburan kesana ?”
“Ngga, bulan depankan Ran udah ujian kelulusan, Ran mau nerusin kuliah di Bandung, bolehkan Yah ?”
“Ke Bandung, tapi bulan depan Ayah dipindahkan ke Jakarta bukan ke Bandung.”
“Rani tahu, tapi Rani ingin nerusin kuliah di fakultas kedokteran di Unpadj Bandung habis kata temen-teman Rani Unpadj adalah universitas yang bagus loh, Yah.”
“Di Jakarta juga ada UI yang menjadi universitas nomor satu di Indonesia. Apa kamu ngga mau masuk sana ?”
“Ngga, Yah, kalau Rani masuk sana akan mengingatkan Rani sama Ravi. Cita-cita diakan mau masuk UI. Lagian kalau Rani tinggal di Bandungkan cuacanya sejuk ngga panas kayak di Jakarta. Rani akan pulang tiap Sabtu dan Minggu deh, jarak dari Bandung ke Jakartakan deket, 2 jam naik mobil juga sampai.”
“Berarti Ayah harus beliin kamu mobil dong ?”
“Iya dong, Yah. Masa udah kuliah masih naik angkot sih.”
Bunda mengelus rambut panjangku, “Ye… bilang aja mau minta mobil, ngga usah muter-muter gitu ngomongnya. Tapi kalau Bunda terserah kamu aja mau kuliah dimana, asal kamu serius Bunda pasti setuju.”
“He..he..he.. iyasih intinya Rani minta dibeliin mobil. Tapi Bunda serius memberi izin Rani kuliah di Bandung ? Bunda udah ngizinin, Yah, masa Ayah ngga memberi izin sih.” Rayuku manja pada Ayah, aku memang selalu merayu Ayah kalau aku mau minta sesuatu.
“Iya Ayah izinkan, tapi dengan syarat kamu harus serius kuliah ! Bikin Ayah dan Bunda bangga sama kamu.”
“Makasih ya, Yah “
Bunda cemberut, “Sama Bunda ngga ?”
Aku memeluk Bunda, “Terutama sama Bunda.”
~ *** ~
Hari ini adalah hari kelulusanku sebagai murid SMA. Aku senang karna prestasiku tidak turun. Aku tetap menjadi juara umum karna nilai ujianku tertinggi di SMA ku. Ayah dan Bunda memberi ucapan selamat dengan mencium kedua pipiku. Setelah nilai ujianku keluar dan aku sudah mengurus surat kepindahanku, aku langsung berangkat ke Jakarta, ketempat tinggal orang tuaku sekarang. Aku ngga ikut upacara kelulusan dan malam Prom Night di sekolahku. Dulu, aku selalu membayangkan merayakan kelulusan bersama Ravi dan akan pergi ke Prom Night bersamanya. Tapi kini sudah ngga mungkin lagi mewujudkannya.
Dear teman-temanku,
Maaf Rani langsung pergi ke Jakarta begitu saja tanpa memberi kabar pada kalian. Bukannya Rani ngga inget sama kalian, Rani sangat menyayangi kalian kok. Rani harus pergi diem-diem, karna jika Rani memberitahu rencana Rani pada kalian, kalian pasti berusaha mencegah kepergian Rani, minimal sampai upacara kelulusan atau Prom Night. Rani tidak ingin ikut upacara kelulusan, pasti kalian semua mengetahui alasan Rani tidak mau ikut kan ? Dulu Rani selalu berharap akan pergi ke Prom Night bersama Ravi, harapan inilah yang membuat Rani sakit dan mengingat kembali Ravi.
Padahal kalian tahu bahwa selama dua bulan ini Rani berusaha untuk tidak memikirkan ( bukan melupakan ) Ravi, karna saat Rani memikirkannya Rani akan terus merasa bersalah dan bertanggungjawab atas kematiannya. Walaupun Ayah dan Bunda bilang itu bukan kesalahan Rani, melainkan takdir, tetap saja Rani merasa bersalah. Kalau saja waktu itu Rani tidak memaksa membawa Rani kabur dari rumah, pasti saat ini dia masih hidupkan ?
Mungkin kapan-kapan kalian bisa mengunjungi Rani di Jakarta atau di ITB Bandung, Rani kemarin mengajukan PMDK kesana dan ternyata lulus. Rani akan selalu menunggu kedatangan kalian, pintu rumah Rani akan selalu terbuka untuk kalian. Walaupun Rani akan mendapatkan teman-teman baru, tapi percaya deh, Rani ngga akan pernah melupakan kalian malah Rani akan selalu mengingat persahabatan kita sampai tua ( wah… bisa buat bahan cerita yang seru buat cucu Rani nanti nih ).
Mungkin segini dulu surat yang bisa Rani kirim ke kalian, Rani lagi sibuk beres-beres. Salam buat yang lain ya ! Sampai kapanpun Rani akan selalu menganggap kalian sahabat sejati dan Rani ngga akan pernah melupakkan apa aja yang pernah terjadi selama kita sahabatan. Aku tunggu kalian di Jakarta atau di Bandung, terserah kalian mau datang kemana yang penting kalian harus datang minimal setahun sekali, oke ? Bye …I Miss U Forever
Aku membaca kembali surat yang kubuat, lalu aku kirimkan ke alamat sekolah. Maaf teman-teman mungkin kalian menganggapku pengecut, karna aku lari dari masalah. Tapi hanya cara inilah yang efektif untuk membangun mentalku kembali. Mungkin akan sulit untuk mencari pengganti Ravi, tapi seperti kata Ayah, pasti suatu saat aku akan bertemu dengan orang yang dapat menggantikan posisi Ravi di hatiku.
~ *** ~
Sebenarnya setibanya di Jakarta aku langsung merapikan barang bawaanku ke kamar baruku. Ternyata tetanggaku adalah mitra bisnis Ayahku, Pak Suseno, dia teman Ayahku sekaligus pemasok bahan dasar untuk perusahaan Ayahku. Ayahku bekerja sebagai Direktur Jasa Kontruksi Bangunan. Sebenarnya setelah beres-beres aku ingin mengurus persiapan kuliahku di Bandung, tapi Ayah dan Bunda terus memaksaku untuk ikut liburan ke Bali. Aku tahu mereka sayang padaku sehingga mereka berusaha menghiburku agar aku tidak terlalu mengingat Ravi, jadi akhirnya aku menyerah pada bujukan mereka.
“Nah, gitu dong. Kitakan juga butuh refresing, lagian kamu ngga akan nyesel deh soalnya tempatnya bagus banget dan juga disana banyak cowo-cowo ganteng. Menyelam sambil minum air, liburan juga sekalian ngeceng.”
“Bunda nih, becanda aja. Iya, Rani ikut deh.”
“Nah gitu, masa kamu mau jadi fosil di Jakarta. Bukan cuma kita aja loh yang liburan ke Bali, Ayah juga ngajak Pak Suseno dan keluarga untuk ikut bersama kita”
“Eh Bunda denger, anaknya Pak Suseno ganteng loh, dan diajuga kuliah di Unpadj Bandung juga, mahasiswa fakultas kedokteran. Wah, kok bisa kebetulan kayak gini sih ?”
“Bunda, aku lagi ngga tertarik buat berhubungan serius dengan cowo ah.”
Papa menoleh kearahku, “Masa ………”
Inggit memelototi papanya, “Papa … apaan sih. Ikut-ikut aja.”
“Kamu boleh ngomong begitu sekarang, tapi liat aja nanti setelah kamu bertemu dia. Dia tuh ganteng banget dan pinter, IP nya selalu tertinggi di Unpadj fakultas kedokteran. Kalo Bunda belum punya suami, udah Bunda kecengin dari kemarin.”
“Bunda ganjen ih.”
“Biar, namanya siapa, Yah ? Bunda lupa.”
“Kalau ngga salah sih, Christian Wardhana. Tapi dia biasa dipanggil Chris.”
“Chris … sok bule banget sih dia”
“Kamu tuh ya, bisanya cuma ngeledekin orang aja. Awas ya kalau naksir sama dia, kamu harus bayarin Ayah dan Bunda Honeymoon ke Eropa ya ?”
“Huh, maunya. Tapi kita liat aja nanti siapa yang bakalan bayarin ke Eropa. Bunda, gimana kalau sekarang kita belanja buat persiapan liburan sekalian beli keperluan Rani buat kuliah, termasuk beli mobil baru buat Rani loh, Yah.”
“Sipp … ayo kita berangkat.”
Akhirnya aku, Ayah, dan Bunda pergi ke Plaza Indonesia untuk shoping. Saat di PI aku memisahkan diri dari Ayah dan Bunda. Mereka ketempat pakaian aku pergi ke counter HP. Saat itulah aku melihat sesosok laki-laki tampan yang wajahnya menyerupai wajah … Ravi … Aku mengejarnya, karna aku tidak tahu namanya, jadi aku ngga bisa memanggilnya. Aku berusaha mengejarnya, tapi dia menghilang memasuki kepadatan pengunjung Mall. Entah karena aku shock karna bertemu seseorang yang mirip Ravi atau karna aku belum makan sedikitpun sejak pagi, pandanganku kabur dan mataku seperti berkunang-kunang, lalu aku memejamkan mata … pingsan. Saat aku sadar, aku sudah berada di tempat tidurku dan kepalaku terasa mau pecah. Aku ngga ingat apa yang telah terjadi, yang aku ingat hanya aku bertemu dengan seseorang yang mirip dengan Ravi. Tapi mungkin itu cuma mimpi. Baru kusadari Ayah dan Bundaku tertidur disamping tempat tidurku. Ternyata aku pingsan selama 7 jam. Bunda tersadar ketika aku berusaha mengambil minum di meja rias dekat Bunda.
Bunda memanggil Ayah, “Ayah cepat sini, Rani sudah siuman.”
“Bagaimana kondisi kamu ? Sudah mendingan ? Kamu kenapa sih ? Memisahkan diri dari kami dan langsung pingsan. Untung tadi ada anaknya Pak Suseno, dia yang nolongin kamu loh, kamu harus berterimakasih sama dia nanti !”
“Tadi Rani ketemu orang yang mirip Ravi, lalu Rani mengejarnya tapi Rani kurang cepet karna dia langsung berbaur dengan pengunjung lain.”
Ayah terlihat sangat marah, “Mau sampai kapan kamu mikirin dia, gara-gara dia, kami hampir kehilangan kamu di Mall. Kalau tidak ada Chris, mungkin kami tidak bisa bertemu lagi denganmu. Kamu tahu itu, Ayah ngga mau tahu pokoknya kamu harus melupakan Ravi, dia bisa membuat kamu gila.” Ayah pergi dari kamarku dengan muka yang penuh amarah.
Bunda mencoba menenangkanku yang mulai terisak, “Maafkan Ayahmu, dia sangat cemas saat menyadari kamu tidak ada di samping kami. Percaya deh Ayah berniat baik sama kamu, kamu boleh mikirin Ravi tapi jangan kelewatan seperti ini.”
“Iya Bunda, Rani tahu Rani salah. Nanti Rani mau minta maaf sama Ayah.”
Suasana makan malam sangat hambar dan dingin, kami semua makan dalam diam.aku merasa suasana mulai tenang, aku berusaha mencairkan suasana.
“Ayah, Rani minta maaf. Rani janji Rani ngga akan mikirin Ravi berlebihan. Rani hanya akan mengingat Ravi dalam hati. Rani janji ngga akan melalaikan kewajiban Rani karna terlalu memikirkan Ravi. Tapi jangan suruh Rani untuk melupakan Ravi !”
“Ayah juga minta maaf, bukan maksud ayah untuk melukai hati kamu. Tapi Ayah sedih melihat kondisi kamu yang terlalu menyayangi Ravi. Ayah takut kamu jadi lemah dan melalaikan kewajiban kamu. Kamu boleh nginget-nginget Ravi sesuka kamu, tapi tolong jangan perlihatkan muka sedih kamu pada kami. Kami bingung ketika melihat wajah kamu yang sedih. Kami jadi merasa bersalah pada kamu.” Ayah memelukku dengan hangat.
“Ayah tadi bilang apa, yang nyelametin Rani namanya Chris. Chris siapa, Yah?”
“Chris yang kamu bilang sok bule itu loh”
“Maksud Bunda, Chris anaknya Pak Suseno ?”
“Iya.”
“Baik juga tu orang.”
“Hus… kamu kok ngomongnya gitu. Kalau ngga ada dia pasti kamu udah dibawa orang jahat.”
“Ah Ayah paranoid nih, tapi nanti Rani tetep akan mengucapkan terima kasih sama sok bule itu.”
“Huh dasar, kamu tuh ada-ada aja manggil nama orang.”
“Kalau begitu nanti, kamu anterin kue brownis buatan Bunda kekeluarga Suseno !”
“Oke Bunda, asal ada jatah brownis buat aku aja.”
“Iya, kamu sekarang udah baikan kan ? Setelah anterin brownis lebih baik kamu pergi main naik sepeda keliling kompleks, lumayan loh bisa bikin badan seger.”
“Iya deh. Ayah, Bunda, Rani minta izin ya mau main ?”
“Iya, tapi pulangnya jangan malem-malem ya !”
“Oke bos.”
Aku berkeliling komplek baruku, ternyata komplek disini luas banget dan memiliki fasilitas yang sangat komplit. Ada kolam renang, ada lapangan dari lapangan bola, basket, voli, kasti, tennis, sampai golf, pokoknya komplit banget deh. Ternyata keliling naik sepeda bikin cape juga yah, aku berhenti disebuah warung tenda di pinggir jalan untuk istirahat dan membeli air minum.
“Misi … Mba pesen apa ?”
“Teh botol satu aja deh Pak.” Aku menjawab pertanyaan Bapak itu sambil mengambil teh botol yang tinggal satu itu. Tapi saat aku mau mengambil, ternyata ada sepasang tangan kekar yang memegang teh itu juga. Aku lalu mendongak menatap pemilik tangan tersebut. Aku terperangah, wajah dihadapanku begitu tampan tapi bukan itu yang membuatnya terkejut. Laki-laki itu yang berusaha kukejar saat di Mall karna wajahnya mirip Ravi.
Aku dan dia sama-sama melepaskan teh itu dan menyimpannya kembali ke mesin pendingin. “Sampe kapan lo mau ngeliatin muka gue ? Lo naksir sama gue ya ?” Ucapnya dengan wajah sengak.
“Geer banget sih lo.”
“Abis, lo ngeliatin gue kayak orang yang terpesona melihat tampang ganteng gue. Tapi gue udah biasa kok dengan wajah cewe-cewe yang terpesona dengan ketampanan gue ini.”
“Weits … jadi orang jangan kegeeran deh. Lo emang cakep tapi kayaknya kelakuan lo minus tampang lo ya ?”
“Eh songong banget sih lo. Belum ada cewe yang berani ngomong gitu sama gue tau.”
“Ya, bagus deh. Biar lo sadar dengan kelakuan minus lo itu. Lagian ngapain lo ngambil teh botol itu, kan gue duluan yang megang teh itu.”
“Seenaknya lo ngaku-ngaku, ketauan gue dulu yang megang baru tangan lo.”
“Ketaun gue dulu baru lo.”
“Ketauan ditangkep polisi, tau.” Sesaat suara itu menghentikan perdebatan ku dengan laki-laki itu.
“Apa maksudnya ?” Tanya laki-laki itu.
“Maksud gue, kalo ketahuan ya bakal ditangkep polisi.”
“ Emang lo siapanya dia, ikut campur aja ?” Tanyaku.
“Gue bukan siapa-siapa kalian kok, kenal aja ngga sama kalian. Gue Cuma mau bilang teh botolnya udah gue ambil dan gue minum jadi kalian ngga usah rebut lagi deh, percuma.”
“Hah ……” desahku berbarengan dengan laki-laki itu
Aku lalu pergi meninggalkan warung itu dengan penuh amarah, kok ada sih laki-laki kayak gitu. Ngga mau ngalah banget sih sama cewe. Tampangnya dia sih emang cakep dan mirip banget sama Ravi bahkan cowo itu lebih cakep disbanding Ravi, tapi kelakuannya ngga mirip sama sekali karna perilaku cowo itu sungguh jelek. Lalu aku pulang dengan tampang BT sampai-sampai Ayah dan Bunda bingung melihat aanaknya. Habis olahraga tampangnya bukan seger malah sepet kayak gini.
“Kamu kenapa. Abis olahraga kok malah cemberut gitu ?”
“Kamu ngga dikejar anjing kan ?”
“Ayah nih becanda aja, Rani lagi kesel sama cowo.”
Ayah dan Bunda langsung bengong. “Cowo .......”
“Iya, cowo itu nyebelin banget deh. Tadi Rani berantem sama dia pas sama-sama ngambil teh botol yang tinggal satu itu, dia ngga mau ngalah sedikitpun sama cewe, ngga gentle banget sih. Pokoknya Rani sebel banget sama cowo itu.”
Ayah dan Bunda tersenyum, “Wah, bisa barengan begitu ya ? Jangan-jangan dia jodoh kamu lagi ?”
“Ayah nih becanda aja, emang sih cowo itu ganteng banget tapi kelakuannya minus.”
“Jangan gitu, nanti kamu suka lagi sama dia. Kata orang perbedaan benci sama cinta itu cuma setipis kulit bawang loh.” Goda Bunda.
“Bunda nih, bisanya cuma ngeledekin Rani aja. Rani ke atas aja deh, Rani mau mandi badan Rani gatel banget nih.”
“Mandi yang bersih ya.”
“Iya, abis itu Rani mau tidur, jangan dibangunin sampe besok pagi ya !”
Saat ini aku lagi mikirin kejadian tadi siang. Sebenarnya dia cukup ganteng kok, seandainya saja kelakuannya ngga minus, dia bisa jadi cowo yang sempurna untuk jadi pujaan para cewe. Eh kok, aku jadi mikirin dia sih. Bodo amat, mau dia sempurna kek mau dia ancur kek, apa urusannya sama aku. Aku pikir-pikir, dia makin jauh beda sama Ravi deh. Mungkin aku kemarin lagi kangen aja sama Ravi, jadi pas ngeliat cowo minus itu aku kayak liat Ravi. Iya, pasti begitu.
Keesokan harinya aku dibangunkan Bunda jam 6 pagi. Hari ini kami liburan ke Bali bareng keluarga Suseno dan si sok bule itu.
“Kayak gimana sih yang namanya Chris ?” desahku penasaran.
“Ya kayak gini.” Jawab seseorang disampingku.
“Hah … lo yang namanya Chris ?”
“Kalau di KTP gue belum ganti sih, nama gue masih tetep Christian Wardhana atau yang biasa dipanggil Chris.”
“Kalau lo namanya Chris, berarti lo yang nolongin gue kemarin pas di Mall.”
“Yup, tepat. Apa nolongin orang juga perbuatan minus.”
“Ya enggaklah, tapi perbuatan lo kemarin itu yang minus.”
“Kenapa minus, gue haus jadi gue ambil deh itu teh botol.”
“Karna lo ngga mau ngalah sama cewe, harusnya kalo hal itu terjadi lo ngalah dong sama cewe.”
“Kenapa gue harus ngalah sama cewe, di warungnya aja ngga ada bacaan kayak gitu.”
“Lo ngga pernah denger istilah La …”
“Apa ? Ladies first. Basi banget sih mau minum aja mesti pake istilah. Lagian kenapa juga cowo harus selalu ngalah sama cewe kenapa ngga cewe aja yang ngalah sama cowo.”
“Lo tuh nyebelin banget sih.”
“Eh kok gue, bukannya lo yang ngeselin.”
Ayah dan Bunda yang baru datang bingung melihat anaknya sedang adu mulut dengan anak patnernya. “Ran, ada apa ini ? ”
“Ayah, dia nih jadi orang nyebelin banget deh.”
“Rani ngga boleh ngomong gitu, Chris kan yang nolongin kamu waktu pingsan di Mall. Ayo minta maaf dan sekalian terima kasih karna dia udah nolongin kamu waktu itu.”
“Tapi, Yah …”
“Maharani.”
Kalau Ayah sudah memanggil nama lengkapku berarti sikapku sudah keterlaluan, tapi aku merasa ngga keterlaluan sama orang yang menyebalkan ini. Tapi untuk cari amannya akhirnya aku minta maaf dan mengucapkan terima kasih karna telah menolongku saat di Mall. “Maaf ya, dan juga Ran mau ngucapin terima kasih karna udah nolongin Rani.”
“Iya, sama-sama.”
“Nah gitu dong, damai itu indah kan ? Yaudah kita sekarang ke dek kapal aja yuk, disana Pak Suseno lagi buat barbeqiu loh. Chris juga suka barbeqiu kan, sama kayak Rani.”
Akhirnya aku hanya mengikuti Ayah dan Bunda dengan pasrah, saat aku menengok kebelakang kulihat Chris menertawakanku. Kulirik kedepan, ternyata Ayah dan Bunda sudah berjalan jauh di depan. “Ngapain lo ketawa ? Apa yang lucu ? Lo ngeledek gue ya ?”
“Geer banget lo jadi orang.”
“Lo …”
“Chris, Ran … cepetan kesini ! Dagingnya udah mateng loh.”
“Awas lo ya.”
Ancamku sebelum pergi menyusul Ayah dan Bundaku. Ketika aku menghampiri mereka, tercium harum daging panggang yang membuat perutku bikin konser. Maklum aku kan belum makan dari pagi.
~***~
Sebenarnya aku sedikit tertarik dengan anak tetangga baruku itu. Wajahnya yang manis, matanya yang sayu, hidungnya yang mancung, bibirnya yang merah merekah, rambutnya yang halus dan indah, pokoknya gadis ini memiliki bentuk yang mendekati kesempurnaan. Kata papa dia sengaja pindah kesini karna ada masalah di Palembang. Aku sempet ngga percaya dengan cerita papa tentang problematika, Maharani, anak tetangga baruku itu. Wajah cantik yang terlihat polos itu benar-benar menyembunyikan kejelekannya, aku tidak percaya anak sepintar itu bisa hamil diluar nikah. Bahkan dia nekat kabur untuk bersama dengan pacarnya, sampai kecelakaan itu terjadi, kecelakaan yang merenggut pacar dan bayinya itu. Untuk menenangkan Rani, ayahnya sengaja membawa dia pergi meninggalkan Palembang dan pindah ke Bandung. Ternyata memiliki otak yang pintar dan cerdas, tidak membuatnya luput dari kesalahan.
Sekarang keluargaku sedang berlibur bareng dengan keluarga dia. Entah kenapa, sejak pertama bertemu dengan dia, aku jadi pengen ngisengin dia terus ya ? Padahal aku bukan orang yang suka ngisengin orang loh.
“Wah, harum banget. Jadi pengen makan nih.”
“Nih bagian kamu.”
“Makasih ya, Ma.”
“Rani, ini buat kamu.”
“Makasih ya, Tan. Aku mau makan di belakang ya.”
“Rani mau kemana sih ?”
“Dia mau menawarkan makanan itu sama Ravi dulu.”
“Ravi …”
“Oh, ya udah kita terusin aja deh. Nanti dia juga balik lagi kesini.”
Aku termenung, begitu setianya dia dengan kekasihnya. Dia pasti sedang menangis sekarang, dan mungkin saat ini dia butuh teman bicara.
Byurrrrr …………
“Suara apa itu ?”
“Ayah, Ran terjatuh ke laut. Cepat tolong dia, Yah.”
“Iya, ayah loncat sekarang juga.”
“Jangan, lebih baik Om puter arah kapal …”
Byurrrrr …………
Begitu mendengarnya terjatuh, entah kenapa aku refleks ingin menyelamatkan dia. Tanpa pikir panjang aku lalu terjun kelaut dan berusaha berenang kearahnya. Saat aku berhasil menangkap tubuhnya, dia sudah lemas karna terlalu banyak menelen air laut. Kapal sedang menuju kesini, entah berapa jauh aku berenang yang aku tahu aku harus cepat menolong jiwanya.
“Rani, bangun nak. Ini Bunda.”
“Dia pingsan karna terlalu banyak meminum air.”
“Bagaimana ini, Yah.”
“Bunda jangan diam aja, cepat ambil obat dan selimut.”
“Ngga usah … Maaf ya Om, Tante, ……”
“Maaf untuk apa …”
Aku tidak sempat menjawab pertanyaan ibunya, karna aku langsung menempelkan bibirku pada bibirnya untuk memberikan nafas buatan. Bibirnya dingin. Saat aku menciumnya ada perasaan aneh merasuki hatiku.
“Uhuk … uhuk …”
“Ayah, Rani sudah sadar. Kamu ngga apa-apakan, Nak ?”
“Bunda … dingin …”
“Chris, tolong angkat Rani kekamarnya ya !”
“Baik, Om.” Rani memelukku sangat erat. Aku jadi penasaran, apakah kalau dia sadar akan memelukku seerat ini.
“Bunda siapin air panas, ya ?”
“Iya baik, Yah.”
“Maaf sudah merusak acara barbeqiunya !”
“Ah … tidak apa-apa, yang penting Rani selamat.”
“Untunglah ada kamu Chris, karna Om pasti sudah ngga kuat berenang sejauh itu.”
“Sama-sama Om, saya juga senang bisa menolong Rani.”
“Kamu seneng bisa nolong, apa seneng bisa nyium ?”
Kuharap pipiku tidak memerah, “Ah … papa ini. Jangan didengerin Om. Papa emang suka bercanda, lagian tadi aku memberikan nafas buatan bukan ciuman.”
“Bener juga ngga apa-apa kok.”
“Ah Om ini bisa aja.”
“Bunda, bagaimana keadaan Rani ?”
“Sudah baikan, sekarang dia sedang tidur. Tante berterimakasih banget sama kamu, karna kamu mau nolongin anak kami satu-satunya. Entah apa yang terjadi sama tante kalau ada apa-apa sama Rani.”
“Tante, ngga usah begitu. Emang udah kewajibanku untuk me …” Belum selesai aku berbicara, kata-kataku sudah diteruskan olehpapaku.
“Mencium Rani ?”Ledek Pak Suseno.
“Papa nih, maksudku menolong.”
“Yah menurut tante sih ngga apa-apa, itung-itung sebagai imbalan telah menyelamatkan Rani.”
“Kalian semua ini seneng banget ngeledek aku sih, udah ah aku mau keatas aja.”
Aku lega akhirnya kamu bisa selamat, Rani. Ngga cuma tante doang yang mencemaskan Rani, aku juga cemas banget. Apa yang akan kamu lakukan kalau kamu tahu aku pernah mencium kamu ya ?
~***~
Kepalaku pening dan tubuhku terasa berat. Apa yang telah terjadi padaku, aku berusaha mengingatnya. Yang aku ingat saat aku berjalan ke arah belakang kapal, kakiku terpeleset sehingga aku terjatuh ke laut, selebihnya aku sudah tidak ingat lagi.
“Sayang, kamu udah bangun. Bunda dan ayah sangat mencemaskan kamu loh.”
“Emang Rani kenapa bunda ?”
“Pake nanya lagi. Kamu itu tercebur ke laut. Untung ada Chris yang nyelametin kamu, kalo ngga Bunda udah ngga tau apa yang terjadi sama kamu sekarang.” Bunda mulai terisak sambil memelukku.
“Jadi Chris nyelametin Rani lagi ?”
“Iya, kamu harus berterima kasih sama dia.”
“Iya bunda, nanti Rani akan berterima kasih sama dia karna telah menyelamatkan Rani untuk yang kedua kalinya.”
“Bagaimana perasaanmu saat ini Ran ?”
“Udah baikan kok, bunda ngga usah cemas lagi deh.”
“Cuma itu doang, ngga ada perasaan yang lainnya ?” tanya bunda penasaran
“Maksud bunda apa sih ? Rani ngga ngerti ?”
“Oh ya udah kalo ngga inget.” Senyum bunda yang jail membuatku penasaran.
“Ngga inget apa sih bunda. Bunda ngelakuin apa pas Rani pingsan tadi ?”
“Kok tanyanya sama bunda, tanyanya ke Chris dong.” Senyum bunda semakin jail
“Ih bunda apaan sih. Ada apa sih sebenernya ? Kasih tau Rani apa yang sebenernya terjadi dong ?” pintaku manja
“Udah ah kalo mau tau tanya aja sama orangnya. Bunda pergi dulu ya. Ayahmu udah manggil bunda tuh.”
Aku jadi bingung apa sih yang disembunyiin bunda dari aku. Pas tadi aku pingsan, aku sempat mimpi dicium oleh pangeran tampan yang mukanya mirip sekali sama Ravi. Tapi dia bukan Ravi, dia malah sangat menyerupai wajah seseorang yang aku kenal. Tapi rasanya dia ngga akan mungkin nyium aku. Tapi apa hubungannya perasaanku sama kejadian barusan. Aku kan Cuma tercebur ke laut lalu ditolong oleh Chris … ya ampun … Jangan-jangan bunda mau bilang sesuatu yang seperti dalam mimpiku. Seseorang telah menciumku, dan orang itu adalah Chris. Aduh aku malu banget kalo gitu. Gimana aku bisa bilang terima kasih kalo aku selalu mengingat ciumannya itu. Bagaimana tampangnya saat tahu aku sangat memikirkan ciumannya itu. Pasti dia akan kegeeran banget deh.
~ *** ~
Walaupun aku malu, tapi aku tetap menghampirinya untuk berterima kasih. Wajahnya saat itu terlihat begitu tampan, dia sedang memandangi sekaligus mengagumi keindahan yang sedang menghampar di hadapannya.
“Hai… Rani kesini mau berterima kasih sama kamu karna lagi-lagi kamu nyelametin Rani.”
“Ah apaan sih pake terima kasih segala. Udah kewajibanku untuk menolong orang sesama”
“Tapi tetep aja Rani harus berterima kasih sama kamu.”
“Kalau begitu, kelakuanku udah ngga minus lagi kan ?”
“Gimana ya, tapi tetep aja kelakuan kamu waktu itu minus.”
“Ya deh, aku mau rubah sikapku itu.”
“Nah gitu dong, jadi sikap kamu yang Rani tahu ngga ada yang minus. Tapi Rani ngga tahu loh sikap kamu yang lainnya, siapa tahu ada yang lebih minus. Rani akan cari terus loh, hati-hati aja ya !”
“Dasar kamu …”
Lalu mereka tertawa-tawa tanpa ada beban dan rasa malu apalagi rasa canggung.
Orang tua mereka yang melihat semua itu menjadi tersenyum.
“Saya baru sekarang melihat Rani tertawa selepas itu setelah kematian Ravi.”
“Iya saya juga berharap Rani bisa mencairkan kebekuan dihati anak saya.”
“Maksudnya bagaimana ?”
“Saya selalu cemas sama Chris. Setelah kepergian ibu kandungnya, Chris seperti tertutup pada orang lain terutama pada wanita. Tapi, akhirnya saya lega. Ternyata hatinya sudah mulai mencair.” Ucap pak Suseno lirih
“Mama juga merasa bersalah sama Chris, pah. Mama kira Chris seperti itu karna mama menggantikan posisi mamanya yang sangat dia sayang.”
“Bukan, dia hanya takut kehilangan orang yang sangat dia sayangi lagi nantinya. Dia melihatku begitu hancur saat ditinggalkan ibunya. Tapi dia juga ngga tahu bahwa ada makna dibalik kepergian orang yang kita sayangi.”
“Maklum lah, dia kan masih muda. Masih belum mengerti kondisi kehidupan.”
“Jadi bagaimana kalo kita teruskan rencana kita yang pernah tertunda waktu itu ?”
“Maksudmu menjodohkan kedua anak kita itu ?”
“Iya kamu setuju kan. Rani pernah kehilangan orang yang disayanginya, semoga saja dia bisa mengajarkan Chris tentang makna kehilangan itu sendiri.”
“Tapi kamu tahu kan masa lalu Rani ?”
“Aku tahu. Tapi aku akan menganggap itu hanya sebuah masa lalu. Semua orang pasti memiliki masa lalu, baik atau pun buruk. Manusia kan selalu memiliki kelemahan dan kelebihan, anggap saja itu salah satu kelemahan dari berjuta kelebihan yang dimiliki Rani”
“Kau memang sahabat yang bijaksana.”
Sebulan telah berlalu sejak acara ke Bali. Mulai hari ini aku akan pindah ke Bandung.
“Pagi, yah. Ayah ingat kan, mulai hari ini Rani dah harus ke Bandung soalnya besok Rani udah mulai kuliah. ?”
“Inget dong sayang.”
“Tapi Rani kok ngga lihat ada mobil baru Rani sih, yah ?”
“Kamu ngga usah bawa mobil, Chris pasti siap nganter kamu kemana aja.”
“Ih … ayah apaan sih. Jangan bilang kalau ayah berniat ngejodohin Rani sama Chris deh. Ngga akan berhasil tau.”
“Kenapa ngga ? Kamu suka sama dia kan ?
“Ih ayah … Rani ngga suka kok sama Chris.”
“Ngga suka dikit, tapi suka banget kan ?”
“Ih … ayah.” Aku memukul ayah.
“Muka kamu merah tuh, Rani !”
“Bunda malah ikut-ikutan lagi, bukannya mau belain aku.”
Saat bunda mau menjawab, terdengar ketukan pintu dari depan. Bunda senyum-senyum lalu beranjak untuk membukakan pintu. Sikap bunda barusan sangat mencurigakan, siapa sih yang lagi ditunggu bunda ?
“Ran cepetan, Chris udah datang nih.”
“Chris … mau apa dia kesini ?”
“Ya … jemput kamu dong !”
“Hah …………………”
~ *** ~
Ternyata yang ayah bilang tentang Chris siap nganter kemana aja itu bukan bercanda, jelas aja Chris bakal nganterin aku kemana aja, aku kan ngga dikasih mobil pribadi jadi harus nebeng terus sama Chris. Sebenernya apa maksud ayah dan bunda sih ? Apa mereka serius mau jodohin aku sama Chris. Memangnya ini zaman Siti Nurbaya apa ? Jodoh-jodohin anak seenaknya. Aku kan bisa nyari cowo sendiri untuk apa dijodoh-jodohin.
“Hei … ada apa sih ? Kok dari tadi kamu bengong aja sih ? Kamu ngga suka bareng sama aku ya ?”
“Bukannya begitu, Rani cuma kesel aja sama ayah. Ayah janji mau beliin mobil buat kuliah, tapi ayah melanggar janji, malah bikin kamu repot lagi.”
“Aku ngga merasa direpotin kok, tujuan kita kan sama.”
“Iya sekarang sih sama, tapi gimana pas kuliah ?”
“Loh, kampus kita sama kan ? Jurusan kita sama lagi.”
“Kamu tuh ya … kalau Rani mau main gimana ?”
“Aku juga ngga keberatan nemenin kamu main kok. Aku bisa main Barbie bahkan aku juga bisa main congklak”
“Kamu kok malah ngeledekin aku sih”
“Siapa yang ngeledekin kamu, geer banget sih kamu.”
Aku mulai memukul-mukul bahunya, tapi tangannga menangkap tanganku. “Aku mau nganterin kamu kemana aja, aku kan udah janji sama ayah kamu untuk jagain kamu di Bandung.”
“Jadi cuma karna udah janji ?”
“Maunya … ?”
~ *** ~
Tok … tok … seseorang mengetuk pintu rumahku. Terlihat kepala Chris muncul dari balik pintu, ternyata rumah ku yang di Bandung itu tetanggaan juga sama rumah Chris.
“Tunggu bentar ya, Chris ! Rani lagi dandan nih .”
Aku keluar kamar sambil memasang pita warna-warni. “Aduh susah banget sih makenya.”
“Ran, pakainya ntar di kampus aja sih.”
“Ngga boleh, harus dipakai dari rumah”
“Kamu tuh nurut banget sih.”
“Kalau ngga nurut nanti Ran dikasih hukuman tau.”
“Siapa juga yang berani ngukum kamu, kan ada aku.”
“Emang kamu jadi apa ?”
“Udah yu berangkat, siang nih.”
“Jawab dulu pertanyaanku.”
“Ngga penting, yang penting aku bisa ngelindungin kamu.”
“Jadi ngga apa-apa pakai di kampus nih ?”
“Ya elah, ngga apa-apa. Ayo cepetan nanti kesiangan.”
Udara pagi membelai wajah Rani, mencoba membawa suasana hati yang buruk dan meninggalkan suasana hati yang baik. Udara yang sangat menyegarkan menemani Rani selama diperjalanan. Pohon-pohon hijau berbaris sepanjang jalan menuju Universitas ITB, pohon-pohon itu begitu rimbun berusaha melindungi pengguna jalan dari teriknya matahari, derasnya hujan, dan membuat suatu keselarasan alam yang begitu indah dan memikat. Bangunan-bangunan berarsitektur lama pun banyak dijumpai di Kota Kembang ini, membuat Rani merasa berada di tahun 70-an. Yang damai tanpa perselisihan persaudaraan, yang sehat tanpa tercemar polusi, dan yang begitu kental keakrabannya. Tidak salah Rani memilih Kota Kembang ini sebagai naungan pendidikannya.
Mobil yang dikendarai Rani mulai berjalan perlahan ketika memasuki sebuah gapura bangunan yang berarsitektur modern. Universitas Unpadj.
“Wah … kampusnya megah banget ya ?”
“Cepet turun, nanti kamu telat loh.”
“Iya-iya, makasih mau nganterin ya.”
“Iya sama-sama.”
Rani langsung lari begitu saja. Saat Chris mau keluar dia melihat pita Rani tergeletak di dash board mobilnya. Bisa kena marah dia. Lebih baik aku susul dia aja dulu. Ternyata benar di gerbang Rani sedang di jegat oleh dua mabim, dua-duanya perempuan. Tiba-tiba timbul ide jail, lebih baik aku liat dulu bagaimana Rani dimarahi baru aku kasih pitanya.
“Mana perlengkapan kamu ?” tanya seorang mabim yang dari tanda pengenalnya bernama Reva.
Sambil memegang rambut dia kebingungan, pasti pitanya tertinggal di mobil Chris. Gimana nih ?
“Heh … kalo ditanya tuh jawab. Kamu tuli ya ?”
“Maaf kak, pita saya ketinggalan di mobil. Saya ambil dulu ya.”
“Eh … enak aja. Kamu akan dapat hukuman dulu baru boleh ambil pita.” cewe itu tersenyum sinis
“Baiklah, apa hukumannya ?” jawabnya pasrah
“Kayaknya sepatu gue kotor nih, karna rambut lo bagus banget, gimana kalo bersiin sepatu gue pake rambut lo aja. Lo mau kan ?” Senyumnya sinisnya semakin tersungging di wajah yang sebenarnya cantik itu.
“Tapi kak … “
“Banyak omong lo, mau ngga ?”
Saat Rani mau melakukan perintah mabim, tiba-tiba tubuhnya direngkuh oleh seseorang. Chris. “Ngga usah lakuin, nih pita kamu.” Sambil menyodorkan dua pasang pita ketangan Rani.
Tapi saat Rani mau mengambil pitanya, Chris memutar tubuhnya sehingga membelakangi Chris, lalu memasangkan pita itu di rambut Rani yang panjang dan halus. “Dia ngga salah, dia bawa pita.”
“Dia siapa lo, Chris ?”
“Penting ya gue jawab ?”
“Penting banget.”
“Dia cewe gue.” Chris ngomong dengan entengnya. Semua mabim yang sedang berdiri di depan gerbang menoleh dengan kagetnya. Reva shock sekali mendengarnya sampai dia kehilangan kata-katanya. Jangankan Reva, aku sendiri aja shock mendengarnya.
“Jangan mentang-mentang dia cewe lo, jadi lo belain dia ya ?”
“Gue ngga belain dia kok, dia emang bawa pita cuma ketinggalan di mobil. Gue juga ngga ngelarang kalian semua ngehukum dia. Asalkan dia emang punya salah, gue terima dia dikerjain kok.”
“Tapi …”
“Untuk semua mabim, setelah ospek berkumpul untuk mendiskusikan hukuman untuk mabim yang melanggar aturan ini.” Ucapnya tegas yang disambut dengan persetujuan anggota mabim lainnya.
“Lo ngga bisa hukum gue karna gue hukum cewe lo, itu ngga adil.”
“Lo udah keterlaluan, Va. Masa anak orang suruh bersiin sepatu lo pake rambutnya. Apakah hukuman itu ada dalam daftar hukuman yang boleh kita berikan sama anak ospek lainnya ?” Tanyanya pada anggota mabim lainnya
“Ngga …” Jawab anggota mabim lainnya kompak.
“Kita udah bikin kesepakatan kan tentang mabim yang melanggar ketentuan akan diberi hukuman ?”
“Iya …” jawab mereka lagi serempak.
Akhirnya Reva lemas dan memandang tajam ke arah Rani lalu ke arah Chris, “Oke gue ngaku salah. Gue terima apapun hukuman yang lo berikan.”
“Nanti gue akan kasih hukuman ke lo, tapi sekarang gue mau nganterin cewe gue dulu. Dah …” Chris pergi sambil memegang tanganku, lebih tepatnya sedang menyeretku. Aku melihat Reva sangat kesal dan mengutuk-ngutuk kehadiranku.
“Kamu apa-apan sih ? Siapa juga cewe kamu ?” Sambil melepaskan tanganku dari tangannya.
“Kalo aku ngga bilang gitu, kamu ngga akan bisa selamat dari dia. Dia itu sadis loh kalo lagi ngerjain ade kelas, kamu mau dikerjain sama dia terus ?” jawabnya enteng.
“Ya … ngga juga sih. Tapi kamu lihat tatapan dia kan ? Tatapannya itu seperti ingin membunuhku tahu. Padahal ini hari pertamaku masuk kampus, bukannya dapat teman Rani malah dapat musuh. Ini semua karna kamu tahu ?” keluhku sambil memandangnya tajam.
“Tenang aja deh, selama semua orang kenal kamu sebagai ceweku, ngga akan ada yang berani gangguin kamu di kampus.” Ucapnya datar, sambil merangkulku.
“Emang kamu siapa sih, kok kamu sangat berpengaruh banget sih di kampus ini ?” tanyaku penasaran.
“Christian Wardhana, saat ini aku menjabat sebagai mahasiswa kedokteran. Aku juga sedang menjabat jadi ketua mabim untuk acara ospek ini. Apa anda ada pertanyaan lain atau sudah cukup jelas ?”
Aku memelototinya tak percaya, “Kenapa kamu ngga bilang kalo kamu punya jabatan penting ? Kata kamu, jabatan kamu ngga penting ?”
“Udah ah, kamu masuk gih ! Kalo kamu telat aku ngga bisa nolongin kamu loh. Walaupun kamu cewe ku, kamu tetap akan dihukum kalau kamu melanggar peraturan.”
“Iya, Rani tahu kok.”
Chris membelai rambutku, “Hati-hati, jangan sampai kamu berurusan sama yang namanya Reva, dia pasti akan mencari-cari kesalahan kamu karna kejadian tadi.”
“Iya, Rani akan hati-hati. Tapi, ada hubungan apa sih kamu sama Reva ? Kok dia marah banget pas kamu bilang Ran ini cewe kamu ?” Pandangku penasaran.
“Udah sana masuk, jangan cerewet. Nanti pulang bareng aku ya ! Kamu tunggu aja di mobil, nih kuncinya.” Dia menyerahkan kunci mobilnya pada Ran.
“Yah … masa nunggu di mobil sih.” Desahku ngga puas.
“Kalo gitu kamu tunggu aku di ruang mabim aja deh !” ucapnya sambil pergi meninggalkanku.
“Hah …” Aku harus gimana nih ? tadi dia bilang aku sebisa mungkin untuk ngga ketemu sama Reva, tapi kalo aku ke ruang mabim, otomatis aku pasti bertemu sama Reva dong.
Aku memasuki ruanganku, disana sudah banyak anak-anak baru seperti aku juga. Mereka semua menggunakan papan nama jenis-jenis penyakit, aku sendiri dapet nama “Cancer” atau kanker. Aku melihat bangku di belakang sudah penuh, hanya bangku depan yang tersisa. Aku duduk di bangku paling depan, disebelahku ada seorang gadis yang mengenakan papan “Tumor”. Gadis itu cantik sekali.
“Hai, kamu anak baru juga ya ?” sapa gadis itu ramah.
“Iya, namaku Maharani tapi biasa dipanggil Rani. Kamu siapa ?”
“Namaku Dewi, Dewi Juliana Utari. Aku murid dari SMA Subang.”
“Kamu murid pindahan, aku juga sama loh. Aku dari Palembang.”
“Wow … jauh sekali kamu pindah ?”
Saat itu 2 mabim cewe dan 1 mabim cowo memasuki ruanganku. Entah aku sedang sial atau apa, yang menjadi salah satu mabim pendampingku adalah Reva. Aku langsung lemes dan ngga bersemangat.
Reva mengambil penghapus papan tuli dan membantingnya ke atas meja. “Ssttt…… Diam, jangan berisik. Kalian itu calon mahasiswa, bukannya anak SMA lagi.”
Serentak ruangan jadi sunyi, “Yang dipanggil namanya, tolong acungkan tangan !” ucap mabim lainnya yang kutahu bernama Sera.
“Amanda …”
“ ………… “
“Dewi …”
“ ………… “
“Maharani … “
Terdengar para mabim itu berbisik-bisik, aku tahu pasti apa yang dibicarakan mereka. Pasti tentang hubunganku dengan Chris. “Oh dia, cantik juga sih.” Ucap mabim cowo yang dari kartu identitasnya bernama Ryan.
Reva menyunggingkan senyum sinisnya, lalu membentak mabim Ryan. “Cakep apanya, lo udah pada buta kali ya. Yang gitu dibilang cantik apalagi yang jelek.”
Dewi menyikut aku, “Kamu punya masalah apa sama dia ? Kok dia jutek banget sama kamu sih ?”
“Aku juga ngga tahu tuh. Mungkin dia sirik dengan kecantikanku.” Ucapku tersenyum.
Saat itu kulihat Chris memasuki ruanganku, dia tidak melihatku. Lebih tepatnya sengaja tidak melihat kearahku. Aku mengerti apa maksudnya.. “Mau apa dia kesini ?” aku bergumam sambil memandangnya.
“Siapa ? Kamu kenal Christian ?”
“Ya … cukup …”
Ruangan langsung sunyi, padahal Chris belum berbicara apa-apa. Dia memiliki charisma tinggi sehingga dia cukup disegani oleh kaum adam dan setengah mati dikagumi oleh kaum hawa. Dia berdiri di depan ruangan, tepat dihadapanku. “Selamat datang di fakultas kedokteran Unpadj, kalian adalah calon mahasiswa kedokteran Unpadj yang setelah ospek akan menjadi mahasiswa kedokteran Unpadj. Sebelum saya melanjutkan, saya akan memberi tanda tangan saya kepada orang yang bisa menyebutkan nama dan jabatan saya disini.” Suaranya terdengar lembut tapi sangat berwibawa.
Aku langsung mengacungkan tanganku, tapi ternyata bukan aku saja yang mengetahui siapa Chris. Ada lima orang selain aku yang mengacungkan tangannya juga.
Chris menunjuk orang-orang yang mengacungkan tangannya barusan, “Tolong kalian kedepan membawa kertas dan pulpen !”
Semua yang tadi ditunjuk maju ke depan membawa kertas dan pulpen. Kami semua disuruh menulis nama dan jabatan Chris di fakultas kedokteran Unpadj.
Chris mengambil kertas yang kami berikan, lalu membuka satu persatu kertas kami. Dia membaca dan mendiskusikannya kepada 3 mabim lainnya. “Tumor, Kanker, dan Jantung, tolong maju ke depan.”
Kami bertiga maju ke depan sesuai perintah Chris. “Kalian akan mendapatkan tanda tangan saya, silahkan mengambil buku tanda tangan kalian.” Suruhnya tegas.
Setelah memberi tanda tangan pada kami bertiga, dia memperkenalkan dirinya. “ Saya Christian Wardhana, usia saya 22 tahun, saat ini saya menjabat sebagai ketua mabim ospek. Dan saya juga menjabat sebagai mahasiswa bedah semester 5. tadi anda kurang menyebutkan jabatan saya yang satu itu.” Jawabnya pada ketiga orang yang tidak mendapatkan tanda tangan Chris.
Aku melihat tatapan Reva yang ingin muntah kehadapanku. Lalu dengan kesal aku membuangmuka dari hadapannya itu sehingga membuat dia tidak hanya ingin muntah tapiu juga sedang berkomat-kamit. Entah apa yang dibacanya, yang jelas tidak mungkin sedang memujiku.
~ *** ~
Jam tanganku sudah menunjukan pukul 17.00 WIB, sudah jam pulang. Aku menghampiri ruang mabim,. Aku ragu-ragu, apa akan memanggil Chris atau tidak. Tapi bosan juga kalau harus menunggu sendirian di mobil. Saat aku mau berbalik aku dipanggil oleh mabim Ryan, “Kamu mau cari Chris, ya ?”
“Iya kak, aku mau manggil Chris tapi ngga enak. Banyak orang.” Ucapku malu-malu
“Ya udah … bentar ya, aku panggilin.”
“Makasih ya kak.”
“Iya sama-sama.”
Ternyata Ryan baik juga yah. Aku mendengar suara Ryan. “Chris, ada cewe cakep tuh nungguin kamu di depan.” goda Ryan. Chris memandang dengan bingung, “Maksud kamu siapa ?”. Ryan tersenyum jail. “Itu tuh, yang bereng kamu tadi pagi.” Ucapnya sambil memegang bahu Chris. “Oh … Ran” ucap Chris dengan cuek. “Uh … Ran mana nih ?” teman-temannya menggoda. “Ran cewe gue, emang kenapa ?” Tantang Chris. “Wah … hati pangeran es kita sudah cair nih ? Kenalin dong sama kita-kita. Manasih yang udah bikin Pangeran Es mencair.” Goda mabim-mabim lainnya.
“Ah, rese lo. Tunggu ya !” Chris keluar menghampiriku lalu mengajakku masuk ke ruang mabim.
Aku gelisah melihat gelagatnya yang satu ini “Kamu mau ngapain ?”
“Aku mau kenalin kamu sama temen-temenku.” Ucapnya datar.
“Hah ………”
Chris melihat mukaku terus cemberut, lalu memelukku, “Kamu kenapa sih ?”
“Kamu kenapa sih … “ ucapku mengikuti ucapannya. “Kenapa … kenapa … aku tuh kesel sama kamu, apa maksud kamu ngenalin aku sama temen-temen kamu. Aku malu tau.”
“Oh ya … ?”
“Kamu tuh … lagian aku bukan cewe kamu.”
“Belum …”
“Apa …?”
“Kamu belum jadi ceweku.”
“Ih geer banget sih, siapa juga yang mau jadi cewe kamu ?”
“Emang kamu ngga mau ?”
“………”
“Kok diem sih, lidah kamu kegigit kucing ?”
“Udahan ah, becandanya !” Aku langsung berdiri berniat meninggalkan Chris.
Chris menarik tanganku hingga aku terduduk kembali kesisinya, “Siapa yang bercanda, aku serius. Kamu mau ngga jadi ceweku ?”
“Kamu apa-apaan sih ? Pulang yuk, aku lapar nih !”
“Kita ngga akan kemana-mana sebelum kamu jawab pertanyaanku.”
“Pertanyaan apa sih ?”
“Kamu suka ngga sama aku ?”
“Suka sih, tapi ………………………” belum sempat aku meneruskan, Chris lalu memelukku.
“Itu udah cukup, sekarang kamu resmi jadi ceweku.”
Rani lalu berubah menjadi serius, “Tapi ada satu hal yang harus aku sampaikan sama kamu. Kamu perlu tahu ini, karna ini bisa mempengaruhi perasaan kamu juga.”
Pasti dia mau menceritakan tentang Ravi dan bayinya, “Kamu ngga usah cerita apa-apa. Aku udah tahu tahu semua masa lalu kamu termasuk tentang Ravi mantan kamu itu.”
Rani lalu berubah menjadi marah, “Kamu tau darimana ?”
“Dari papa kamu. Dia memberi tahu papaku tentang kamu.”
Rani memnadang wajah Chris berusaha mencari makna dari wajah tampan itu. “Jadi kamu kasihan sama aku ?”
Chris balas menatap Rani. “Awalnya aku memang kasihan sama kamu, tapi lama kelamaan aku jadi suka beneran sama kamu. Jangan menyela pembicaraanku, dengarkan dulu baru kamu komentar.” Ucapnya saat melihat bibirku ingin protes. Aku mengatupkan kembali bibirku dan mendengarkan ceritanya lagi. “Aku baru sadar perasaanku saat kamu tercebur ke laut, tubuhku refleks terjun untuk menolongmu. Bahkan lebih cepat dari pikiranku. Sejak saat itulah aku tahu, aku bukan kasihan pada kamu tapi aku telah jatuh cinta sama kamu.”
Aku ingin menangis mendengar Chris berkata seperti itu. “Aku masih belum bisa menjalin hubungan. Aku masih trauma dengan Ravi.” Isakku tertahan.
Chris memelukku, “Aku tahu itu, aku akan menemani kamu keluar dari bayang-bayang kelam itu. Aku akan berusaha tidak mengulang apa yang salah yang telah dilakukan Ravi, aku juga ngga akan melarang kamu untuk mengingat Ravi asal itu tidak kelewatan.”
Rani tertawa pelan, “Kamu berbicara seperti Ayahku.”
“Kamu sangat cantik kalau tertawa, biarkan aku membuatmu terus tertawa, Ran !”
“Kamu yakin bisa selalu membuatku tertawa ?”
“Aku ngga yakin sih, akan selalu membuat kamu tertawa. Bahkan aku ngga bisa janji untuk tidak membuat kamu menangis.”
“Tuh kan …”
“Biar sunset ini menjadi saksi, biar cahaya kemilau ini mendengar sumpahku. Aku akan berusaha membuatmu selalu tersenyum bahagia dan aku akan berusaha tidak sering membuatmu mengeluarkan cairan bening matamu itu. Maukah kamu menjadi penjaga hatiku ini ?”
Rani hanya bisa memandang dengan terpana, dia tidak menyangka bahwa Chris bisa seromantis ini. Memintaku menjadi kekasihnya dalam balutan cahaya kemilau sore hari dan ditemani sang surya yang akan kembali keperaduannya. “Ya … aku mau menjadi penjaga hatimu.”
Chris lalu merengkuh Rani ke dalam pelukannya.
Rani melepaskan pelukannya, “Tapi ………… “ kata-katanya terputus karna Chris menghalangi bibir Rani dengan bibirnya sehingga dia tidak dapat berkata-kata. Dia hanya bisa memeluk Chris. Chris kekasihnya.
~ *** ~
Rani berdiri diujung tebing … di ujung dunia … pandangannya kosong tanpa beban. Dibalut kemilau sore dia merenung … berdoa … memohon … kehadirat Nya. Andai Ravi masih ada … andai Ravi dapat menemaninya di ujung dunia ini … andai Ravi masih bisa memelukku … Sayangnya semua itu sudah tidak dapat terjadi lagi.
Aku ingin teriak … aku ingin berontak … aku ingin menangis … Mengapa Kau mengambil hatiku ? Mengapa Kau ambil bukti cintaku ? Mengapa tidak Kau ambil nyawaku saja ? Mengapa Kau beri secercah kehidupan baru untukku ? Mengapa Kau memberi cinta yang baru untukku ? Sedangkan aku takut kehilangan cintaku lagi …
“Mengapa ……………” Jeritku putus asa. Tentu saja tidak ada tanggapan, hanya ada gema suaraku yang menyahut. “Jawab aku ! Apa Kau juga akan mengambil lagi cintaku ?” Isakku menggema di seluruh tebing. “5 tahun sudah Ravi meninggalkanku, 5 tahun sudah Chris menemaniku. Tapi rasa hampa itu terus melekati hatiku. Aku takut kehilangan Chris. Aku takkan sanggup lagi kehilangan cintaku …” desahnya perih.
Chris hanya termenung menyaksikan Rani. Menumpahkan kekesalannya di ujung dunia. “Sayang, aku tidak akan meninggalkanmu selama Dia masih mengizinkan kita bersama.”
“Sudahlah … aku sudah belajar untuk mengikhlaskan orang yang kucintai pergi meninggalkanku. Aku hanya merasa perlu melepaskan kegalauan hatiku. Amarahku tadi, agar aku tetap tersenyum setahun kedepan. Amarahku esok, agar aku tetap tersenyum untuk tahun berikutnya. Aku hanya ingin Dia tahu.” Rani memegang jemari Chris dan mengajaknya pergi.
Suasana di aula universitas Unpadj sangat ramai. Semua mahasiswa tegang saling memeluk dan terisak menangis. Semua memegang toga dengan bangga. Disaksikan keluarga, mereka satu persatu menaiki panggung untuk menerima toga kelulusan dari para dosen. Suasana yang diliputi bahagia sekaligus haru, tegang sekaligus senang. Sejak saat inilah aku resmi disebut dr. Maharani.
Suara sayup-sayup terdengar dari mimbar dosen, “Perhatian … saat ini akan diserahkan penghargaan tertinggi yang akan diberikan kepada mahasiswa dengan IP tertinggi 3,85. Kepada saudari Maharani, dimohon kedepan untuk menerima penghargaan.”
Saat aku maju, aku melihat semua mahasiswa memandang kearahku. Termasuk keluargaku dan Chris. 2 tahun lalu Chris lah yang mendapat penghargaan ini, kini aku tahu bagaimana menjadi pusat perhatian itu. Seluruh peserta hening, suara-suara terserap oleh langkah kakiku. Saat aku menjejakkan kakiku di panggung, ada perasaan lain merasuki hatiku, ‘andai Ravi dapat melihatku’ tapi, Chris juga cukup untuk meredam emosiku. Dengan bangga, kuacungkan penghargaan itu pada semua peserta. Mereka bersorak, ada yang menangis bahkan ada yang langsung memelukku.
Chris menghampiriku dan memelukku, “Bagaimana dr. Rani sudah siap untuk meninggalkan kampus ini ?”
“Ya … aku siap.” Jawabku mantap.
Beberapa temanku menghampiri kami, “Denger-denger, abis ini mau langsung meried ya ? Kok ngga undang-undang sih ? Kita-kita kan mau datang ? Bolehkan ?”
“Ya … boleh lah. Nih undangannya.”
“Makasih ya, kita pasti datang ke pesta kamu.”
~ *** ~
Suasana putih membalut penglihatanku, bunda sedang membantu menghiasiku. “Ran, mulai besok kamu bukan hanya miliki kami, tetapi juga milik Chris.”
“Tapi Rani tetap akan mengutamakan ayah dan bunda, kok.”
“Makasih sayang. Berarti kamu jadi dong bayarin ayah dan bunda honeymoon ke Eropa ?”
“Iya … kita honeymoon bareng ke Eropa. Aku udah bilang Chris, kita akan honeymoon bareng dan dia tidak keberatan.”
Ayah memasuki kamarku. Dia tertegun sejenak, “Nak … ayo keluar ! Kasihan penganten laki-lakinya sendirian.”
Dengan didampingi ayah dan bundaku, aku mantap melangkahkan kakiku melewati kamar rias menuju pelaminanku yang telah disinggahi oleh Chris. Fajar tadi aku telah resmi menjadi Ny. Wardhana, saat ini sedang berlangsung pesta pernikahan kami.
“Selamat menempuh hidup baru, nak.” Ucap bunda penuh haru.
“Semoga kebahagiaan selalu menemanimu dan tidak ada lagi kelam seperti dulu.” Doa ayahku menyertai langkahku menuju pelaminanku, langkah menuju kehidupan baruku.
~*** TAMAT ***~
Diperbarui lebih dari satu tahun yang lalu · Komentari · Suka
SAHABAT
Bagikan
26 Februari 2009 jam 14:40
Manusia terlahir ke muka bumi seorang diri
Manusia juga akan kembali bersatu dengan bumi seorang diri
Dalam prosesnya, manusia tak bisa sendiri
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri
Saudara …
Tetangga …
Sahabat …
Teman …
Pacar …
Semua satu ruang lingkup kehidupan
Manusia tidak bisa hidup tanpanya
Begitu juga aku …
Yang tiada pernah berdaya hidup tanpamu
Sahabat …
Aku datang …
Aku pergi …
Banyak mendapat teman baru
Tapi … percayalah …
Kau akan selalu berada di hatiku
… SAHABAT …
Suasana pagi kota Palembang yang dingin, gerimis yang tak kunjung berhenti, menghantarkan Ravi menuju tempat peristirahatan terakhirnya. Dengan dipimpin seorang ulama kami membacakan doa yang mengiringi proses pemakamannya.
“Kenapa kamu meninggalkan Rani, Vi ? Kamu udah janji mau mendampingi Rani seumur hidup. Kenapa kamu mengingkarinya, Vi. Jawab Vi, kenapa kamu diam aja ?”
Ayah menepuk pundakku, “Ran, kamu harus tabah ya ! Ravi udah pergi untuk selamanya. Kita harus mengikhlaskannya agar dia tenang di alam sana.”
“Ini semua karna ayah, andai saja ayah tidak mengusir Ravi pergi, pasti Ravi saat ini masih hidup.”
“Ini semua adalah takdir, sayang. Kita harus menerimanya dengan lapang dada.” Hibur ayahku.
“Bagaimana Rani bisa tabah. Seandainya Ayah mengizinkan kami menikah pasti Rani ngga akan kabur, sehingga kejadian ini tentu tidak akan menimpa kami dan pasti saat ini Ravi masih hidup.”
Sebulan telah berlalu sejak kepergian Ravi, saat ini kondisiku jauh lebih baik dan aku juga sudah berdamai dengan keluargaku maupun keluarga Ravi Aku teringat kembali saat peristiwa naas itu terjadi.
“Rav, Rani hamil. Rani harus bagaimana, Rani gugurkan bayi ini atau tetap kita pertahankan ?”
“Kamu bicara apa, yang. Melakukan hubungan di luar nikah aja kita udah dosa, jangan kamu tambah dengan dosa karna membunuh bayi itu. Aku akan bertanggung jawab, aku akan menikahimu.” Jawabnya tegas.
Aku memeluknya, “Lalu bagaimana dengan sekolah kita ? Dan bagaimana dengan keluarga kita ?”Aku bertanya padanya dengan gusar.
Ravi membelai rambut panjangku, “Kamu bisa cuti dulu, sedangkan aku akan tetap sekolah agar aku bisa lulus dan dapat mencari pekerjaan untuk menafkahi kamu.Sebaiknya sekarang kita ke rumahmu dan aku akan melamarmu.”
Aku menatapnya dan kembali memeluknya. Lalu kami pergi ke rumahku untuk menemui ayahku. Ravi berbicara pada ayahku tentang kehamilanku dan niatnya untuk bertanggung jawab. Tapi niat itu langsung ditolak mentah-mentah oleh ayahku.
”Bagaimana kamu akan memberi makan putriku jika kamu sendiri masih sekolah, apa cinta yang kamu punya dapat mengenyangkan anakku dan mencukupi kebutuhannya ?” Jawab ayahku penuh emosi.
“Ayah jahat, Ravi kesini untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya pada Rani. Apa ayah mau bayi Rani lahir tanpa ayah. Apa kata orang nanti bila Rani melahirkan tanpa suami, yah.”
Ayah menamparku, “Jangan coba-coba menceramahiku, kamu yang harus berpikir, apa kata orang bila anak SMA seperti kamu sudah kami nikahkan.”
Bunda mendekati dan memelukku, “Ayah tolong jangan main tangan, dia kan anak kita.” Ucap Bunda sabar.
“Itulah akibatnya jika kamu terlalu memanjakan dia, dia jadi kurang ajar. Dia telah mencoreng kehormatan keluarga kita. Ayah mau jawab apa kalau ditanya, kenapa Ayah sudah menikahkan Rani padahal Rani belum lulus SMA, mau ditaruh dimana mukaku ini. Ravi, kalau kamu sayang sama Rani, pergi dan tinggalkan kehidupan kami jauh-jauh !”
“Ayah jahat, kalau ayah mengusir Ravi, Rani akan ikut Ravi pergi dari sini.”
“Jangan harap kamu bisa pergi dari sini, Bunda, bawa Rani masuk ke kamarnya dan kunci pintunya.”
“Ayah tidak bisa begitu. Ayah tidak bisa melarang Ran pergi, Ran sudah besar, Yah. Rani mohon biarkan Rani terus berada disamping Ravi !”
Ayah mengusir Ravi keluar dari rumahku. Aku menjerit sekencang-kencangnya tapi Ayah tidak menghiraukanku karena Bunda sudah memaksaku memasuki kamarku dan menguncinya dari luar lalu kunci itu diberikan kepada ayahku. Tapi Ayah salah, cinta bisa melakukan apa saja.
Aku menelphon HP Ravi, “Rav, bawa Rani keluar dari sini ! Aku dan bayiku ngga bisa hidup tanpa kamu, Rav.”
“Bagaimana bisa aku membawa kamu, sedangkan kamu dikurung di rumah ?”
“Rani akan keluar lewat jendela, tapi kamu harus jemput Ran sekarang juga ! Aku takut ketahuan Ayah.”
“Apa cara ini bisa dianggap benar. Inikan berarti aku membawa kabur anak gadis orang ?”
Aku mulai menangis lagi, “Tidak ada cara lain lagi, atau kamu tidak ingin hidup bersamaku ?”
“Bukan begitu, hanya saja aku merasa cara ini tidak pantas kita lakukan. Kita bisa terus memohon pada Ayahmu, pasti suatu saat hatinya akan melunak.”
“Rani sangat mengenal Ayah, sampai kapanpun ia tidak akan mengijinkan kita bersama. Kumohon bawa Rani pergi dari sini, atau Rani akan pergi sendiri dari rumah ini.”
“Oke aku jemput, kamu tunggu aja di jendela kamarmu !”
Ravi menjemput dengan motornya 15 menit setelah ku telephone, dia menungguku di dekat jendela kamarku. Rintik-rintik gerimis menghantarkan kepergianku dari rumah. Deru motor yang dipacu sangat cepat dalam siraman hujan membuat motor Ravi kehilangan keseimbangannya membuat motor menjadi oleng dan akhirnya menabrak beton pembatas jalan. Motor itu lalu terbalik dan melemparkan aku dan Ravi ke trotoar. Badanku sakit dan terasa remuk, aku lalu menghampiri Ravi, kulihat genangan darah membasahi wajahnya. Aku berusaha membangunkannya tapi ia tidak bergeming sedikitpun, aku terus mengguncangkan badannya sampai penglihatanku kabur dan aku tergeletak pingsan. Ravi telah pergi meninggalkan dunia bersama bayi yang sedang kukandung. Hujan yang turun dengan derasnya menghantarkan kepergian Ravi dan bayiku.
“Rani, kamu dengar ucapan Ayah barusan tidak ?”
“Maaf, Yah, tadi Ayah bicara apa ? Rani tidak dengar.”
“Bagaimana kamu bisa mendengar, kamu sedang melamun. Apasih yang sedang kamu lamunkan, kok serius sekali melamunnya. Bukan melamun yang jorok-jorok kan ?” Tanya Ayahnya ragu.
“Ya enggaklah, Yah. Rani sedang memikirkan Ravi.” Aku tertunduk lesu, tanpa sadar air mataku mulai mengalir dengan sendirinya.
Ayahnya menatap dengan iba dan memelukku, “Kamu kangen sama Ravi ya ?”
“Rani menyesal, Yah. Kalau saja Rani mendengarkan perkataan Ayah, pasti Ravi masih hidup sampai sekarang.”
Bunda lalu ikut memelukku dan Bundapun ikut menangis, “Kamu ngga boleh berpikiran begitu, ini adalah takdir dan kamu tidak bisa merubah takdir itu. Mungkin ada hikmah yang bisa kita ambil dari kejadian ini. Bunda mohon kamu jangan sedih terus, kalau kamu sedih Ayah dan Bunda juga akan ikut sedih.”
“Lagipula kalau kamu terus meratapi kepergian Ravi, dia ngga akan tenang ninggalin dunia ini. Kamu mau itu terjadi sama dia. Ayah yakin, kamu pasti bisa mengatasi masalah ini dan akan mendapat pengganti Ravi di hati kamu. Iyakan Bunda ? Kamikan melahirkan anak yang sangat hebat dan penuh ketabahan. Jadi tersenyumlah, minimal tersenyum untuk Ravi.”
“Makasih ya, Yah. Eh Yah, kita punya rumah di Bandung kan Yah?”
“Iya memang kenapa, kamu mau liburan kesana ?”
“Ngga, bulan depankan Ran udah ujian kelulusan, Ran mau nerusin kuliah di Bandung, bolehkan Yah ?”
“Ke Bandung, tapi bulan depan Ayah dipindahkan ke Jakarta bukan ke Bandung.”
“Rani tahu, tapi Rani ingin nerusin kuliah di fakultas kedokteran di Unpadj Bandung habis kata temen-teman Rani Unpadj adalah universitas yang bagus loh, Yah.”
“Di Jakarta juga ada UI yang menjadi universitas nomor satu di Indonesia. Apa kamu ngga mau masuk sana ?”
“Ngga, Yah, kalau Rani masuk sana akan mengingatkan Rani sama Ravi. Cita-cita diakan mau masuk UI. Lagian kalau Rani tinggal di Bandungkan cuacanya sejuk ngga panas kayak di Jakarta. Rani akan pulang tiap Sabtu dan Minggu deh, jarak dari Bandung ke Jakartakan deket, 2 jam naik mobil juga sampai.”
“Berarti Ayah harus beliin kamu mobil dong ?”
“Iya dong, Yah. Masa udah kuliah masih naik angkot sih.”
Bunda mengelus rambut panjangku, “Ye… bilang aja mau minta mobil, ngga usah muter-muter gitu ngomongnya. Tapi kalau Bunda terserah kamu aja mau kuliah dimana, asal kamu serius Bunda pasti setuju.”
“He..he..he.. iyasih intinya Rani minta dibeliin mobil. Tapi Bunda serius memberi izin Rani kuliah di Bandung ? Bunda udah ngizinin, Yah, masa Ayah ngga memberi izin sih.” Rayuku manja pada Ayah, aku memang selalu merayu Ayah kalau aku mau minta sesuatu.
“Iya Ayah izinkan, tapi dengan syarat kamu harus serius kuliah ! Bikin Ayah dan Bunda bangga sama kamu.”
“Makasih ya, Yah “
Bunda cemberut, “Sama Bunda ngga ?”
Aku memeluk Bunda, “Terutama sama Bunda.”
~ *** ~
Hari ini adalah hari kelulusanku sebagai murid SMA. Aku senang karna prestasiku tidak turun. Aku tetap menjadi juara umum karna nilai ujianku tertinggi di SMA ku. Ayah dan Bunda memberi ucapan selamat dengan mencium kedua pipiku. Setelah nilai ujianku keluar dan aku sudah mengurus surat kepindahanku, aku langsung berangkat ke Jakarta, ketempat tinggal orang tuaku sekarang. Aku ngga ikut upacara kelulusan dan malam Prom Night di sekolahku. Dulu, aku selalu membayangkan merayakan kelulusan bersama Ravi dan akan pergi ke Prom Night bersamanya. Tapi kini sudah ngga mungkin lagi mewujudkannya.
Dear teman-temanku,
Maaf Rani langsung pergi ke Jakarta begitu saja tanpa memberi kabar pada kalian. Bukannya Rani ngga inget sama kalian, Rani sangat menyayangi kalian kok. Rani harus pergi diem-diem, karna jika Rani memberitahu rencana Rani pada kalian, kalian pasti berusaha mencegah kepergian Rani, minimal sampai upacara kelulusan atau Prom Night. Rani tidak ingin ikut upacara kelulusan, pasti kalian semua mengetahui alasan Rani tidak mau ikut kan ? Dulu Rani selalu berharap akan pergi ke Prom Night bersama Ravi, harapan inilah yang membuat Rani sakit dan mengingat kembali Ravi.
Padahal kalian tahu bahwa selama dua bulan ini Rani berusaha untuk tidak memikirkan ( bukan melupakan ) Ravi, karna saat Rani memikirkannya Rani akan terus merasa bersalah dan bertanggungjawab atas kematiannya. Walaupun Ayah dan Bunda bilang itu bukan kesalahan Rani, melainkan takdir, tetap saja Rani merasa bersalah. Kalau saja waktu itu Rani tidak memaksa membawa Rani kabur dari rumah, pasti saat ini dia masih hidupkan ?
Mungkin kapan-kapan kalian bisa mengunjungi Rani di Jakarta atau di ITB Bandung, Rani kemarin mengajukan PMDK kesana dan ternyata lulus. Rani akan selalu menunggu kedatangan kalian, pintu rumah Rani akan selalu terbuka untuk kalian. Walaupun Rani akan mendapatkan teman-teman baru, tapi percaya deh, Rani ngga akan pernah melupakan kalian malah Rani akan selalu mengingat persahabatan kita sampai tua ( wah… bisa buat bahan cerita yang seru buat cucu Rani nanti nih ).
Mungkin segini dulu surat yang bisa Rani kirim ke kalian, Rani lagi sibuk beres-beres. Salam buat yang lain ya ! Sampai kapanpun Rani akan selalu menganggap kalian sahabat sejati dan Rani ngga akan pernah melupakkan apa aja yang pernah terjadi selama kita sahabatan. Aku tunggu kalian di Jakarta atau di Bandung, terserah kalian mau datang kemana yang penting kalian harus datang minimal setahun sekali, oke ? Bye …I Miss U Forever
Aku membaca kembali surat yang kubuat, lalu aku kirimkan ke alamat sekolah. Maaf teman-teman mungkin kalian menganggapku pengecut, karna aku lari dari masalah. Tapi hanya cara inilah yang efektif untuk membangun mentalku kembali. Mungkin akan sulit untuk mencari pengganti Ravi, tapi seperti kata Ayah, pasti suatu saat aku akan bertemu dengan orang yang dapat menggantikan posisi Ravi di hatiku.
~ *** ~
Sebenarnya setibanya di Jakarta aku langsung merapikan barang bawaanku ke kamar baruku. Ternyata tetanggaku adalah mitra bisnis Ayahku, Pak Suseno, dia teman Ayahku sekaligus pemasok bahan dasar untuk perusahaan Ayahku. Ayahku bekerja sebagai Direktur Jasa Kontruksi Bangunan. Sebenarnya setelah beres-beres aku ingin mengurus persiapan kuliahku di Bandung, tapi Ayah dan Bunda terus memaksaku untuk ikut liburan ke Bali. Aku tahu mereka sayang padaku sehingga mereka berusaha menghiburku agar aku tidak terlalu mengingat Ravi, jadi akhirnya aku menyerah pada bujukan mereka.
“Nah, gitu dong. Kitakan juga butuh refresing, lagian kamu ngga akan nyesel deh soalnya tempatnya bagus banget dan juga disana banyak cowo-cowo ganteng. Menyelam sambil minum air, liburan juga sekalian ngeceng.”
“Bunda nih, becanda aja. Iya, Rani ikut deh.”
“Nah gitu, masa kamu mau jadi fosil di Jakarta. Bukan cuma kita aja loh yang liburan ke Bali, Ayah juga ngajak Pak Suseno dan keluarga untuk ikut bersama kita”
“Eh Bunda denger, anaknya Pak Suseno ganteng loh, dan diajuga kuliah di Unpadj Bandung juga, mahasiswa fakultas kedokteran. Wah, kok bisa kebetulan kayak gini sih ?”
“Bunda, aku lagi ngga tertarik buat berhubungan serius dengan cowo ah.”
Papa menoleh kearahku, “Masa ………”
Inggit memelototi papanya, “Papa … apaan sih. Ikut-ikut aja.”
“Kamu boleh ngomong begitu sekarang, tapi liat aja nanti setelah kamu bertemu dia. Dia tuh ganteng banget dan pinter, IP nya selalu tertinggi di Unpadj fakultas kedokteran. Kalo Bunda belum punya suami, udah Bunda kecengin dari kemarin.”
“Bunda ganjen ih.”
“Biar, namanya siapa, Yah ? Bunda lupa.”
“Kalau ngga salah sih, Christian Wardhana. Tapi dia biasa dipanggil Chris.”
“Chris … sok bule banget sih dia”
“Kamu tuh ya, bisanya cuma ngeledekin orang aja. Awas ya kalau naksir sama dia, kamu harus bayarin Ayah dan Bunda Honeymoon ke Eropa ya ?”
“Huh, maunya. Tapi kita liat aja nanti siapa yang bakalan bayarin ke Eropa. Bunda, gimana kalau sekarang kita belanja buat persiapan liburan sekalian beli keperluan Rani buat kuliah, termasuk beli mobil baru buat Rani loh, Yah.”
“Sipp … ayo kita berangkat.”
Akhirnya aku, Ayah, dan Bunda pergi ke Plaza Indonesia untuk shoping. Saat di PI aku memisahkan diri dari Ayah dan Bunda. Mereka ketempat pakaian aku pergi ke counter HP. Saat itulah aku melihat sesosok laki-laki tampan yang wajahnya menyerupai wajah … Ravi … Aku mengejarnya, karna aku tidak tahu namanya, jadi aku ngga bisa memanggilnya. Aku berusaha mengejarnya, tapi dia menghilang memasuki kepadatan pengunjung Mall. Entah karena aku shock karna bertemu seseorang yang mirip Ravi atau karna aku belum makan sedikitpun sejak pagi, pandanganku kabur dan mataku seperti berkunang-kunang, lalu aku memejamkan mata … pingsan. Saat aku sadar, aku sudah berada di tempat tidurku dan kepalaku terasa mau pecah. Aku ngga ingat apa yang telah terjadi, yang aku ingat hanya aku bertemu dengan seseorang yang mirip dengan Ravi. Tapi mungkin itu cuma mimpi. Baru kusadari Ayah dan Bundaku tertidur disamping tempat tidurku. Ternyata aku pingsan selama 7 jam. Bunda tersadar ketika aku berusaha mengambil minum di meja rias dekat Bunda.
Bunda memanggil Ayah, “Ayah cepat sini, Rani sudah siuman.”
“Bagaimana kondisi kamu ? Sudah mendingan ? Kamu kenapa sih ? Memisahkan diri dari kami dan langsung pingsan. Untung tadi ada anaknya Pak Suseno, dia yang nolongin kamu loh, kamu harus berterimakasih sama dia nanti !”
“Tadi Rani ketemu orang yang mirip Ravi, lalu Rani mengejarnya tapi Rani kurang cepet karna dia langsung berbaur dengan pengunjung lain.”
Ayah terlihat sangat marah, “Mau sampai kapan kamu mikirin dia, gara-gara dia, kami hampir kehilangan kamu di Mall. Kalau tidak ada Chris, mungkin kami tidak bisa bertemu lagi denganmu. Kamu tahu itu, Ayah ngga mau tahu pokoknya kamu harus melupakan Ravi, dia bisa membuat kamu gila.” Ayah pergi dari kamarku dengan muka yang penuh amarah.
Bunda mencoba menenangkanku yang mulai terisak, “Maafkan Ayahmu, dia sangat cemas saat menyadari kamu tidak ada di samping kami. Percaya deh Ayah berniat baik sama kamu, kamu boleh mikirin Ravi tapi jangan kelewatan seperti ini.”
“Iya Bunda, Rani tahu Rani salah. Nanti Rani mau minta maaf sama Ayah.”
Suasana makan malam sangat hambar dan dingin, kami semua makan dalam diam.aku merasa suasana mulai tenang, aku berusaha mencairkan suasana.
“Ayah, Rani minta maaf. Rani janji Rani ngga akan mikirin Ravi berlebihan. Rani hanya akan mengingat Ravi dalam hati. Rani janji ngga akan melalaikan kewajiban Rani karna terlalu memikirkan Ravi. Tapi jangan suruh Rani untuk melupakan Ravi !”
“Ayah juga minta maaf, bukan maksud ayah untuk melukai hati kamu. Tapi Ayah sedih melihat kondisi kamu yang terlalu menyayangi Ravi. Ayah takut kamu jadi lemah dan melalaikan kewajiban kamu. Kamu boleh nginget-nginget Ravi sesuka kamu, tapi tolong jangan perlihatkan muka sedih kamu pada kami. Kami bingung ketika melihat wajah kamu yang sedih. Kami jadi merasa bersalah pada kamu.” Ayah memelukku dengan hangat.
“Ayah tadi bilang apa, yang nyelametin Rani namanya Chris. Chris siapa, Yah?”
“Chris yang kamu bilang sok bule itu loh”
“Maksud Bunda, Chris anaknya Pak Suseno ?”
“Iya.”
“Baik juga tu orang.”
“Hus… kamu kok ngomongnya gitu. Kalau ngga ada dia pasti kamu udah dibawa orang jahat.”
“Ah Ayah paranoid nih, tapi nanti Rani tetep akan mengucapkan terima kasih sama sok bule itu.”
“Huh dasar, kamu tuh ada-ada aja manggil nama orang.”
“Kalau begitu nanti, kamu anterin kue brownis buatan Bunda kekeluarga Suseno !”
“Oke Bunda, asal ada jatah brownis buat aku aja.”
“Iya, kamu sekarang udah baikan kan ? Setelah anterin brownis lebih baik kamu pergi main naik sepeda keliling kompleks, lumayan loh bisa bikin badan seger.”
“Iya deh. Ayah, Bunda, Rani minta izin ya mau main ?”
“Iya, tapi pulangnya jangan malem-malem ya !”
“Oke bos.”
Aku berkeliling komplek baruku, ternyata komplek disini luas banget dan memiliki fasilitas yang sangat komplit. Ada kolam renang, ada lapangan dari lapangan bola, basket, voli, kasti, tennis, sampai golf, pokoknya komplit banget deh. Ternyata keliling naik sepeda bikin cape juga yah, aku berhenti disebuah warung tenda di pinggir jalan untuk istirahat dan membeli air minum.
“Misi … Mba pesen apa ?”
“Teh botol satu aja deh Pak.” Aku menjawab pertanyaan Bapak itu sambil mengambil teh botol yang tinggal satu itu. Tapi saat aku mau mengambil, ternyata ada sepasang tangan kekar yang memegang teh itu juga. Aku lalu mendongak menatap pemilik tangan tersebut. Aku terperangah, wajah dihadapanku begitu tampan tapi bukan itu yang membuatnya terkejut. Laki-laki itu yang berusaha kukejar saat di Mall karna wajahnya mirip Ravi.
Aku dan dia sama-sama melepaskan teh itu dan menyimpannya kembali ke mesin pendingin. “Sampe kapan lo mau ngeliatin muka gue ? Lo naksir sama gue ya ?” Ucapnya dengan wajah sengak.
“Geer banget sih lo.”
“Abis, lo ngeliatin gue kayak orang yang terpesona melihat tampang ganteng gue. Tapi gue udah biasa kok dengan wajah cewe-cewe yang terpesona dengan ketampanan gue ini.”
“Weits … jadi orang jangan kegeeran deh. Lo emang cakep tapi kayaknya kelakuan lo minus tampang lo ya ?”
“Eh songong banget sih lo. Belum ada cewe yang berani ngomong gitu sama gue tau.”
“Ya, bagus deh. Biar lo sadar dengan kelakuan minus lo itu. Lagian ngapain lo ngambil teh botol itu, kan gue duluan yang megang teh itu.”
“Seenaknya lo ngaku-ngaku, ketauan gue dulu yang megang baru tangan lo.”
“Ketaun gue dulu baru lo.”
“Ketauan ditangkep polisi, tau.” Sesaat suara itu menghentikan perdebatan ku dengan laki-laki itu.
“Apa maksudnya ?” Tanya laki-laki itu.
“Maksud gue, kalo ketahuan ya bakal ditangkep polisi.”
“ Emang lo siapanya dia, ikut campur aja ?” Tanyaku.
“Gue bukan siapa-siapa kalian kok, kenal aja ngga sama kalian. Gue Cuma mau bilang teh botolnya udah gue ambil dan gue minum jadi kalian ngga usah rebut lagi deh, percuma.”
“Hah ……” desahku berbarengan dengan laki-laki itu
Aku lalu pergi meninggalkan warung itu dengan penuh amarah, kok ada sih laki-laki kayak gitu. Ngga mau ngalah banget sih sama cewe. Tampangnya dia sih emang cakep dan mirip banget sama Ravi bahkan cowo itu lebih cakep disbanding Ravi, tapi kelakuannya ngga mirip sama sekali karna perilaku cowo itu sungguh jelek. Lalu aku pulang dengan tampang BT sampai-sampai Ayah dan Bunda bingung melihat aanaknya. Habis olahraga tampangnya bukan seger malah sepet kayak gini.
“Kamu kenapa. Abis olahraga kok malah cemberut gitu ?”
“Kamu ngga dikejar anjing kan ?”
“Ayah nih becanda aja, Rani lagi kesel sama cowo.”
Ayah dan Bunda langsung bengong. “Cowo .......”
“Iya, cowo itu nyebelin banget deh. Tadi Rani berantem sama dia pas sama-sama ngambil teh botol yang tinggal satu itu, dia ngga mau ngalah sedikitpun sama cewe, ngga gentle banget sih. Pokoknya Rani sebel banget sama cowo itu.”
Ayah dan Bunda tersenyum, “Wah, bisa barengan begitu ya ? Jangan-jangan dia jodoh kamu lagi ?”
“Ayah nih becanda aja, emang sih cowo itu ganteng banget tapi kelakuannya minus.”
“Jangan gitu, nanti kamu suka lagi sama dia. Kata orang perbedaan benci sama cinta itu cuma setipis kulit bawang loh.” Goda Bunda.
“Bunda nih, bisanya cuma ngeledekin Rani aja. Rani ke atas aja deh, Rani mau mandi badan Rani gatel banget nih.”
“Mandi yang bersih ya.”
“Iya, abis itu Rani mau tidur, jangan dibangunin sampe besok pagi ya !”
Saat ini aku lagi mikirin kejadian tadi siang. Sebenarnya dia cukup ganteng kok, seandainya saja kelakuannya ngga minus, dia bisa jadi cowo yang sempurna untuk jadi pujaan para cewe. Eh kok, aku jadi mikirin dia sih. Bodo amat, mau dia sempurna kek mau dia ancur kek, apa urusannya sama aku. Aku pikir-pikir, dia makin jauh beda sama Ravi deh. Mungkin aku kemarin lagi kangen aja sama Ravi, jadi pas ngeliat cowo minus itu aku kayak liat Ravi. Iya, pasti begitu.
Keesokan harinya aku dibangunkan Bunda jam 6 pagi. Hari ini kami liburan ke Bali bareng keluarga Suseno dan si sok bule itu.
“Kayak gimana sih yang namanya Chris ?” desahku penasaran.
“Ya kayak gini.” Jawab seseorang disampingku.
“Hah … lo yang namanya Chris ?”
“Kalau di KTP gue belum ganti sih, nama gue masih tetep Christian Wardhana atau yang biasa dipanggil Chris.”
“Kalau lo namanya Chris, berarti lo yang nolongin gue kemarin pas di Mall.”
“Yup, tepat. Apa nolongin orang juga perbuatan minus.”
“Ya enggaklah, tapi perbuatan lo kemarin itu yang minus.”
“Kenapa minus, gue haus jadi gue ambil deh itu teh botol.”
“Karna lo ngga mau ngalah sama cewe, harusnya kalo hal itu terjadi lo ngalah dong sama cewe.”
“Kenapa gue harus ngalah sama cewe, di warungnya aja ngga ada bacaan kayak gitu.”
“Lo ngga pernah denger istilah La …”
“Apa ? Ladies first. Basi banget sih mau minum aja mesti pake istilah. Lagian kenapa juga cowo harus selalu ngalah sama cewe kenapa ngga cewe aja yang ngalah sama cowo.”
“Lo tuh nyebelin banget sih.”
“Eh kok gue, bukannya lo yang ngeselin.”
Ayah dan Bunda yang baru datang bingung melihat anaknya sedang adu mulut dengan anak patnernya. “Ran, ada apa ini ? ”
“Ayah, dia nih jadi orang nyebelin banget deh.”
“Rani ngga boleh ngomong gitu, Chris kan yang nolongin kamu waktu pingsan di Mall. Ayo minta maaf dan sekalian terima kasih karna dia udah nolongin kamu waktu itu.”
“Tapi, Yah …”
“Maharani.”
Kalau Ayah sudah memanggil nama lengkapku berarti sikapku sudah keterlaluan, tapi aku merasa ngga keterlaluan sama orang yang menyebalkan ini. Tapi untuk cari amannya akhirnya aku minta maaf dan mengucapkan terima kasih karna telah menolongku saat di Mall. “Maaf ya, dan juga Ran mau ngucapin terima kasih karna udah nolongin Rani.”
“Iya, sama-sama.”
“Nah gitu dong, damai itu indah kan ? Yaudah kita sekarang ke dek kapal aja yuk, disana Pak Suseno lagi buat barbeqiu loh. Chris juga suka barbeqiu kan, sama kayak Rani.”
Akhirnya aku hanya mengikuti Ayah dan Bunda dengan pasrah, saat aku menengok kebelakang kulihat Chris menertawakanku. Kulirik kedepan, ternyata Ayah dan Bunda sudah berjalan jauh di depan. “Ngapain lo ketawa ? Apa yang lucu ? Lo ngeledek gue ya ?”
“Geer banget lo jadi orang.”
“Lo …”
“Chris, Ran … cepetan kesini ! Dagingnya udah mateng loh.”
“Awas lo ya.”
Ancamku sebelum pergi menyusul Ayah dan Bundaku. Ketika aku menghampiri mereka, tercium harum daging panggang yang membuat perutku bikin konser. Maklum aku kan belum makan dari pagi.
~***~
Sebenarnya aku sedikit tertarik dengan anak tetangga baruku itu. Wajahnya yang manis, matanya yang sayu, hidungnya yang mancung, bibirnya yang merah merekah, rambutnya yang halus dan indah, pokoknya gadis ini memiliki bentuk yang mendekati kesempurnaan. Kata papa dia sengaja pindah kesini karna ada masalah di Palembang. Aku sempet ngga percaya dengan cerita papa tentang problematika, Maharani, anak tetangga baruku itu. Wajah cantik yang terlihat polos itu benar-benar menyembunyikan kejelekannya, aku tidak percaya anak sepintar itu bisa hamil diluar nikah. Bahkan dia nekat kabur untuk bersama dengan pacarnya, sampai kecelakaan itu terjadi, kecelakaan yang merenggut pacar dan bayinya itu. Untuk menenangkan Rani, ayahnya sengaja membawa dia pergi meninggalkan Palembang dan pindah ke Bandung. Ternyata memiliki otak yang pintar dan cerdas, tidak membuatnya luput dari kesalahan.
Sekarang keluargaku sedang berlibur bareng dengan keluarga dia. Entah kenapa, sejak pertama bertemu dengan dia, aku jadi pengen ngisengin dia terus ya ? Padahal aku bukan orang yang suka ngisengin orang loh.
“Wah, harum banget. Jadi pengen makan nih.”
“Nih bagian kamu.”
“Makasih ya, Ma.”
“Rani, ini buat kamu.”
“Makasih ya, Tan. Aku mau makan di belakang ya.”
“Rani mau kemana sih ?”
“Dia mau menawarkan makanan itu sama Ravi dulu.”
“Ravi …”
“Oh, ya udah kita terusin aja deh. Nanti dia juga balik lagi kesini.”
Aku termenung, begitu setianya dia dengan kekasihnya. Dia pasti sedang menangis sekarang, dan mungkin saat ini dia butuh teman bicara.
Byurrrrr …………
“Suara apa itu ?”
“Ayah, Ran terjatuh ke laut. Cepat tolong dia, Yah.”
“Iya, ayah loncat sekarang juga.”
“Jangan, lebih baik Om puter arah kapal …”
Byurrrrr …………
Begitu mendengarnya terjatuh, entah kenapa aku refleks ingin menyelamatkan dia. Tanpa pikir panjang aku lalu terjun kelaut dan berusaha berenang kearahnya. Saat aku berhasil menangkap tubuhnya, dia sudah lemas karna terlalu banyak menelen air laut. Kapal sedang menuju kesini, entah berapa jauh aku berenang yang aku tahu aku harus cepat menolong jiwanya.
“Rani, bangun nak. Ini Bunda.”
“Dia pingsan karna terlalu banyak meminum air.”
“Bagaimana ini, Yah.”
“Bunda jangan diam aja, cepat ambil obat dan selimut.”
“Ngga usah … Maaf ya Om, Tante, ……”
“Maaf untuk apa …”
Aku tidak sempat menjawab pertanyaan ibunya, karna aku langsung menempelkan bibirku pada bibirnya untuk memberikan nafas buatan. Bibirnya dingin. Saat aku menciumnya ada perasaan aneh merasuki hatiku.
“Uhuk … uhuk …”
“Ayah, Rani sudah sadar. Kamu ngga apa-apakan, Nak ?”
“Bunda … dingin …”
“Chris, tolong angkat Rani kekamarnya ya !”
“Baik, Om.” Rani memelukku sangat erat. Aku jadi penasaran, apakah kalau dia sadar akan memelukku seerat ini.
“Bunda siapin air panas, ya ?”
“Iya baik, Yah.”
“Maaf sudah merusak acara barbeqiunya !”
“Ah … tidak apa-apa, yang penting Rani selamat.”
“Untunglah ada kamu Chris, karna Om pasti sudah ngga kuat berenang sejauh itu.”
“Sama-sama Om, saya juga senang bisa menolong Rani.”
“Kamu seneng bisa nolong, apa seneng bisa nyium ?”
Kuharap pipiku tidak memerah, “Ah … papa ini. Jangan didengerin Om. Papa emang suka bercanda, lagian tadi aku memberikan nafas buatan bukan ciuman.”
“Bener juga ngga apa-apa kok.”
“Ah Om ini bisa aja.”
“Bunda, bagaimana keadaan Rani ?”
“Sudah baikan, sekarang dia sedang tidur. Tante berterimakasih banget sama kamu, karna kamu mau nolongin anak kami satu-satunya. Entah apa yang terjadi sama tante kalau ada apa-apa sama Rani.”
“Tante, ngga usah begitu. Emang udah kewajibanku untuk me …” Belum selesai aku berbicara, kata-kataku sudah diteruskan olehpapaku.
“Mencium Rani ?”Ledek Pak Suseno.
“Papa nih, maksudku menolong.”
“Yah menurut tante sih ngga apa-apa, itung-itung sebagai imbalan telah menyelamatkan Rani.”
“Kalian semua ini seneng banget ngeledek aku sih, udah ah aku mau keatas aja.”
Aku lega akhirnya kamu bisa selamat, Rani. Ngga cuma tante doang yang mencemaskan Rani, aku juga cemas banget. Apa yang akan kamu lakukan kalau kamu tahu aku pernah mencium kamu ya ?
~***~
Kepalaku pening dan tubuhku terasa berat. Apa yang telah terjadi padaku, aku berusaha mengingatnya. Yang aku ingat saat aku berjalan ke arah belakang kapal, kakiku terpeleset sehingga aku terjatuh ke laut, selebihnya aku sudah tidak ingat lagi.
“Sayang, kamu udah bangun. Bunda dan ayah sangat mencemaskan kamu loh.”
“Emang Rani kenapa bunda ?”
“Pake nanya lagi. Kamu itu tercebur ke laut. Untung ada Chris yang nyelametin kamu, kalo ngga Bunda udah ngga tau apa yang terjadi sama kamu sekarang.” Bunda mulai terisak sambil memelukku.
“Jadi Chris nyelametin Rani lagi ?”
“Iya, kamu harus berterima kasih sama dia.”
“Iya bunda, nanti Rani akan berterima kasih sama dia karna telah menyelamatkan Rani untuk yang kedua kalinya.”
“Bagaimana perasaanmu saat ini Ran ?”
“Udah baikan kok, bunda ngga usah cemas lagi deh.”
“Cuma itu doang, ngga ada perasaan yang lainnya ?” tanya bunda penasaran
“Maksud bunda apa sih ? Rani ngga ngerti ?”
“Oh ya udah kalo ngga inget.” Senyum bunda yang jail membuatku penasaran.
“Ngga inget apa sih bunda. Bunda ngelakuin apa pas Rani pingsan tadi ?”
“Kok tanyanya sama bunda, tanyanya ke Chris dong.” Senyum bunda semakin jail
“Ih bunda apaan sih. Ada apa sih sebenernya ? Kasih tau Rani apa yang sebenernya terjadi dong ?” pintaku manja
“Udah ah kalo mau tau tanya aja sama orangnya. Bunda pergi dulu ya. Ayahmu udah manggil bunda tuh.”
Aku jadi bingung apa sih yang disembunyiin bunda dari aku. Pas tadi aku pingsan, aku sempat mimpi dicium oleh pangeran tampan yang mukanya mirip sekali sama Ravi. Tapi dia bukan Ravi, dia malah sangat menyerupai wajah seseorang yang aku kenal. Tapi rasanya dia ngga akan mungkin nyium aku. Tapi apa hubungannya perasaanku sama kejadian barusan. Aku kan Cuma tercebur ke laut lalu ditolong oleh Chris … ya ampun … Jangan-jangan bunda mau bilang sesuatu yang seperti dalam mimpiku. Seseorang telah menciumku, dan orang itu adalah Chris. Aduh aku malu banget kalo gitu. Gimana aku bisa bilang terima kasih kalo aku selalu mengingat ciumannya itu. Bagaimana tampangnya saat tahu aku sangat memikirkan ciumannya itu. Pasti dia akan kegeeran banget deh.
~ *** ~
Walaupun aku malu, tapi aku tetap menghampirinya untuk berterima kasih. Wajahnya saat itu terlihat begitu tampan, dia sedang memandangi sekaligus mengagumi keindahan yang sedang menghampar di hadapannya.
“Hai… Rani kesini mau berterima kasih sama kamu karna lagi-lagi kamu nyelametin Rani.”
“Ah apaan sih pake terima kasih segala. Udah kewajibanku untuk menolong orang sesama”
“Tapi tetep aja Rani harus berterima kasih sama kamu.”
“Kalau begitu, kelakuanku udah ngga minus lagi kan ?”
“Gimana ya, tapi tetep aja kelakuan kamu waktu itu minus.”
“Ya deh, aku mau rubah sikapku itu.”
“Nah gitu dong, jadi sikap kamu yang Rani tahu ngga ada yang minus. Tapi Rani ngga tahu loh sikap kamu yang lainnya, siapa tahu ada yang lebih minus. Rani akan cari terus loh, hati-hati aja ya !”
“Dasar kamu …”
Lalu mereka tertawa-tawa tanpa ada beban dan rasa malu apalagi rasa canggung.
Orang tua mereka yang melihat semua itu menjadi tersenyum.
“Saya baru sekarang melihat Rani tertawa selepas itu setelah kematian Ravi.”
“Iya saya juga berharap Rani bisa mencairkan kebekuan dihati anak saya.”
“Maksudnya bagaimana ?”
“Saya selalu cemas sama Chris. Setelah kepergian ibu kandungnya, Chris seperti tertutup pada orang lain terutama pada wanita. Tapi, akhirnya saya lega. Ternyata hatinya sudah mulai mencair.” Ucap pak Suseno lirih
“Mama juga merasa bersalah sama Chris, pah. Mama kira Chris seperti itu karna mama menggantikan posisi mamanya yang sangat dia sayang.”
“Bukan, dia hanya takut kehilangan orang yang sangat dia sayangi lagi nantinya. Dia melihatku begitu hancur saat ditinggalkan ibunya. Tapi dia juga ngga tahu bahwa ada makna dibalik kepergian orang yang kita sayangi.”
“Maklum lah, dia kan masih muda. Masih belum mengerti kondisi kehidupan.”
“Jadi bagaimana kalo kita teruskan rencana kita yang pernah tertunda waktu itu ?”
“Maksudmu menjodohkan kedua anak kita itu ?”
“Iya kamu setuju kan. Rani pernah kehilangan orang yang disayanginya, semoga saja dia bisa mengajarkan Chris tentang makna kehilangan itu sendiri.”
“Tapi kamu tahu kan masa lalu Rani ?”
“Aku tahu. Tapi aku akan menganggap itu hanya sebuah masa lalu. Semua orang pasti memiliki masa lalu, baik atau pun buruk. Manusia kan selalu memiliki kelemahan dan kelebihan, anggap saja itu salah satu kelemahan dari berjuta kelebihan yang dimiliki Rani”
“Kau memang sahabat yang bijaksana.”
Sebulan telah berlalu sejak acara ke Bali. Mulai hari ini aku akan pindah ke Bandung.
“Pagi, yah. Ayah ingat kan, mulai hari ini Rani dah harus ke Bandung soalnya besok Rani udah mulai kuliah. ?”
“Inget dong sayang.”
“Tapi Rani kok ngga lihat ada mobil baru Rani sih, yah ?”
“Kamu ngga usah bawa mobil, Chris pasti siap nganter kamu kemana aja.”
“Ih … ayah apaan sih. Jangan bilang kalau ayah berniat ngejodohin Rani sama Chris deh. Ngga akan berhasil tau.”
“Kenapa ngga ? Kamu suka sama dia kan ?
“Ih ayah … Rani ngga suka kok sama Chris.”
“Ngga suka dikit, tapi suka banget kan ?”
“Ih … ayah.” Aku memukul ayah.
“Muka kamu merah tuh, Rani !”
“Bunda malah ikut-ikutan lagi, bukannya mau belain aku.”
Saat bunda mau menjawab, terdengar ketukan pintu dari depan. Bunda senyum-senyum lalu beranjak untuk membukakan pintu. Sikap bunda barusan sangat mencurigakan, siapa sih yang lagi ditunggu bunda ?
“Ran cepetan, Chris udah datang nih.”
“Chris … mau apa dia kesini ?”
“Ya … jemput kamu dong !”
“Hah …………………”
~ *** ~
Ternyata yang ayah bilang tentang Chris siap nganter kemana aja itu bukan bercanda, jelas aja Chris bakal nganterin aku kemana aja, aku kan ngga dikasih mobil pribadi jadi harus nebeng terus sama Chris. Sebenernya apa maksud ayah dan bunda sih ? Apa mereka serius mau jodohin aku sama Chris. Memangnya ini zaman Siti Nurbaya apa ? Jodoh-jodohin anak seenaknya. Aku kan bisa nyari cowo sendiri untuk apa dijodoh-jodohin.
“Hei … ada apa sih ? Kok dari tadi kamu bengong aja sih ? Kamu ngga suka bareng sama aku ya ?”
“Bukannya begitu, Rani cuma kesel aja sama ayah. Ayah janji mau beliin mobil buat kuliah, tapi ayah melanggar janji, malah bikin kamu repot lagi.”
“Aku ngga merasa direpotin kok, tujuan kita kan sama.”
“Iya sekarang sih sama, tapi gimana pas kuliah ?”
“Loh, kampus kita sama kan ? Jurusan kita sama lagi.”
“Kamu tuh ya … kalau Rani mau main gimana ?”
“Aku juga ngga keberatan nemenin kamu main kok. Aku bisa main Barbie bahkan aku juga bisa main congklak”
“Kamu kok malah ngeledekin aku sih”
“Siapa yang ngeledekin kamu, geer banget sih kamu.”
Aku mulai memukul-mukul bahunya, tapi tangannga menangkap tanganku. “Aku mau nganterin kamu kemana aja, aku kan udah janji sama ayah kamu untuk jagain kamu di Bandung.”
“Jadi cuma karna udah janji ?”
“Maunya … ?”
~ *** ~
Tok … tok … seseorang mengetuk pintu rumahku. Terlihat kepala Chris muncul dari balik pintu, ternyata rumah ku yang di Bandung itu tetanggaan juga sama rumah Chris.
“Tunggu bentar ya, Chris ! Rani lagi dandan nih .”
Aku keluar kamar sambil memasang pita warna-warni. “Aduh susah banget sih makenya.”
“Ran, pakainya ntar di kampus aja sih.”
“Ngga boleh, harus dipakai dari rumah”
“Kamu tuh nurut banget sih.”
“Kalau ngga nurut nanti Ran dikasih hukuman tau.”
“Siapa juga yang berani ngukum kamu, kan ada aku.”
“Emang kamu jadi apa ?”
“Udah yu berangkat, siang nih.”
“Jawab dulu pertanyaanku.”
“Ngga penting, yang penting aku bisa ngelindungin kamu.”
“Jadi ngga apa-apa pakai di kampus nih ?”
“Ya elah, ngga apa-apa. Ayo cepetan nanti kesiangan.”
Udara pagi membelai wajah Rani, mencoba membawa suasana hati yang buruk dan meninggalkan suasana hati yang baik. Udara yang sangat menyegarkan menemani Rani selama diperjalanan. Pohon-pohon hijau berbaris sepanjang jalan menuju Universitas ITB, pohon-pohon itu begitu rimbun berusaha melindungi pengguna jalan dari teriknya matahari, derasnya hujan, dan membuat suatu keselarasan alam yang begitu indah dan memikat. Bangunan-bangunan berarsitektur lama pun banyak dijumpai di Kota Kembang ini, membuat Rani merasa berada di tahun 70-an. Yang damai tanpa perselisihan persaudaraan, yang sehat tanpa tercemar polusi, dan yang begitu kental keakrabannya. Tidak salah Rani memilih Kota Kembang ini sebagai naungan pendidikannya.
Mobil yang dikendarai Rani mulai berjalan perlahan ketika memasuki sebuah gapura bangunan yang berarsitektur modern. Universitas Unpadj.
“Wah … kampusnya megah banget ya ?”
“Cepet turun, nanti kamu telat loh.”
“Iya-iya, makasih mau nganterin ya.”
“Iya sama-sama.”
Rani langsung lari begitu saja. Saat Chris mau keluar dia melihat pita Rani tergeletak di dash board mobilnya. Bisa kena marah dia. Lebih baik aku susul dia aja dulu. Ternyata benar di gerbang Rani sedang di jegat oleh dua mabim, dua-duanya perempuan. Tiba-tiba timbul ide jail, lebih baik aku liat dulu bagaimana Rani dimarahi baru aku kasih pitanya.
“Mana perlengkapan kamu ?” tanya seorang mabim yang dari tanda pengenalnya bernama Reva.
Sambil memegang rambut dia kebingungan, pasti pitanya tertinggal di mobil Chris. Gimana nih ?
“Heh … kalo ditanya tuh jawab. Kamu tuli ya ?”
“Maaf kak, pita saya ketinggalan di mobil. Saya ambil dulu ya.”
“Eh … enak aja. Kamu akan dapat hukuman dulu baru boleh ambil pita.” cewe itu tersenyum sinis
“Baiklah, apa hukumannya ?” jawabnya pasrah
“Kayaknya sepatu gue kotor nih, karna rambut lo bagus banget, gimana kalo bersiin sepatu gue pake rambut lo aja. Lo mau kan ?” Senyumnya sinisnya semakin tersungging di wajah yang sebenarnya cantik itu.
“Tapi kak … “
“Banyak omong lo, mau ngga ?”
Saat Rani mau melakukan perintah mabim, tiba-tiba tubuhnya direngkuh oleh seseorang. Chris. “Ngga usah lakuin, nih pita kamu.” Sambil menyodorkan dua pasang pita ketangan Rani.
Tapi saat Rani mau mengambil pitanya, Chris memutar tubuhnya sehingga membelakangi Chris, lalu memasangkan pita itu di rambut Rani yang panjang dan halus. “Dia ngga salah, dia bawa pita.”
“Dia siapa lo, Chris ?”
“Penting ya gue jawab ?”
“Penting banget.”
“Dia cewe gue.” Chris ngomong dengan entengnya. Semua mabim yang sedang berdiri di depan gerbang menoleh dengan kagetnya. Reva shock sekali mendengarnya sampai dia kehilangan kata-katanya. Jangankan Reva, aku sendiri aja shock mendengarnya.
“Jangan mentang-mentang dia cewe lo, jadi lo belain dia ya ?”
“Gue ngga belain dia kok, dia emang bawa pita cuma ketinggalan di mobil. Gue juga ngga ngelarang kalian semua ngehukum dia. Asalkan dia emang punya salah, gue terima dia dikerjain kok.”
“Tapi …”
“Untuk semua mabim, setelah ospek berkumpul untuk mendiskusikan hukuman untuk mabim yang melanggar aturan ini.” Ucapnya tegas yang disambut dengan persetujuan anggota mabim lainnya.
“Lo ngga bisa hukum gue karna gue hukum cewe lo, itu ngga adil.”
“Lo udah keterlaluan, Va. Masa anak orang suruh bersiin sepatu lo pake rambutnya. Apakah hukuman itu ada dalam daftar hukuman yang boleh kita berikan sama anak ospek lainnya ?” Tanyanya pada anggota mabim lainnya
“Ngga …” Jawab anggota mabim lainnya kompak.
“Kita udah bikin kesepakatan kan tentang mabim yang melanggar ketentuan akan diberi hukuman ?”
“Iya …” jawab mereka lagi serempak.
Akhirnya Reva lemas dan memandang tajam ke arah Rani lalu ke arah Chris, “Oke gue ngaku salah. Gue terima apapun hukuman yang lo berikan.”
“Nanti gue akan kasih hukuman ke lo, tapi sekarang gue mau nganterin cewe gue dulu. Dah …” Chris pergi sambil memegang tanganku, lebih tepatnya sedang menyeretku. Aku melihat Reva sangat kesal dan mengutuk-ngutuk kehadiranku.
“Kamu apa-apan sih ? Siapa juga cewe kamu ?” Sambil melepaskan tanganku dari tangannya.
“Kalo aku ngga bilang gitu, kamu ngga akan bisa selamat dari dia. Dia itu sadis loh kalo lagi ngerjain ade kelas, kamu mau dikerjain sama dia terus ?” jawabnya enteng.
“Ya … ngga juga sih. Tapi kamu lihat tatapan dia kan ? Tatapannya itu seperti ingin membunuhku tahu. Padahal ini hari pertamaku masuk kampus, bukannya dapat teman Rani malah dapat musuh. Ini semua karna kamu tahu ?” keluhku sambil memandangnya tajam.
“Tenang aja deh, selama semua orang kenal kamu sebagai ceweku, ngga akan ada yang berani gangguin kamu di kampus.” Ucapnya datar, sambil merangkulku.
“Emang kamu siapa sih, kok kamu sangat berpengaruh banget sih di kampus ini ?” tanyaku penasaran.
“Christian Wardhana, saat ini aku menjabat sebagai mahasiswa kedokteran. Aku juga sedang menjabat jadi ketua mabim untuk acara ospek ini. Apa anda ada pertanyaan lain atau sudah cukup jelas ?”
Aku memelototinya tak percaya, “Kenapa kamu ngga bilang kalo kamu punya jabatan penting ? Kata kamu, jabatan kamu ngga penting ?”
“Udah ah, kamu masuk gih ! Kalo kamu telat aku ngga bisa nolongin kamu loh. Walaupun kamu cewe ku, kamu tetap akan dihukum kalau kamu melanggar peraturan.”
“Iya, Rani tahu kok.”
Chris membelai rambutku, “Hati-hati, jangan sampai kamu berurusan sama yang namanya Reva, dia pasti akan mencari-cari kesalahan kamu karna kejadian tadi.”
“Iya, Rani akan hati-hati. Tapi, ada hubungan apa sih kamu sama Reva ? Kok dia marah banget pas kamu bilang Ran ini cewe kamu ?” Pandangku penasaran.
“Udah sana masuk, jangan cerewet. Nanti pulang bareng aku ya ! Kamu tunggu aja di mobil, nih kuncinya.” Dia menyerahkan kunci mobilnya pada Ran.
“Yah … masa nunggu di mobil sih.” Desahku ngga puas.
“Kalo gitu kamu tunggu aku di ruang mabim aja deh !” ucapnya sambil pergi meninggalkanku.
“Hah …” Aku harus gimana nih ? tadi dia bilang aku sebisa mungkin untuk ngga ketemu sama Reva, tapi kalo aku ke ruang mabim, otomatis aku pasti bertemu sama Reva dong.
Aku memasuki ruanganku, disana sudah banyak anak-anak baru seperti aku juga. Mereka semua menggunakan papan nama jenis-jenis penyakit, aku sendiri dapet nama “Cancer” atau kanker. Aku melihat bangku di belakang sudah penuh, hanya bangku depan yang tersisa. Aku duduk di bangku paling depan, disebelahku ada seorang gadis yang mengenakan papan “Tumor”. Gadis itu cantik sekali.
“Hai, kamu anak baru juga ya ?” sapa gadis itu ramah.
“Iya, namaku Maharani tapi biasa dipanggil Rani. Kamu siapa ?”
“Namaku Dewi, Dewi Juliana Utari. Aku murid dari SMA Subang.”
“Kamu murid pindahan, aku juga sama loh. Aku dari Palembang.”
“Wow … jauh sekali kamu pindah ?”
Saat itu 2 mabim cewe dan 1 mabim cowo memasuki ruanganku. Entah aku sedang sial atau apa, yang menjadi salah satu mabim pendampingku adalah Reva. Aku langsung lemes dan ngga bersemangat.
Reva mengambil penghapus papan tuli dan membantingnya ke atas meja. “Ssttt…… Diam, jangan berisik. Kalian itu calon mahasiswa, bukannya anak SMA lagi.”
Serentak ruangan jadi sunyi, “Yang dipanggil namanya, tolong acungkan tangan !” ucap mabim lainnya yang kutahu bernama Sera.
“Amanda …”
“ ………… “
“Dewi …”
“ ………… “
“Maharani … “
Terdengar para mabim itu berbisik-bisik, aku tahu pasti apa yang dibicarakan mereka. Pasti tentang hubunganku dengan Chris. “Oh dia, cantik juga sih.” Ucap mabim cowo yang dari kartu identitasnya bernama Ryan.
Reva menyunggingkan senyum sinisnya, lalu membentak mabim Ryan. “Cakep apanya, lo udah pada buta kali ya. Yang gitu dibilang cantik apalagi yang jelek.”
Dewi menyikut aku, “Kamu punya masalah apa sama dia ? Kok dia jutek banget sama kamu sih ?”
“Aku juga ngga tahu tuh. Mungkin dia sirik dengan kecantikanku.” Ucapku tersenyum.
Saat itu kulihat Chris memasuki ruanganku, dia tidak melihatku. Lebih tepatnya sengaja tidak melihat kearahku. Aku mengerti apa maksudnya.. “Mau apa dia kesini ?” aku bergumam sambil memandangnya.
“Siapa ? Kamu kenal Christian ?”
“Ya … cukup …”
Ruangan langsung sunyi, padahal Chris belum berbicara apa-apa. Dia memiliki charisma tinggi sehingga dia cukup disegani oleh kaum adam dan setengah mati dikagumi oleh kaum hawa. Dia berdiri di depan ruangan, tepat dihadapanku. “Selamat datang di fakultas kedokteran Unpadj, kalian adalah calon mahasiswa kedokteran Unpadj yang setelah ospek akan menjadi mahasiswa kedokteran Unpadj. Sebelum saya melanjutkan, saya akan memberi tanda tangan saya kepada orang yang bisa menyebutkan nama dan jabatan saya disini.” Suaranya terdengar lembut tapi sangat berwibawa.
Aku langsung mengacungkan tanganku, tapi ternyata bukan aku saja yang mengetahui siapa Chris. Ada lima orang selain aku yang mengacungkan tangannya juga.
Chris menunjuk orang-orang yang mengacungkan tangannya barusan, “Tolong kalian kedepan membawa kertas dan pulpen !”
Semua yang tadi ditunjuk maju ke depan membawa kertas dan pulpen. Kami semua disuruh menulis nama dan jabatan Chris di fakultas kedokteran Unpadj.
Chris mengambil kertas yang kami berikan, lalu membuka satu persatu kertas kami. Dia membaca dan mendiskusikannya kepada 3 mabim lainnya. “Tumor, Kanker, dan Jantung, tolong maju ke depan.”
Kami bertiga maju ke depan sesuai perintah Chris. “Kalian akan mendapatkan tanda tangan saya, silahkan mengambil buku tanda tangan kalian.” Suruhnya tegas.
Setelah memberi tanda tangan pada kami bertiga, dia memperkenalkan dirinya. “ Saya Christian Wardhana, usia saya 22 tahun, saat ini saya menjabat sebagai ketua mabim ospek. Dan saya juga menjabat sebagai mahasiswa bedah semester 5. tadi anda kurang menyebutkan jabatan saya yang satu itu.” Jawabnya pada ketiga orang yang tidak mendapatkan tanda tangan Chris.
Aku melihat tatapan Reva yang ingin muntah kehadapanku. Lalu dengan kesal aku membuangmuka dari hadapannya itu sehingga membuat dia tidak hanya ingin muntah tapiu juga sedang berkomat-kamit. Entah apa yang dibacanya, yang jelas tidak mungkin sedang memujiku.
~ *** ~
Jam tanganku sudah menunjukan pukul 17.00 WIB, sudah jam pulang. Aku menghampiri ruang mabim,. Aku ragu-ragu, apa akan memanggil Chris atau tidak. Tapi bosan juga kalau harus menunggu sendirian di mobil. Saat aku mau berbalik aku dipanggil oleh mabim Ryan, “Kamu mau cari Chris, ya ?”
“Iya kak, aku mau manggil Chris tapi ngga enak. Banyak orang.” Ucapku malu-malu
“Ya udah … bentar ya, aku panggilin.”
“Makasih ya kak.”
“Iya sama-sama.”
Ternyata Ryan baik juga yah. Aku mendengar suara Ryan. “Chris, ada cewe cakep tuh nungguin kamu di depan.” goda Ryan. Chris memandang dengan bingung, “Maksud kamu siapa ?”. Ryan tersenyum jail. “Itu tuh, yang bereng kamu tadi pagi.” Ucapnya sambil memegang bahu Chris. “Oh … Ran” ucap Chris dengan cuek. “Uh … Ran mana nih ?” teman-temannya menggoda. “Ran cewe gue, emang kenapa ?” Tantang Chris. “Wah … hati pangeran es kita sudah cair nih ? Kenalin dong sama kita-kita. Manasih yang udah bikin Pangeran Es mencair.” Goda mabim-mabim lainnya.
“Ah, rese lo. Tunggu ya !” Chris keluar menghampiriku lalu mengajakku masuk ke ruang mabim.
Aku gelisah melihat gelagatnya yang satu ini “Kamu mau ngapain ?”
“Aku mau kenalin kamu sama temen-temenku.” Ucapnya datar.
“Hah ………”
Chris melihat mukaku terus cemberut, lalu memelukku, “Kamu kenapa sih ?”
“Kamu kenapa sih … “ ucapku mengikuti ucapannya. “Kenapa … kenapa … aku tuh kesel sama kamu, apa maksud kamu ngenalin aku sama temen-temen kamu. Aku malu tau.”
“Oh ya … ?”
“Kamu tuh … lagian aku bukan cewe kamu.”
“Belum …”
“Apa …?”
“Kamu belum jadi ceweku.”
“Ih geer banget sih, siapa juga yang mau jadi cewe kamu ?”
“Emang kamu ngga mau ?”
“………”
“Kok diem sih, lidah kamu kegigit kucing ?”
“Udahan ah, becandanya !” Aku langsung berdiri berniat meninggalkan Chris.
Chris menarik tanganku hingga aku terduduk kembali kesisinya, “Siapa yang bercanda, aku serius. Kamu mau ngga jadi ceweku ?”
“Kamu apa-apaan sih ? Pulang yuk, aku lapar nih !”
“Kita ngga akan kemana-mana sebelum kamu jawab pertanyaanku.”
“Pertanyaan apa sih ?”
“Kamu suka ngga sama aku ?”
“Suka sih, tapi ………………………” belum sempat aku meneruskan, Chris lalu memelukku.
“Itu udah cukup, sekarang kamu resmi jadi ceweku.”
Rani lalu berubah menjadi serius, “Tapi ada satu hal yang harus aku sampaikan sama kamu. Kamu perlu tahu ini, karna ini bisa mempengaruhi perasaan kamu juga.”
Pasti dia mau menceritakan tentang Ravi dan bayinya, “Kamu ngga usah cerita apa-apa. Aku udah tahu tahu semua masa lalu kamu termasuk tentang Ravi mantan kamu itu.”
Rani lalu berubah menjadi marah, “Kamu tau darimana ?”
“Dari papa kamu. Dia memberi tahu papaku tentang kamu.”
Rani memnadang wajah Chris berusaha mencari makna dari wajah tampan itu. “Jadi kamu kasihan sama aku ?”
Chris balas menatap Rani. “Awalnya aku memang kasihan sama kamu, tapi lama kelamaan aku jadi suka beneran sama kamu. Jangan menyela pembicaraanku, dengarkan dulu baru kamu komentar.” Ucapnya saat melihat bibirku ingin protes. Aku mengatupkan kembali bibirku dan mendengarkan ceritanya lagi. “Aku baru sadar perasaanku saat kamu tercebur ke laut, tubuhku refleks terjun untuk menolongmu. Bahkan lebih cepat dari pikiranku. Sejak saat itulah aku tahu, aku bukan kasihan pada kamu tapi aku telah jatuh cinta sama kamu.”
Aku ingin menangis mendengar Chris berkata seperti itu. “Aku masih belum bisa menjalin hubungan. Aku masih trauma dengan Ravi.” Isakku tertahan.
Chris memelukku, “Aku tahu itu, aku akan menemani kamu keluar dari bayang-bayang kelam itu. Aku akan berusaha tidak mengulang apa yang salah yang telah dilakukan Ravi, aku juga ngga akan melarang kamu untuk mengingat Ravi asal itu tidak kelewatan.”
Rani tertawa pelan, “Kamu berbicara seperti Ayahku.”
“Kamu sangat cantik kalau tertawa, biarkan aku membuatmu terus tertawa, Ran !”
“Kamu yakin bisa selalu membuatku tertawa ?”
“Aku ngga yakin sih, akan selalu membuat kamu tertawa. Bahkan aku ngga bisa janji untuk tidak membuat kamu menangis.”
“Tuh kan …”
“Biar sunset ini menjadi saksi, biar cahaya kemilau ini mendengar sumpahku. Aku akan berusaha membuatmu selalu tersenyum bahagia dan aku akan berusaha tidak sering membuatmu mengeluarkan cairan bening matamu itu. Maukah kamu menjadi penjaga hatiku ini ?”
Rani hanya bisa memandang dengan terpana, dia tidak menyangka bahwa Chris bisa seromantis ini. Memintaku menjadi kekasihnya dalam balutan cahaya kemilau sore hari dan ditemani sang surya yang akan kembali keperaduannya. “Ya … aku mau menjadi penjaga hatimu.”
Chris lalu merengkuh Rani ke dalam pelukannya.
Rani melepaskan pelukannya, “Tapi ………… “ kata-katanya terputus karna Chris menghalangi bibir Rani dengan bibirnya sehingga dia tidak dapat berkata-kata. Dia hanya bisa memeluk Chris. Chris kekasihnya.
~ *** ~
Rani berdiri diujung tebing … di ujung dunia … pandangannya kosong tanpa beban. Dibalut kemilau sore dia merenung … berdoa … memohon … kehadirat Nya. Andai Ravi masih ada … andai Ravi dapat menemaninya di ujung dunia ini … andai Ravi masih bisa memelukku … Sayangnya semua itu sudah tidak dapat terjadi lagi.
Aku ingin teriak … aku ingin berontak … aku ingin menangis … Mengapa Kau mengambil hatiku ? Mengapa Kau ambil bukti cintaku ? Mengapa tidak Kau ambil nyawaku saja ? Mengapa Kau beri secercah kehidupan baru untukku ? Mengapa Kau memberi cinta yang baru untukku ? Sedangkan aku takut kehilangan cintaku lagi …
“Mengapa ……………” Jeritku putus asa. Tentu saja tidak ada tanggapan, hanya ada gema suaraku yang menyahut. “Jawab aku ! Apa Kau juga akan mengambil lagi cintaku ?” Isakku menggema di seluruh tebing. “5 tahun sudah Ravi meninggalkanku, 5 tahun sudah Chris menemaniku. Tapi rasa hampa itu terus melekati hatiku. Aku takut kehilangan Chris. Aku takkan sanggup lagi kehilangan cintaku …” desahnya perih.
Chris hanya termenung menyaksikan Rani. Menumpahkan kekesalannya di ujung dunia. “Sayang, aku tidak akan meninggalkanmu selama Dia masih mengizinkan kita bersama.”
“Sudahlah … aku sudah belajar untuk mengikhlaskan orang yang kucintai pergi meninggalkanku. Aku hanya merasa perlu melepaskan kegalauan hatiku. Amarahku tadi, agar aku tetap tersenyum setahun kedepan. Amarahku esok, agar aku tetap tersenyum untuk tahun berikutnya. Aku hanya ingin Dia tahu.” Rani memegang jemari Chris dan mengajaknya pergi.
Suasana di aula universitas Unpadj sangat ramai. Semua mahasiswa tegang saling memeluk dan terisak menangis. Semua memegang toga dengan bangga. Disaksikan keluarga, mereka satu persatu menaiki panggung untuk menerima toga kelulusan dari para dosen. Suasana yang diliputi bahagia sekaligus haru, tegang sekaligus senang. Sejak saat inilah aku resmi disebut dr. Maharani.
Suara sayup-sayup terdengar dari mimbar dosen, “Perhatian … saat ini akan diserahkan penghargaan tertinggi yang akan diberikan kepada mahasiswa dengan IP tertinggi 3,85. Kepada saudari Maharani, dimohon kedepan untuk menerima penghargaan.”
Saat aku maju, aku melihat semua mahasiswa memandang kearahku. Termasuk keluargaku dan Chris. 2 tahun lalu Chris lah yang mendapat penghargaan ini, kini aku tahu bagaimana menjadi pusat perhatian itu. Seluruh peserta hening, suara-suara terserap oleh langkah kakiku. Saat aku menjejakkan kakiku di panggung, ada perasaan lain merasuki hatiku, ‘andai Ravi dapat melihatku’ tapi, Chris juga cukup untuk meredam emosiku. Dengan bangga, kuacungkan penghargaan itu pada semua peserta. Mereka bersorak, ada yang menangis bahkan ada yang langsung memelukku.
Chris menghampiriku dan memelukku, “Bagaimana dr. Rani sudah siap untuk meninggalkan kampus ini ?”
“Ya … aku siap.” Jawabku mantap.
Beberapa temanku menghampiri kami, “Denger-denger, abis ini mau langsung meried ya ? Kok ngga undang-undang sih ? Kita-kita kan mau datang ? Bolehkan ?”
“Ya … boleh lah. Nih undangannya.”
“Makasih ya, kita pasti datang ke pesta kamu.”
~ *** ~
Suasana putih membalut penglihatanku, bunda sedang membantu menghiasiku. “Ran, mulai besok kamu bukan hanya miliki kami, tetapi juga milik Chris.”
“Tapi Rani tetap akan mengutamakan ayah dan bunda, kok.”
“Makasih sayang. Berarti kamu jadi dong bayarin ayah dan bunda honeymoon ke Eropa ?”
“Iya … kita honeymoon bareng ke Eropa. Aku udah bilang Chris, kita akan honeymoon bareng dan dia tidak keberatan.”
Ayah memasuki kamarku. Dia tertegun sejenak, “Nak … ayo keluar ! Kasihan penganten laki-lakinya sendirian.”
Dengan didampingi ayah dan bundaku, aku mantap melangkahkan kakiku melewati kamar rias menuju pelaminanku yang telah disinggahi oleh Chris. Fajar tadi aku telah resmi menjadi Ny. Wardhana, saat ini sedang berlangsung pesta pernikahan kami.
“Selamat menempuh hidup baru, nak.” Ucap bunda penuh haru.
“Semoga kebahagiaan selalu menemanimu dan tidak ada lagi kelam seperti dulu.” Doa ayahku menyertai langkahku menuju pelaminanku, langkah menuju kehidupan baruku.
~*** TAMAT ***~
Diperbarui lebih dari satu tahun yang lalu · Komentari · Suka
SAHABAT
Bagikan
26 Februari 2009 jam 14:40
Manusia terlahir ke muka bumi seorang diri
Manusia juga akan kembali bersatu dengan bumi seorang diri
Dalam prosesnya, manusia tak bisa sendiri
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri
Saudara …
Tetangga …
Sahabat …
Teman …
Pacar …
Semua satu ruang lingkup kehidupan
Manusia tidak bisa hidup tanpanya
Begitu juga aku …
Yang tiada pernah berdaya hidup tanpamu
Sahabat …
Aku datang …
Aku pergi …
Banyak mendapat teman baru
Tapi … percayalah …
Kau akan selalu berada di hatiku
… SAHABAT …
Selasa, 25 Mei 2010
For My Lovely Bunda
By: Ansar Adam M A
“Akan kulangkahkan kemana kaki ini dalam lorong dunia yang kejam, ketika ku tahu bunda harus kembali kepangkuan-Nya.”
Direngut sunyi kota Kuningan bunda telah membawa ku, kemana pun ia pergi ia selalu membawa ku dalam rahimnya. Sembilan bulan ia rela menemani ku kemana pun ia pergi, merawat ku dengan sangat hati-hati. Pada tanggal 21 september 1991 tepat pukul 00.03 ia rela mempertaruhkan nyawanya walaupun ia harus kembali ke sang Khalik hanya untuk melahirkan sang buah hati yang dinanti-nanti olehnya.
Ketika tangisan ku menjerit dalam ruang hampa yang dipenuhi oleh Malaikat-Nya yang siap membawa bunda untuk kembali kepada-Nya, namun terdapat senyum yang sangat indah dari bibir bunda. Ternyata sang Penguasa Alam Semesta masih menyayangi bunda, bunda masih diberi kenikmatan untuk menghirup segarnya udara.
Hari demi hari ia relakan untuk merawat ku dalam sebuah gubuk kecil di kota Kuningan. Hampir disetiap harinya ia menggendong ku, mengelus manja pipi ku, membelai rambut ku dengan penuh kasih dan sayang dan memberikan ku ASI untuk asupan gizi ku disetiap harinya.
Belaian lembut tangannya masih terasa hingga kini, kata demi kata yang ia ucapkan membuat ku mampu manjalani hidup dlam lorong dunia yang kejam. Ketika kecil saat aku akan berangkat ke sekolah, ku kecup halus tangannya, dalam sebuah kecupan penuh dengan doa yang tersirat darinya. Sepulangnya dari sekolah, ia menyambutku dengan senyum manis darinya, membawakan makanan untuk ku. Namun kini tiada lagi yang menyambutku disaat aku pulang dari sekolah, tak ada yang membawakan makanan untuk ku. Ia telah melepas ku, agar aku bisa bertahan dalam dunia yang kejam untuk persiapannya jika ia di panggil sang Khalik nantinya.
Ditengah raja malam yang membumbung tinggi dalam kegelapan, ku teringat akan pesan yang disampaikan olehnya, “adam, kalau nanti bunda udah gak ada, maafin bunda yah belum bisa bikin adam bahagia. Adam harus jadi anak yang baik dan soleh, agar selalu berdoa buat bunda dan ayah disana. Maafin buanda yah nak, kalau sampai saat ini belum sempat ngebahagiain adam.”. Seiring kuteringat kata-kata itu, berlinang air mata ku dank u memohon kepada-Nya, “ Ya Allah jika Kau izinkan kepada ku, ku mohon jangan cabut nyawa bunda sebelum sempat aku membahagiakannya, ku mohon cabutlah nyawa ku lebih dahulu darinya, aku masih ingin melihat senyum manis dari bibirnya.”
Sejenak ku berfikir, akan kulangkahkan kemana kaki ini dalam lorong dunia yang kejam, ketika ku tahu bunda harus kembali kepangkuan-Nya. Bunda maafkan anak mu yang berdosa kepada mu. Aku ingin melihat senyum mu, aku ingin membahagiakanmu sebelum ajal mu tiba.
For my lovely “bunda”.
Langganan:
Postingan (Atom)