Rabu, 26 Mei 2010

Kata Terakhir

PUTRI …

Awan berwarna hitam bergelung menutupi sinar matahari yang menyinari kota kembang ini. Bandung kelabu, seperti hatiku yang juga kelabu. Tetesan air yang mulai jatuh kian deras membentuk tirai keperakan.
“Huh … hujan lagi. Kenapa hujan turun sekarang sih, kenapa ngga nanti aja.” desahku kesal.
Ibu menghampiriku, “Ada apa sih, sayang ?”
“Tuhan tidak adil, Ma. Sudah tahu aku tidak suka hujan, Dia malah menurunkan hujan dengan begitu derasnya.”
“Kamu tidak boleh begitu, sayang. Mungkin bagi kamu ini tidak adil, tapi bagaimana bagi para petani atau siapa saja yang sedang mengharapkan turunnya hujan, hujan ini merupakan berkah bagi mereka.” Mama membelai rambutku yang panjang.
Aku menangis, “Hujan mengingatkan aku pada Papa. Hujan yang telah merenggut Papa dari kita semua. Hujan telah membuat seorang istri menjadi seorang janda dan seorang anak menjadi seorang anak yatim. Aku akan teringat kenyataan pahit itu setiap kali aku memandangi derasnya hujan, Ma.” Ucapku emosi.
Mama memelukku, “Putri Utami … kamu tidak boleh terus-terusan begini. Kamu harus mengikhlaskan Papa pergi, Nak. Dia pasti tidak tenang bila mengetahui putrinya masih meratapi kepergiannya, apakah itu yang kamu mau ?”
“Jelas aku tidak mau hal itu menimpa Papa. Maafkan aku, Ma ! Aku akan mencoba untuk ikhlas dan tabah. Apapun akan aku lakukan untuk membuat Papa tenang disana, dan aku juga akan membuat Papa bangga dan tidak menyesal mempunyai putri seperti aku.”
“Tidak ada orang tua yang akan menyesal mempunyai putri seperti kamu, mereka malahan akan bangga jika memiliki putri seperti kamu. Seperti kami, kami bangga dan bersyukur, kami telah melahirkan dan mengasihi seorang anak yang begitu membanggakan seperti kamu.”
“Makasih, Ma !”
“Ya … Sebaiknya kamu cepat berangkat sekolah, nanti terlambat.”
“Aku berangkat dulu ya, Ma !”
“Hati-hati di jalan, ya ! ”
Rumahku cukup dekat dengan sekolahku, untuk sampai di sekolah, hanya memerlukan waktu 15 menit dengan mengendarai mobil. Aku melangkahkan kakiku melewati gerbang SMA PGRI, tempat dimana aku sekolah. Sekolah ini yang telah memberikan aku penghargaan sebagai murid teladan, sekolah ini telah memberikan aku banyak teman. Karna itulah, aku sangat mencitai sekolahku ini.


Di kantin,
Gadis itu memegang tangan pacarnya sambil menangis, “Pokoknya … hik … aku ngga mau putus dari kamu hik … Apa pun yang terjadi hik … aku akan tetap menjadi pacar kamu hik …” Isaknya tertahan.
Laki-laki itu menepiskan tangan halus gadis itu, “Terserah lo deh, bagi gue kita udah putus. Ngerti ? Lo boleh ngaku-ngaku jadi cewe gue, tapi kalau ditanya, gue akan jawab kalo lo itu bukan siapa-siapa gue.” Bentak laki-laki itu.
“Tapi aku masih sayang sama kamu.”
“Gue ngga peduli ama perasaan lo, yang jelas gue udah ngga cinta lagi sama lo. Gue rasa 2 minggu itu adalah waktu yang cukup untuk lo ada di deket gue. Jadi mulai sekarang, jangan deket-deket sama gue lagi.”
Laki-laki itu lalu pergi meninggalkan gadis itu sendiri, menangis … laki-laki itu menoleh sebentar saat mendengar gadis itu menjeritkan namanya. Lalu kembali berjalan menjauhi kantin. Laki-laki itu terus berjalan menuju gudang belakang. saat dia sampai disana, sudah ada beberapa orang yang tidak lain adalah teman-teman laki-laki itu.
Rifky bertolak pinggang, “Gimana, gue udah 2 minggu macarin dia, sesuai dengan kesepakatan.”
Arya menyerahkan uang taruhan pada Rifky. “Iya … lo menang. Nih uangnya, pas 5.000.000.”
“Thank you, ntar malem kita clubbing, gue yang bayarin.”
“ Oke bos. Lo emang jago naklukin cewe.” Ucap Agung bersemangat
Rifky memegang kerahnya, “Gue gitu … mana ada cewe yang bisa nolak gue.” Ucap Rifky sombong
Rangga menghampiri, “Lo yakin ngga ada yang bias nolak lo ? Gimana kalo taruhan lagi.”
“Oke, gue mau taruhan lagi tergantung berapa taruhannya dan siapa targetnya.”
“Taruhannya bukan uang.”dia berhenti sejenak, “Gue akan ngelakuin apa saja kalo lo bisa naklukin cewe yang satu ini. gimana taruhan gue, menarik kan ? lo bisa ngelakuin apa saja ke gue sesuka hati lo. Apapun … Tapi … Kalo lo kalah lo yang akan ngikutin semua keinginan gue. Setuju …”
“Kayaknya lo yakin banget kalo gue ngga akan bisa naklukin cewe ini. siapa sih cewe ini ?”
“Putri Utami …”
“Putri Utami, anak cupu yang pake kacamata tebel dan kutu buku itu ?”
“Gimana lo berani ngga ? Cukup 2 bulan aja.”
“Oke, gue ambil taruhannya.”

Aku tidak mengerti, apa yang sedang diinginkan oleh laki-laki flamboyan itu dariku. Kenapa dari kemarin dia terus mendekatiku. Tiba-tiba saja dia menjadi rajin dan selalu membaca buku di perpustakaan kota, dan anehnya lagi jadwalnya membaca sama dengan jadwal jagaku. Bagaimana dia bisa tahu bahwa aku bekerja sambilan sebagai penjaga buku di perpustakaan kota. Dia juga pulang tepat setelah jam kerjaku habis. Aku mulai risih saat dia mengikutiku pulang.
“Mau apa kamu, ? Kenapa sejak kemarin kamu terus mengikutiku ?”
“Siapa yang ngikutin kamu, ini semua cuma kebetulan doang kok.”
“Orang yang alergi buku kayak kamu tiba-tiba rajin membaca buku. Rumah kamu ada di Dago, tapi kamu malah muter lewat Isola. Biasanya kamu bawa mobil, tapi sekarang kamu mau jalan kaki. Apa itu semua hanya kebetulan saja ?”
Laki-laki itu sedang berpikir, dia sangat kagum pada gadis itu. Betapa jeli matanya, betapa cepat otaknya berpikir, dan betapa cepat dia mengambil kesimpulan seperti itu. “Ternyata kamu memperhatikan aku dengan baik, aku jadi tersanjung.”
“Kamu tidak usah basa-basi lagi. To the point aja, apa yang kamu mau dariku ?”
“Aku cuma mau jadi temen kamu aja kok.”
“Kamu bohong … Kita bahkan tidak saling kenal.”
“Rifky … Namaku Rifky.”
“Itu tetap tidak bisa dijadikan alasan untuk mengikutiku.”
“Oke, aku suka sama kamu. Kamu mau jadi ceweku ngga ?”
“Terima kasih deh. Aku lebih tertarik menyelami dunia maya daripada bertengkar dengan mantan-mantan kamu atau gadis-gadis lain.”
Sebelum dia sempat menjawab ucapanku, aku memberhentikan sebuah Taxi dan naik kedalamnya. “Dadah …”


Sudah hampir satu bulan Rifky melakukan pendekatan pada Putri, tapi Putri tetap pada pendiriannya. Dia belum tergoyahkan sedikitpun. Rifky hampir putus asa. Mungkin yang di Atas merasa kasihan terhadap Rifky, sehingga dia bisa menemukan celah untuk mencairkan kebekuan hati Putri. Saat dia sedang pulang dari perpus, dia dijegat oleh para preman yang selalu meminta uang pada orang-orang yang melewati tempat itu.
“Cewe … main yuk sama abang ! Daripada disini sendirian, mending ikut abang.”
“Apaan sih … tolong jangan ganggu saya.”
“Alah … sok jual mahal lagi. Masih untung ada yang mau. Ngaca dong muka jelek kayak gitu aja belagu.”
“Ah … sana pergi … jangan dekat-dekat dengan saya. Atau saya akan teriak.”
“Silahkan jika kamu mau berteriak. Disini mana ada yang denger, kalaupun ada pasti mereka takut sama abang.”
“Brengsek … dasar kurang ajar. Gue udah peringatin baik-baik. Tapi lo ngga mau nyingkir dari gue. Jangan salahin gue kalau lo semua pada bonyok sama gue.”
Aku bingung, kenapa gaya bicaranya jadi berubah, jadi lebih kasar dan pemberani. Belum hilang kekagetanku akan gaya bicaranya, aku sudah kaget lagi akan gerakannya saat melawan para preman itu. Kalau dari gerakannya, pasti dia sudah sampai sabuk hitam. Tapi itu sangat mustahil mengingat mukanya yang polos dan terlihat lemah itu. Aku terus melihat, satu persatu preman itu ambruk. Sampai akhirnya salah satu dari mereka mengeluarkan pistol dari balik jaketnya.
“Putri awas, di belakang kamu … “ Entah kenapa aku reflek melompat ke arahnya untuk melindunginya dari peluru itu. Dan akibatnya tubuhkulah yang tertembus peluru itu. Seluruh tubuhku merasakan panasnya peluru yang memasuki tubuhku. Aku sempat melihat para preman itu melarikan diri, lalu Putri menghampiriku.
“Ky … kamu ngga apa-apa kan ?”
Aku hanya tersenyum, sudah tahu perutku bersimbah darah, dia masih mengatakan kabarku baik. Aku melihat sebutir air matanya jatuh mengenai perutku yang tertembus timah panas itu.
“Kamu tahan ya, aku akan panggil ambulance dulu.”
Kepalaku mulai pening, aku melihat kepergiannya sampai semuanya menghitam dan dia tidak tahu apa-apa lagi.
Perlahan kubuka mataku, suasana putih membalut penglihatanku, bau obat-obatan sangat menusuk hidungku. Rumah sakit … kenapa harus dirumah sakit sih. Kepalaku masih terasa berdenyut-denyut, pusing sekali rasanya. Kuedarkan mataku menyapu bagian dalam ruang rawat ini. Mataku tertahan oleh sesosok gadis yang sedang tertidur nyenyak di samping tempat tidurku. Aku membelainya lembut, tapi dia hanya bergumam lalu kembali terlelap. Aku melihat bulatan hitam di sekitar matanya. Sudah berapa lama aku tak sadarkan diri ? Sudah berapa lama dia menjagaku disini ?
Gadis itu membuka matanya, dan dia terkejut melihat aku yang telah sadar. Dia langsung berlari ke arah luar dan berteriak, entah untuk memanggil dokter atau membuat seluruh pasien terbangun.
Tak lama berselang, dokter itu masuk dan memeriksaku. “Apa yang kamu rasakan sekarang ?” Aku termenung sejenak untuk mencerna kata-kata sang dokter. Apa yang dimaksud rasanya ? Rasa ditembak atau rasa bosan terbaring di rumah sakit ini ? “Hanya sedikit pusing dan agak mual.” Jelasku memegang kepala.
“Jelas kamu mual, sudah tiga hari ini kamu tidak sadarkan diri.”
“Apa … tiga hari … Sudah selama itu ?”
“Ya, peluru itu hampir mengenai hati kamu. Jadi kami pun sangat hati-hati mengeluarkan peluru itu agar tidak menyebabkan kerusakan baru.”
“Apakah akan ada efek lainnya setelah dia sembuh, Dok ?”
“Saya tidak tahu, tapi kalau dipantau dari perkembangan fisiknya. Sepertinya dia tidak akan mengalami efek apa-apa pasca kecelakaan ini. Mungkin hanya nyeri sedikit dan bekas jahitan operasinya.”
“Syukurlah … “
“Apakah kalian sudah selesai berbincang-bincangnya ? Kalau sudah, boleh aku minta makanan ? Perutku sedang menggelar konser besar-besaran saat ini.”
“Oh … baiklah.” Dokter itu menuju intercom yang ada di kamar ini. “Suster, tolong bawakan makanan khusus pasien pasca operasi ke ruang 515. Segera !”
“Makanan pasien pasca operasi … makanan jenis apa itu, Dok ?”
“Yah, sejenis makanan lunak.”
“Oh tidak … ternyata aku memang membenci rumah sakit.”
“Hanya itu yang dapat kami berikan saat ini, jika kamu ingin usus kamu rusak atau sobek, kamu dapat membeli makanan lain.”
“Oke, aku akan memakan apapun yang kalian sediakan saat ini. Tapi setelah baikan, aku tidak mau menyentuh makanan apapun dari rumah sakit ini.”
Suster itu masuk dengan membawa nampan, “Makanan ini mau disimpan dimana, dok ?”
“Berikan saja pada gadis itu.” Pandangannya melirik jahil pada kami, “Kamu tidak perlu suster untuk menyuapi kamu, kan ? Kan ada gadis kamu disini,” dia melirik kearah Putri. “Kamu maukan nyuapin dia makan ?”
“Dengan senang hati.”
Entah lapar atau karena Putri yang menyuapiku, aku makan dengan begitu lahapnya. “Aku berterima kasih karena kamu sudah menyelamatkan aku. Kalau kamu tidak ada disana, entah apa yang akan terjadi padaku.” Desahnya lega.
“Tentu saja kamu tidak akan kenapa-kenapa.”
“Ya, mereka curang. Mereka menggunakan senjata api, kalau mereka tidak menggunakan pistol, pasti aku yang akan jadi pemenangnya.” Ucapnya bangga.
“Oh ya … aku tidak tahu kamu jago karate ? Sudah sabuk apa ?”
“Sabuk hitam tingkat tiga, aku memang tidak pernah mempublikasikannya karena tidak ada gunanya.”
“Aku juga sabuk hitam, tapi sudah tingkat lima.”
Kami terdiam sesaat, “Kenapa kamu mau membahayakan nyawa kamu hanya untuk menyelamatkanku ?”
“Memang aku tidak boleh nolong kamu ?”
“Bukannya begitu, kebanyakan orang lain hanya melihat saja tidak pernah mau membantu.”
“Setiap manusia diwajibkan untuk saling tolong menolong.”
“Terima kasih. Apa yang harus aku lakukan untuk mengungkapkan perasaan terima kasihku ini ?”
“Ehm ……………… boleh minta apa saja ?”
“Iya, selama itu tidak bertentangan dengan kebenaran, aku akan melakukan sebisaku.”
“Kalau begitu, aku ingin kamu jadi pacarku !”
“Hah ……… “


2 tahun kemudian ….
Handphoneku berbunyi tepat saat aku baru keluar dari kamar mandi. Tertera nama Rifky di layar handphoneku itu. “Ada apa, Ky ?”
“Nanti jadi kan, yang ?” Tanyanya lembut
“Nanti … memang ada apa dengan nanti ?”
“Tuh kan, kamu lupa lagi. Nanti malam kan kita mau jalan.”
“Ya udah … kamu jemput aku aja.”
“Bye honey.”
“Bye …”
Tak terasa sudah dua tahun aku jadi pacarnya Rifky. Aku tidak pernah merasa benar-benar bahagia disisinya. Aku tahu, dulu dia mendekatiku hanya karna sedang taruhan, aku mengetahuinya saat Rifky menyuruh beberapa orang laki-laki mengenakan pakaian badut dan berkeliling sekolah. Mereka adalah orang-orang yang kalah taruhan. Walaupun aku tahu bahwa aku hanya dijadikan barang taruhan, tapi tetap saja aku menerimanya sebagai pacarku. Walau sudah dua tahun kami pacaran dan berulang kali dia mengucapkan kata cinta, aku tetap ragu padanya. Apa kata cinta yang dia ucapkan sama dengan cinta yang bergejolak di hatiku.
Mama masuk ke kamarku, dia pasti mengetahui bahwa hati putrinya sedang galau. “Ada apa dengan kamu, Nak ? Wajahmu terlihat gelisah dan banyak masalah ?”
Tak ada gunanya aku berbohong dengan Mama, “Aku sedang bimbang dengan perasaanku, Ma.”
“Kamu bimbang tentang Rifky lagi. Kamu sangat mencitainya tapi kamu tidak tahu apa Rifky mencintaimu juga ?”
Aku memandang Mama, begitu hebatnya dia. “Aka hanya gadis biasa yang tidak memiliki talenta gadis-gadis yang biasa dipacarinya. Dulu dia memacariku hanya karna taruhan, Ma. Tapi setelah dua tahun berlalu, dia tetap berada di sisiku dan terus membisikan kata-kata cinta. Aku bingung apa arti dari kata-katanya itu. Apakah ungkapan hatinya, atau hanya kata-kata kiasan yang keluar dari bibirnya.” Aku mulai terisak.
Mama memelukku, “Bagi Mama, kamu orang yang paling Mama dan Papa cintai. Dan Mama yakin, Rifky juga sangat mencintai kamu. Mungkin dia dulu memang bersalah, tapi kamu harus bangga. Karna kamu telah membuat Rifky sadar dan jatuh cinta sama kamu.”
“Bagaimana aku tahu bahwa dia mencintaiku ?”
“Kalau dia tidak mencintaimu, dia tak akan mengorbankan nyawanya hanya untuk kamu. Dia tidak akan susah-susah membujuk kamu untuk menjadi kekasihnya, padahal dengan wajah tampannya itu dia bisa memikat banyak wanita. Dia akan mutusin kamu setelah dua bulan, bila dia memang hanya berniat taruhan. Tapi nyatanya dia masih menjadi pacar kamu walaupun sudah dua tahun berlalu. Dia tidak akan berani kesini menghadap Mama jika memang dia cuma ingin mempermainkan kamu saja. Kamu harus percaya sama cinta kamu itu.” Mama memelukkku lagi.
Aku hanya terdiam mendengarkan kata-kata Mama.
“Mama mau belanja dulu, sebaiknya kamu pikir baik-baik ucapan Mama itu !”
Aku memikirkan kata-kata Mama lagi, semua itu memang ada benarnya. Perasaanku mulai membaik, dan otakku pun mulai cerah. Aku mencintainya, maka dia pun harus mencintaiku. Itu sudah kuputuskan. Aku akan berjuang untuk mendapatkan cintaku.
Aku mengambil handphoneku, lalu menghubungi Rifky.
Terdengar alunan musik favoritku, bagaimana mungkin aku berpikiran bahwa Rifky tidak mencintaiku. Dia sangat memperhatikan aku, terdengar suara yang sangat kukenal, “Ada apa, yang ? Kok tumben nelpon aku ?”
“Ehm … honey …” aku terdiam sejenak, begitupun suara disebrang yang ikut terhening. “Nanti malam, kita jadi jalan ?” Tanyaku ragu-ragu.
Rifky terdiam, “Coba bilang lagi !”
Aku tahu apa yang dia maksud. Selama 2 tahun kami jadian, aku memang tidak pernah mengatakan kata-kata cinta apa adanya. “Honey … Nanti malam kita jadi jalan ?”
“Jadi … nanti jam 7 aku jemput di rumah.“
“Ngga usah, aku tunggu di restoran aja ya ! Soalnya sorenya aku ada perlu disekitar situ.”
“Ya udah, sampai ketemu lagi ya ! I Love You, My Princess !” Dia mengucapkan dengan berat hati
Aku mendengar suaranya aneh, tidak seperti biasanya. Dia mengucapkan ‘sampai ketemu lagi’ seakan-akan dia mau pergi jauh.meninggalkanku. Ah tidak mungkin, pasti aku salah. Pokoknya nanti malam aku harus mengucapkan cintaku yang selama ini kupendam. Ji a yo !

Pukul 19.00 aku sudah tiba di restoran tempat kami janji bertemu. Saat aku memasuki restoran itu, seorang Waitress menghampiriku dan mengantarkanku ke tempat yang katanya sudah di pesan oleh Rifky. Aku bingung bagaimana pelayan itu tahu aku ini pasangan Rifky. Saat aku tanya, dia hanya menjawab ‘Mas Rifky berpesan, bila ada seorang gadis berbaju sutra biru laut datang, dia disuruh menempati ruangan yang telah Rifky pesan’. Aku menjadi lebih bingung, baju ini baru aku beli tadi sore, aku sengaja membeli untuk acara ini. jadi, bagaimana dia tahu tentang baju ini ?
Sesaat aku terpana dengan ruangan yang dipesan Rifky, suasana putih membalut ruangan itu. ruangan itu dipenuhi oleh mawar dan melati putih yang menebarkan keharuman keseluruh ruangan. Ah … betapa romantisnya kekasihku ini. Aku udah tidak sabar ingin bertemu dengannya.
Sudah pukul 20.00 tapi Rifky belum datang. Aku melihat ke sekelilingku. Karna kamubegitu romantis, aku tidak akan menghukum saat kamu datang nanti.
“Terima kasih kalau begitu, aku sudah takut dimarahi olehmu.”
Aku menghampirinya dan memeluknya, ada perasaan lain saat aku memeluknya. Dia begitu tenang dan dia juga memberikan aku ketenangan itu, tapi pelukan itu tidak mengeluarkan kehatan seperti biasanya. Aku merasakan tubuh yang begitu dingin. “Honey … kamu sakit ya ? Kalau kamu sakit, kita batain aja makan malamnya.”
Dia membelaiku dengan tanggannya yang terasa semakin dingin itu, “Aku ngga apa-apa kok. Ada sesuatu yang harus aku katakana sama kamu”
“Kita ngomongnya besok aja ya !”
“Aku ngga punya besok, aku hanya punya saat ini.”
“Apa maksud kamu ?”
“Aku sangat mencintai kamu. Jiwa dan ragaku sangat mencintai kamu. Apapun yang terjadi padaku, hidup ataupun mati, aku akan tetap mencintai kamu. Kamu adalah satu-satunya cinta dalam hidupku yang pernah aku miliki. Aku tidak akan melupakan itu.”
Aku tertegun, ucapannya begitu aneh. “Aku juga mencintai kamu. Kamu adalah orang yang pertama aku cintai dan mungkin akan jadi orang terakhir yang aku cintai.”
“Jangan … jangan jadikan aku orang terakhir, jadikan aku orang pertama tapi jangan jadikan aku orang terakhir yang kau berikan cinta sucimu ini. aku harus pergi sekarang. Jaga dirimu baik-baik !”
“Kamu mau pergi kemana ? Aku ikut kamu ya ?”
“Aku mau pergi jauh dan aku tidak akan membawa kamu.”
“Kenapa kamu ngga mau ngajak aku ? Kamu marah sama aku ya ?”
“Aku tidak marah sama kamu, hanya saja belum waktunya kamu ikut denganku.”
“Aku tak peduli, pokoknya aku mau ikut sama kamu.”
Rifky tidak menjawab, dia malah pergi menjauhiku. Aku bingung dan terus memandangnya menjauhiku, dia melayang, dia terbang menjauhiku. “Kamu mau kemana ? Jangan tinggalkan aku sendirian ! Ajak aku bersama kamu ! Aku mencintai kamu. Rifky ………………… Rifky …………………”
Seorang pelayan membangunkanku, “Mba … mba … mba … bangun, mba.” Dia menggerakan badanku perlahan.
Saat kubuka mata, aku tenang ternyata hanya mimpi. “Ada apa ?” Tanyaku pada pelayan itu.
Pelayan itu melihatku dengan sedih, “Ini ada titipan dari Mas Rifky, saya disuruh memberikannya pada mba bila sesuatu menimpa dirinya dan dia tidak bisa memberikannya sendiri pada mba.”
Aku pucat, kembali mengingat mimpiku. “Apa yang terjadi dengan Rifky? Jawab ! Kenapa kamu diam saja ?”
Pelayan itu menatapku iba, “Dia mengalami kecelakaan saat menuju kesini. Pihak rumah sakit baru saja memberitahu, anda disuruh kesana secepatnya.”
Tanpa menunggu lebih lama lagi, aku berlari meninggalkan restoran itu. Aku tidak tahu sudah berapa jauh aku berlari, yang aku tahu aku harus terus berlari. Aku terus berlari menembus tirai keperakan air hujan. Jangan … jangan Kau ambil dia dariku lagi. Saat aku menembus tirai keperakan ini 10 tahun yang lalu, Kau telah merenggut Papaku. Jangan Kau rebut kekasihku saat aku menembus tirai keperakan ini lagi. Saat aku tiba di Rumah Sakit, aku langsung menuju kamar inapnya. Aku memasuki ruangan itu dengan perasaan berdebar-debar. Selimut putih telah menutupi seluruh badan pasien ruangan itu. Aku menangis … entah untuk yang keberapa kalinya aku menangis.
“Ya Tuhan … mengapa Kau ambil cintaku lagi ? Kenapa … Kenapa harus aku yang mengalami semua ini ? Apa salahku pada-Mu. Jawab aku ya Tuhanku !”
Dokter yang menangani Rifky itu adalah dokter Frans, dokter yang pernah merawatnya dulu. “Sabarlah, Nak ! Mungkin Tuhan berkehendak lain pada jalan hidupmu.”
“Kehendak apa lagi ? Dia selalu membuatku menderita.”
“Percayalah Allah tidak akan memberi cobaan melebihi kemampuan hamba-hambanya.”
“Tapi ini semua sudah di atas kemampuanku. Tidak cukupkah Dia memberi penderitaan saat mengambil Papaku ? Kenapa saat ini Dia juga mengambil Kekasihku. Begitu bencikah Dia padaku ?”
“Tabahkanlah hatimu, Nak ! Sungguh, Allah pasti mengasihi hambanya yang berjiwa lapang dan berhati ikhlas. Ikhlaskanlah dia pergi, agar dia tenang di alam sana !”


Aku terus memandang gundukan tanah merah di hadapanku. Perlahan aku menyentuh batu nisan itu, disana tertera nama Rifky Ramanda. Air mataku enggan keluar. Kering rasanya mata ini, selalu menghantarkan orang-orang yang aku cintai, ke tempat peristirahatan panjangnya. Aku masih memegang surat dari Rifky. Aku selalu menyimpannya tanpa berani membukanya. Aku selalu berharap ini semua hanya mimpi terburuk yang pernah aku alami. Tapi … yang terjadi ini adalah sebuah kenyataan yang harus aku terima dengan lapang dada. Aku memandang secarik kertas di tanganku, surat ini surat terakhir dari Rifky.






MY POETRI

Aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku
dan
Aku yakin kau pun sangat mencintaiku
Jangan tangisi kepergianku
Anggap saja aku sedang berlibur
Yang suatu saat akan kembali
Tapi …
Bukan aku yang akan kembali padamu
Kau yang akan kembali kepadaku
Selamat tinggal
Cinta …
Kita pasti akan bertemu kembali

I LOVE YOU





Air mataku jatuh membasahi surat itu.
“Aku juga sangat mencintaimu … Selamat tinggal sayang … Semoga kau tenang di alam sana !“ aku melangkahkan kakiku menjauhi pemakaman. Aku menarik napas panjang-panjang dan menghembuskannya perlahan. “Walaupun kau telah tiada, kau akan selalu hidup dalam diriku. Walaupun aku menemukan cinta baru, cintamu akan tetap bersemi dalam relung hatiku. Karena aku selalu mencintai kamu.”

**~ TAMAT~**



Diperbarui lebih dari satu tahun yang lalu · Komentari · Suka
sebuah puisi
Bagikan
26 Februari 2009 jam 14:29
Pepen Orang Baik … Sungguh ?????


Aku orang baik … sungguh …
Walau aku hanya pengemudi taksi
Walau itu tak bertahan lama
Mengapa ???
Karena aku orang baik
Mobil berganti ruang
Aku … satpam sebuah bank
Itupun tak lama
Terjadi perampokan …
Terluka …
Dipenjara karena dituduh terlibat …
Aku jalani dengan kelapangan hati
Mengapa ???
Karena aku orang baik
Preman berhati baja, Joni krempeng …
Dia membujuk menuju kegelapan
Dia membujuk menjauhi cahaya
Dia membujuk menanggalkan hati nurani
Menculik anak gadis Pak Kyai
Seorang gadis berjilbab … Ayu Arianda …
Ini salah …
Joni salah …
Aku salah …
Uang melayang …
Joni terjengkang …
Aku terkekang … di penjara …
Ya … penjara lagi …
Hati emas gadis itu menyinari gelapnya hatiku
Namanya seayu wajahnya … Ayu Arianda …
Aku salah …
Aku sadar …
Kini …
Aku orang baik … sungguh …
Aku orang baik ?????

Tidak ada komentar:

Posting Komentar